Pemerintah Setujui Rencana Produksi Batu Bara 922 Juta Ton di 2024
Selasa, 19 Maret 2024 - 19:17 WIB
JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengaku telah menerima 883 permohonan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) untuk komoditas batu bara .
Plt Dirjen Minerba Bambang Suswantono mengatakan dari total tersebut, hanya 587 RKAB yang disetujui sementara 121 ditolak dan 100 lainnya dikembalikan dengan revisi
"Total RKAB batu bara yang diajukan tahun ini mencapai 883 permohonan, yang disetujui sebanyak 587, ditolak 121, dikembalikan 100, sedangkan yang masih menjadi saldo 75," jelas Bambang saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Jakarta, Selasa (19/3/2024).
Bambang mengatakan, permohonan RKAB yang ditolak itu juga dilandasi oleh berbagai hal. Sebanyak 8 pengajuan ditolak karena masa berlaku izin usaha pertambangan (IUP) sudah habis, sedangkan 75 karena isu penerimaan negara bukan pajak (PNBN) alias setoran royalti yang tidak sesuai.
Lalu, sebanyak 4 ditolak karena isu studi kelayakan dan analisis dampak lingkungan (amdal), 13 karena persoalan data MODI, 8 karena isu keuangan, 11 karena isu PPM, sedangkan 2 lainnya karena masalah teknis yang tidak diperinci.
Bambang menyebutkan, untuk 2024, jumlah tonase dari RKAB batu bara yang disetujui sebesar 922,14 juta ton, 2025 sebesar 917,16 juta ton, dan 2026 sebesar 902,97 juta ton.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif menegaskan akan menunda penerbitan izin RKAB bagi perusahaan tambang batu bara jika tak kunjung membayar royalti.
Royalti tersebut merujuk pada kewajiban pembayaran PNBP yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 26/2022 Tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral. "Sanksinya macet," tegas Arifin beberapa waktu lalu.
Arifin mengungkapkan salah satu kendala yang dihadapi pemerintah dalam menagih royalti batu bara tersebut berkutat pada isu manajemen perusahaan yang sulit ditemui.
"Ini masalahnya, antara lain manajemen di kantornya masing-masing, benar enggak? Jangan-jangan mungkin di ruko dijaga 1 atau 2 orang pegawai, nggak ngerti. Atau pemiliknya ke luar negeri, masak 5 atau 10 juta nggak mau bayar jadi seperti gitu," jelas Arifin.
Plt Dirjen Minerba Bambang Suswantono mengatakan dari total tersebut, hanya 587 RKAB yang disetujui sementara 121 ditolak dan 100 lainnya dikembalikan dengan revisi
"Total RKAB batu bara yang diajukan tahun ini mencapai 883 permohonan, yang disetujui sebanyak 587, ditolak 121, dikembalikan 100, sedangkan yang masih menjadi saldo 75," jelas Bambang saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Jakarta, Selasa (19/3/2024).
Bambang mengatakan, permohonan RKAB yang ditolak itu juga dilandasi oleh berbagai hal. Sebanyak 8 pengajuan ditolak karena masa berlaku izin usaha pertambangan (IUP) sudah habis, sedangkan 75 karena isu penerimaan negara bukan pajak (PNBN) alias setoran royalti yang tidak sesuai.
Lalu, sebanyak 4 ditolak karena isu studi kelayakan dan analisis dampak lingkungan (amdal), 13 karena persoalan data MODI, 8 karena isu keuangan, 11 karena isu PPM, sedangkan 2 lainnya karena masalah teknis yang tidak diperinci.
Bambang menyebutkan, untuk 2024, jumlah tonase dari RKAB batu bara yang disetujui sebesar 922,14 juta ton, 2025 sebesar 917,16 juta ton, dan 2026 sebesar 902,97 juta ton.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif menegaskan akan menunda penerbitan izin RKAB bagi perusahaan tambang batu bara jika tak kunjung membayar royalti.
Royalti tersebut merujuk pada kewajiban pembayaran PNBP yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 26/2022 Tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral. "Sanksinya macet," tegas Arifin beberapa waktu lalu.
Arifin mengungkapkan salah satu kendala yang dihadapi pemerintah dalam menagih royalti batu bara tersebut berkutat pada isu manajemen perusahaan yang sulit ditemui.
"Ini masalahnya, antara lain manajemen di kantornya masing-masing, benar enggak? Jangan-jangan mungkin di ruko dijaga 1 atau 2 orang pegawai, nggak ngerti. Atau pemiliknya ke luar negeri, masak 5 atau 10 juta nggak mau bayar jadi seperti gitu," jelas Arifin.
(nng)
Lihat Juga :
tulis komentar anda