Kurangi Pakai Energi Fosil, Saatnya Pembangkit Listrik Pakai Bahan Bakar Sampah
Jum'at, 18 September 2020 - 19:19 WIB
JAKARTA - Pemerintah Indonesia mengupayakan terobosan dalam pemanfaatan biomassa untuk mengurangi penggunaan energi fosil yakni batubara yang masih dominan serta mendorong pencapaian target bauran energi baru terbarukan sebesar 23% pada tahun 2025. Salah satu yang didorong adalah pemanfaatan co-firing biomassa sebagai subtitusi batubara pada pembangkit listrik .
(Baca Juga: Investor Asal Tiongkok Siap Danai Proyek PLTSa Makassar )
Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Andriah Feby Misna mengatakan, terus mendorong co-firing biomass pada pembangkit listrik tenaga batubara.
Sebagai informasi, Co-Firing merupakan proses penambahan biomassa menjadi bahan bakar pengganti parsial ke dalam boiler batubara eksisting tanpa modifikasi yang significant. Prosesnya, metode Direct Cofiring bio pellet dicampur melalui peralatan penggiling/grinding dan pengumpan/feeder, yang kemudian di mixing dengan batubara ke dalam boiler yang sama untuk dibakar.
"Denga harapan bisa memenuhi target tambahan bauran energi sebesar 1-3% pada tahun 2025 serta berkomitmen melanjutkan penggunaan B30 dan akan terus megembangkan biodiesel pencampur yang lebih tinggi dalam waktu dekat yakni uji coba B40," ungkap Feby dalam siaran pers yang diterima Jakarta, Jumat (18/9/2020).
Dalam skema co-firing ini , lanjut Feby, pengembangan biomassa yang akan dioptimalkan potensi pemanfaatanya adalah pelet biomassa yang bersumber dari segala jenis sampah organik dengan harapan akan meningkatkan kemandirian energi nasional serta mengoptimalkan potensi pembangkit listrik tenaga biomassa yang sampai saat ini baru mencapai kurang dari 1,9 GW dari total potensi sekitar 32 GW.
(Baca Juga: Pembangkit Pertama Beroperasi, PLTSa Energi Baru dari Sampah Kota )
"Beberapa PLTU sudah melakukan co-firing test dengan menggunakan biomass pellet serta RDF hingga 10%, bergantung pada teknologi boiler. Kami berharap pada tahun 2021 kami dapat mulai menerapkan co-firing di PLTU batubara secara berkelanjutan," ujar Feby.
Dalam komitmen dan kajian uji penerapan B30 serta pengembangan B40, Feby menjelaskan, biodiesel adalah cara yang efisien untuk mengembangkan solusi yang lebih ramah lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan energi nasional. Hingga Agustus 2020, realisasi konsumsi biodiesel sebesar 5,6 juta kL atau 58% dari total alokasi tahun 2020 (9,6 juta kL).
Konsumsi biodiesel diproyeksikan akan turun sebesar 13% dari alokasi tahun 2020 akibat pandemi Covid-19. "Meskipun pandemi global terpukul dan mundur, pemerintah Indonesia tetap berkomitmen untuk melanjutkan program wajib B30," tegasnya.
(Baca Juga: Investor Asal Tiongkok Siap Danai Proyek PLTSa Makassar )
Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Andriah Feby Misna mengatakan, terus mendorong co-firing biomass pada pembangkit listrik tenaga batubara.
Sebagai informasi, Co-Firing merupakan proses penambahan biomassa menjadi bahan bakar pengganti parsial ke dalam boiler batubara eksisting tanpa modifikasi yang significant. Prosesnya, metode Direct Cofiring bio pellet dicampur melalui peralatan penggiling/grinding dan pengumpan/feeder, yang kemudian di mixing dengan batubara ke dalam boiler yang sama untuk dibakar.
"Denga harapan bisa memenuhi target tambahan bauran energi sebesar 1-3% pada tahun 2025 serta berkomitmen melanjutkan penggunaan B30 dan akan terus megembangkan biodiesel pencampur yang lebih tinggi dalam waktu dekat yakni uji coba B40," ungkap Feby dalam siaran pers yang diterima Jakarta, Jumat (18/9/2020).
Dalam skema co-firing ini , lanjut Feby, pengembangan biomassa yang akan dioptimalkan potensi pemanfaatanya adalah pelet biomassa yang bersumber dari segala jenis sampah organik dengan harapan akan meningkatkan kemandirian energi nasional serta mengoptimalkan potensi pembangkit listrik tenaga biomassa yang sampai saat ini baru mencapai kurang dari 1,9 GW dari total potensi sekitar 32 GW.
(Baca Juga: Pembangkit Pertama Beroperasi, PLTSa Energi Baru dari Sampah Kota )
"Beberapa PLTU sudah melakukan co-firing test dengan menggunakan biomass pellet serta RDF hingga 10%, bergantung pada teknologi boiler. Kami berharap pada tahun 2021 kami dapat mulai menerapkan co-firing di PLTU batubara secara berkelanjutan," ujar Feby.
Dalam komitmen dan kajian uji penerapan B30 serta pengembangan B40, Feby menjelaskan, biodiesel adalah cara yang efisien untuk mengembangkan solusi yang lebih ramah lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan energi nasional. Hingga Agustus 2020, realisasi konsumsi biodiesel sebesar 5,6 juta kL atau 58% dari total alokasi tahun 2020 (9,6 juta kL).
Konsumsi biodiesel diproyeksikan akan turun sebesar 13% dari alokasi tahun 2020 akibat pandemi Covid-19. "Meskipun pandemi global terpukul dan mundur, pemerintah Indonesia tetap berkomitmen untuk melanjutkan program wajib B30," tegasnya.
(akr)
tulis komentar anda