Pemerintah Diminta Moderat Rumuskan Cukai Rokok Tahun Depan
Senin, 19 Agustus 2024 - 18:25 WIB
JAKARTA - Dokumen nota keuangan disebutkan penerimaan cukai dalam RAPBN tahun anggaran 2025 diperkirakan sebesar Rp244.198,4 miliar atau tumbuh 5,9%.
Peneliti Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi (PPKE) Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya (FEB UB) Malang, Imanina Eka Dalilah, mewanti-wanti agar pemerintah perlu berpikir secara moderat sebelum menerapkan kebijakan kenaikan cukai hasil tembakau (CHT).
Imanina mengingatkan implikasi yang ditimbulkan dari sebuah kebijakan CHT, misalnya dampak ekonomi dan sosial ke masyarakat. Sebab, kebijakan CHT ini bukan soal pendapatan negara ataupun kesehatan semata.
"Banyak yang bakal terdampak dari kebijakan CHT di Indonesia, mulai dari tenaga kerja, industri, hingga pertanian," kata Imanina dihubungi, Senin (19/8/2024).
Berdasarkan hasil kajian PPKE FEB UB (2023), peningkatan tarif CHT tidak serta merta menurunkan minat merokok masyarakat. Namun justru konsumen cenderung mencari produk rokok yang harganya dianggap memenuhi kemampuan daya belinya.
"Penurunan volume produksi rokok karena merebaknya rokok ilegal tentu merugikan negara," tegasnya.
Ditjen Bea dan Cukai mencatat tingkat peredaran rokok ilegal tahun 2023 mengalami peningkatan menjadi 6,86%. Angka itu menunjukkan ada potensi penerimaan negara yang tidak terselamatkan senilai Rp15,01 triliun.
Menurut Imanina, penyebab meningkatnya rokok ilegal dikarenakan kenaikan harga rokok yang telah cukup tinggi disertai dengan kenaikan tarif CHT yang terus meningkat setiap tahun. Hal ini mendorong perokok dengan pendapatan yang lebih rendah cenderung membeli rokok ilegal sebagai kompensasi atas kenaikan harga rokok yang terjadi.
Peneliti Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi (PPKE) Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya (FEB UB) Malang, Imanina Eka Dalilah, mewanti-wanti agar pemerintah perlu berpikir secara moderat sebelum menerapkan kebijakan kenaikan cukai hasil tembakau (CHT).
Imanina mengingatkan implikasi yang ditimbulkan dari sebuah kebijakan CHT, misalnya dampak ekonomi dan sosial ke masyarakat. Sebab, kebijakan CHT ini bukan soal pendapatan negara ataupun kesehatan semata.
"Banyak yang bakal terdampak dari kebijakan CHT di Indonesia, mulai dari tenaga kerja, industri, hingga pertanian," kata Imanina dihubungi, Senin (19/8/2024).
Berdasarkan hasil kajian PPKE FEB UB (2023), peningkatan tarif CHT tidak serta merta menurunkan minat merokok masyarakat. Namun justru konsumen cenderung mencari produk rokok yang harganya dianggap memenuhi kemampuan daya belinya.
"Penurunan volume produksi rokok karena merebaknya rokok ilegal tentu merugikan negara," tegasnya.
Ditjen Bea dan Cukai mencatat tingkat peredaran rokok ilegal tahun 2023 mengalami peningkatan menjadi 6,86%. Angka itu menunjukkan ada potensi penerimaan negara yang tidak terselamatkan senilai Rp15,01 triliun.
Menurut Imanina, penyebab meningkatnya rokok ilegal dikarenakan kenaikan harga rokok yang telah cukup tinggi disertai dengan kenaikan tarif CHT yang terus meningkat setiap tahun. Hal ini mendorong perokok dengan pendapatan yang lebih rendah cenderung membeli rokok ilegal sebagai kompensasi atas kenaikan harga rokok yang terjadi.
Lihat Juga :
tulis komentar anda