Rupiah Terus Melemah, Ini Dampaknya ke Kondisi Fiskal dan Harga Energi
Jum'at, 28 Juni 2024 - 11:12 WIB
JAKARTA - Pelemahan nilai tukar rupiah belakangan ini dipastikan berdampak terhadap keseimbangan fiskal karena mempengaruhi pos pendapatan dan belanja di APBN dan juga akan berdampak secara langsung terhadap harga energi di Indonesia.Pada bulan Mei, rupiah tercatat telah melemah sebanyak 6,58% ke level Rp16.431 per dolar AS (USD) sejak awal tahun.
Dalam kajiannya mengenai dampak pelemahan rupiah terhadap kondisi fiskal dan harga energi, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, untuk APBN 2024, setiap pelemahan rupiah sebesar Rp100 per USD berpotensi meningkatkan pendapatan negara sekitar Rp4 triliun. Tapi di sisi lain, pelemahan tersebut memiliki konsekuensi meningkatnya belanja negara sekitar Rp10,20 triliun.
"Artinya, setiap pelemahan rupiah sebesar Rp100 per USD berpotensi meningkatkan defisit APBN sekitar Rp6,20 triliun," ungkapnya dalam catatan yang diterima SINDOnews, Jumat (28/6/2024).
Selain pelemahan rupiah, lanjut dia, peningkatan harga minyak Indonesia (ICP) juga memberikan dampak negatif terhadap kondisi fiskal. Setiap peningkatan harga minyak sebesar USD1 per barel menurutnya berpotensi meningkatkan pendapatan negara sekitar Rp3,6 triliun. Akan tetapi, peningkatan tersebut memberikan dampak terhadap meningkatnya belanja negara sekitar Rp10,10 triliun. Hal itu berarti setiap peningkatan harga minyak sebesar USD1 per barel berpotensi meningkatkan defisit APBN 2024 sekitar Rp6,50 triliun.
Lebih lanjut Komaidi mengatakan, kebijakan moneter ketat yang diberlakukan oleh sejumlah negara, pelemahan rupiah, dan kecenderungan peningkatan harga minyak memberikan dampak terhadap kinerja APBN 2024. Sampai dengan kuartal I-2024, pendapatan negara dilaporkan lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Sementara, belanja negara justru lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Sampai dengan kuartal I-2024, pendapatan negara dilaporkan sekitar 7,57 % lebih rendah dibandingkan kuartal I-2023. Penerimaan pajak dilaporkan turun 9,29% dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dilaporkan turun 6,69 %. Di bagian lain, realisasi belanja negara baik untuk pemerintah pusat dan transfer ke daerah pada periode yang sama justru dilaporkan lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.
Komaidi menegaskan, pelemahan rupiah dan/atau peningkatan harga minyak (ICP) memberikan dampak langsung terhadap meningkatnya biaya pengadaan energi, baik listrik, BBM, dan gas di Indonesia. Peningkatan biaya pengadaan energi itu dapat disebabkan karena meningkatnya harga bahan baku dan/atau akibat selisih kurs rupiah.
Berdasarkan simulasi keterkaitan antara biaya pengadaan BBM dengan harga minyak mentah dan nilai tukar rupiah, jelas dia, ditemukan bahwa setiap peningkatan harga minyak mentah sebesar USD1 per barel akan meningkatkan biaya pengadaan BBM sekitar Rp150 per liter. Sementara, setiap pelemahan rupiah sebesar Rp100 per USD, akan meningkatkan biaya pengadaan BBM sekitar Rp100 per liter.
Dalam kajiannya mengenai dampak pelemahan rupiah terhadap kondisi fiskal dan harga energi, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, untuk APBN 2024, setiap pelemahan rupiah sebesar Rp100 per USD berpotensi meningkatkan pendapatan negara sekitar Rp4 triliun. Tapi di sisi lain, pelemahan tersebut memiliki konsekuensi meningkatnya belanja negara sekitar Rp10,20 triliun.
"Artinya, setiap pelemahan rupiah sebesar Rp100 per USD berpotensi meningkatkan defisit APBN sekitar Rp6,20 triliun," ungkapnya dalam catatan yang diterima SINDOnews, Jumat (28/6/2024).
Baca Juga
Selain pelemahan rupiah, lanjut dia, peningkatan harga minyak Indonesia (ICP) juga memberikan dampak negatif terhadap kondisi fiskal. Setiap peningkatan harga minyak sebesar USD1 per barel menurutnya berpotensi meningkatkan pendapatan negara sekitar Rp3,6 triliun. Akan tetapi, peningkatan tersebut memberikan dampak terhadap meningkatnya belanja negara sekitar Rp10,10 triliun. Hal itu berarti setiap peningkatan harga minyak sebesar USD1 per barel berpotensi meningkatkan defisit APBN 2024 sekitar Rp6,50 triliun.
Lebih lanjut Komaidi mengatakan, kebijakan moneter ketat yang diberlakukan oleh sejumlah negara, pelemahan rupiah, dan kecenderungan peningkatan harga minyak memberikan dampak terhadap kinerja APBN 2024. Sampai dengan kuartal I-2024, pendapatan negara dilaporkan lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Sementara, belanja negara justru lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Sampai dengan kuartal I-2024, pendapatan negara dilaporkan sekitar 7,57 % lebih rendah dibandingkan kuartal I-2023. Penerimaan pajak dilaporkan turun 9,29% dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dilaporkan turun 6,69 %. Di bagian lain, realisasi belanja negara baik untuk pemerintah pusat dan transfer ke daerah pada periode yang sama justru dilaporkan lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.
Komaidi menegaskan, pelemahan rupiah dan/atau peningkatan harga minyak (ICP) memberikan dampak langsung terhadap meningkatnya biaya pengadaan energi, baik listrik, BBM, dan gas di Indonesia. Peningkatan biaya pengadaan energi itu dapat disebabkan karena meningkatnya harga bahan baku dan/atau akibat selisih kurs rupiah.
Berdasarkan simulasi keterkaitan antara biaya pengadaan BBM dengan harga minyak mentah dan nilai tukar rupiah, jelas dia, ditemukan bahwa setiap peningkatan harga minyak mentah sebesar USD1 per barel akan meningkatkan biaya pengadaan BBM sekitar Rp150 per liter. Sementara, setiap pelemahan rupiah sebesar Rp100 per USD, akan meningkatkan biaya pengadaan BBM sekitar Rp100 per liter.
tulis komentar anda