Di Tengah Pandemi Covid-19, Pemerintah Terus Jaga Distribusi Pangan
Sabtu, 02 Mei 2020 - 08:45 WIB
JAKARTA - Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo menegaskan saat pandemi Covid-19 ini pemerintah berupaya memperbaiki alur distribusi bahan pangan. Kerja bersama antar kementerian saat ini, menurutnya, sedang berjalan menyalurkan pangan dari daerah surplus ke daerah yang minim produksinya.
“Yang terpenting adalah distribusi kita berjalan dengan lancar. Identifikasi wilayahnya kita punya pemetaannya. Ini perintah Bapak Presiden supaya kita semua kementerian bekerja sama menutup defisit. Artinya, tidak ada lockdown, tidak ada isolasi, tidak melakukan penguncian dan tidak membuat rintangan terhadap distribusi pangan,” kata Syahrul di Kantor Pusat Kementerian Pertanian, Jakarta, Kamis (30/4/2020).
Perbaikan distribusi dilakukan antara Kementan, Perum Bulog dan Kementerian Perdagangan (Kemendag), sebagai upaya memastikan 11 kebutuhan bahan pokok nasional dalam kondisi aman dan terkendali. Di antaranya beras, daging sapi dan ayam, minyak goreng, telur, bawang putih, bawang merah, aneka cabai dan gula.
“Semuanya tidak ada yang kurang karena pemerintah sudah menghitung neraca stok pangan yang ada. Adanya PSBB dan lockdown beberapa negara memang berpengaruh, namun kami menjamin stoknya aman,” tegasnya.
Selain itu, kata Mentan, masyarakat juga diharapkan bersikap tenang dengan tidak melakukan panic buying yang bisa menimbulkan gejolak pangan. Begitu juga dengan para pedagang agar tidak memanfaatkan situasi ini menjadi kisruh dan keruh.
“Insya Allah kalau masyarakat tidak panik dan tidak ada pedagang yang memainkan situasi ini, maka kebutuhan kita benar-benar aman,” katanya.
Meski demikian, Syahrul membenarkan apa yang disampaikan Presiden terkait adanya sejumlah provinsi yang mengalami defisit stok. Kata Syahrul, catatan Kementan sampai dengan bulan April ini ada beberapa provinsi yang mengalami defisit produksi.
Satu di antaranya, yakni Kalimantan Tengah mengalami minus di atas 10%. Kemudian ada dua provinsi yang defisitnya sampai 25%. Masing-masing adalah Provinsi Bali dan Kalimantan Barat. Sedangkan sisanya, yakni Sumatera Utara dan Riau mengalami defisit di bawah 25%.
“Namun setelah kita intervensi, artinya komoditas dari daerah yang surplus itu kita alihkan, lalu masuk ke daerah yang defisit, maka hasilnya ada sekitar 28 provinsi yang saat ini dalam kendali. Walaupun 2 di antaranya, yaitu Kalimantan Utara dan Maluku perlu mendapat perhatian lebih,” tutupnya. (Sudarsono)
“Yang terpenting adalah distribusi kita berjalan dengan lancar. Identifikasi wilayahnya kita punya pemetaannya. Ini perintah Bapak Presiden supaya kita semua kementerian bekerja sama menutup defisit. Artinya, tidak ada lockdown, tidak ada isolasi, tidak melakukan penguncian dan tidak membuat rintangan terhadap distribusi pangan,” kata Syahrul di Kantor Pusat Kementerian Pertanian, Jakarta, Kamis (30/4/2020).
Perbaikan distribusi dilakukan antara Kementan, Perum Bulog dan Kementerian Perdagangan (Kemendag), sebagai upaya memastikan 11 kebutuhan bahan pokok nasional dalam kondisi aman dan terkendali. Di antaranya beras, daging sapi dan ayam, minyak goreng, telur, bawang putih, bawang merah, aneka cabai dan gula.
“Semuanya tidak ada yang kurang karena pemerintah sudah menghitung neraca stok pangan yang ada. Adanya PSBB dan lockdown beberapa negara memang berpengaruh, namun kami menjamin stoknya aman,” tegasnya.
Selain itu, kata Mentan, masyarakat juga diharapkan bersikap tenang dengan tidak melakukan panic buying yang bisa menimbulkan gejolak pangan. Begitu juga dengan para pedagang agar tidak memanfaatkan situasi ini menjadi kisruh dan keruh.
“Insya Allah kalau masyarakat tidak panik dan tidak ada pedagang yang memainkan situasi ini, maka kebutuhan kita benar-benar aman,” katanya.
Meski demikian, Syahrul membenarkan apa yang disampaikan Presiden terkait adanya sejumlah provinsi yang mengalami defisit stok. Kata Syahrul, catatan Kementan sampai dengan bulan April ini ada beberapa provinsi yang mengalami defisit produksi.
Satu di antaranya, yakni Kalimantan Tengah mengalami minus di atas 10%. Kemudian ada dua provinsi yang defisitnya sampai 25%. Masing-masing adalah Provinsi Bali dan Kalimantan Barat. Sedangkan sisanya, yakni Sumatera Utara dan Riau mengalami defisit di bawah 25%.
“Namun setelah kita intervensi, artinya komoditas dari daerah yang surplus itu kita alihkan, lalu masuk ke daerah yang defisit, maka hasilnya ada sekitar 28 provinsi yang saat ini dalam kendali. Walaupun 2 di antaranya, yaitu Kalimantan Utara dan Maluku perlu mendapat perhatian lebih,” tutupnya. (Sudarsono)
(ysw)
tulis komentar anda