Apindo Minta Pemerintah Pertimbangkan Kenaikan Tarif PPN 12%, Ini Alasannya

Senin, 12 Agustus 2024 - 17:00 WIB
Analis Kebijakan Ekonomi APINDO Ajib Hamani mengatakan pemerintah seharusnya ada kajian yang lebih mendalam terkiat PPN 12 persen. Foto/ DOk
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memberikan sinyal bahwa kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% akan tetap diberlakukan mulai 1 Januari 2025. Hal itu sesuai dengan Undang-undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi dan Peraturan Perpajakan (HPP) Pasal 7 (1): Tarif PPN sebesar 12% berlaku paling lambat tanggal 1 Januari 2025.

Merespon hal itu, Analis Kebijakan Ekonomi APINDO Ajib Hamani mengatakan, berdasarkan sudut pandang yang lebih rasional, pemberlakuan kenaikan tarif PPN ini cenderung lebih karena aspek budgeteir, yaitu fungsi fiskal untuk menambah penerimaan negara, pasalnya penerimaan PPN dan PPnBM tahun 2023 sebesar Rp764,3 triliun.

"Dengan asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 5% dan inflasi 2,5%pada tahun 2024 dan 2025, maka kenaikan tarif PPN sebesar 1% akan memberikan kontribusi penerimaan tambahan tidak kurang dari Rp80 triliun pada tahun 2025," jelas Ajib, Senin (12/8/2024).





Ajib menilai, apabila benar aspek budgeteir yang menjadi pertimbangan pemerintah maka seharusnya ada kajian yang lebih mendalam, karena tren daya beli masyarakat sedang mengalami penurunan.

Data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) oleh Bank Mandiri menunjukkan kelas menengah mengalami penurunan dari 21,45% pada tahun 2019 menjadi 17,44% pada tahun 2023. Lembaga Penyelidikan Ekonomi Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia juga menyebutkan Rp8,5 juta penduduk Indonesia turun ke kelas ekonomi yang lebih rendah dalam rentang 2018-2023.

"Di sisi lain, data makro ekonomi menunjukkan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia secara signifikan lebih dari 60% ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Artinya, kalau pelemahan daya beli masyarakat ini terus dibebani oleh kebijakan fiskal yang kontraproduktif, maka target pemerintah Prabowo Gibran yang membuat target pertumbuhan ekonomi cukup agresif, akan menghadapi kendala," tutur Ajib.

Oleh karena itu, Ajib menyarankan pemerintah mengambil jalan tengahnya dengan melakukan dua kebijakan. Pertama, untuk tetap menjaga daya beli masyarakat, pemerintah bisa menurunkan batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Sesuai dengan PMK Nomor 101 tahun 2016, besaran PTKP adalah sebesar Rp54 juta per tahun, atau ekuivalen dengan penghasilan Rp4,5 juta per bulan. Pemerintah bisa menaikkan, misalnya, PTKP sebesar Rp100 juta.

"Hal ini bisa mendorong daya beli kelas menengah-bawah. Di kelas ini, setiap kenaikan kemampuan akan cenderung dibelanjakan, sehingga uang kembali berputar di perekonomian dan negara mendapatkan pemasukan," ungkapnya.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More