Terhambat Regulasi, Industri Mebel dan Kerajinan Perlu Diselamatkan
Selasa, 06 Oktober 2020 - 08:35 WIB
JAKARTA - Kalangan industri mebel dan kerajinan meminta kementerian terkait menghilangkan ego sektoral agar tidak menekan kelangsungan hidup sektor industri ini. Kewenangan yang dimiliki seharusnya disinergikan, menjadi kekuatan meningkatkan nilai tambah industri nasional.
Presiden Direktur PT Integra Indo Cabinet Tbk Halim Rusli mengatakan, pemerintah harus meninjau kembali regulasi yang menghambat, seperti aturan impor bahan baku penolong. Pasalnya, kapasitas dan kemampuan industri bahan baku penolong dalam negeri belum mampu mendukung kebutuhan industri mebel dan kerajinan. (Baca: Hidayah Adalah Mengetahui Kebenaran)
Dampaknya sangat merugikan. Bukan hanya membuat pelaku industri kelimpungan memenuhi permintaan pasar domestik dan ekspor tepat waktu, regulasi yang ada juga menimbulkan konsekuensi kenaikan biaya produksi sehingga menggerus daya saing.
“Regulasi impor tersebut membuat kami terpaksa ke sana kemari mencarinya. Seperti baja, kain, dan keramik. Ironinya, bahan baku ini tidak dibuat industri dalam negeri. Kalaupun ada, tingkat kandungan dalam negerinya rendah dan secara kuantitas dan kualitas tidak memenuhi kriteria,” kata Halim Rusli saat berdialog dengan Wakil Ketua DPR Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan Rachmat Gobel di Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (3/10/2020).
Persoalan lainnya yakni soal biaya sistem verifikasi legalitas kayu yang dinilai tinggi. Direktur PT Multi Manao Indonesia Budianto mengatakan, untuk eksportir skala UMKM harus mengeluarkan biaya Rp30 juta per tahun dan ditambah Rp110.000 per lembar invoice. Selain itu, UMKM juga kesulitan memenuhi persyaratan tata usaha kayu. (Baca juga: Fadli Zon Ajak Presiden Jokowi Merenung)
“Saya mengusulkan agar pemerintah membantu dengan menerapkan pelaksanaan audit tahunan dengan melakukan audit komunal. Mempermudah perizinan dan menghapus persyaratan legalitas perizinan TUK,” ujar Budianto.
Dalam kesempatan itu, Ketua Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Himki) Abdul Sobur melaporkan kepada Rachmat Gobel bahwa saat ini muncul wacana pembukaan kembali kebijakan ekspor kayu gelondongan atau log. Wacana ini diinisiasi oleh Komunitas Rimbawan Nusantara, dengan alasan harga jual yang lebih tinggi di pasar dunia.
Menurut Abdul, wacana itu sama sekali tidak mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap perekonomian nasional secara keseluruhan. Ekspor log akan membuat industri mebel dan kerajinan kesulitan untuk mendapatkan bahan baku, ekonomi nasional juga akan kehilangan nilai tambah dari sektor industri hilir kehutanan.
Menanggapi keluhan tersebut, Rachmat Gobel menegaskan pihaknya bersama seluruh anggota DPR di komisi terkait akan melakukan pembahasan serius. Ia melihat potensi industri berbasis kayu olahan ini sangat besar. Bukan saja untuk meraup devisa, juga peluang menyelamatkan lapangan kerja dan industri berbasis budaya yang berkualitas. (Lihat videonya: 5 Negara dengan Angatan Udara Paling Digdaya di Dunia)
Apalagi, tambah Rachmat, Himki berkomitmen meningkatkan ekspor mebel dan kerajinan hingga 100% dalam lima tahun mendatang. “Insyaallah, Selasa depan saya akan mengajak konsultasi anggota DPR bersama tiga kementerian terkait melihat segala aspek masalah yang bisa diselesaikan,” kata Rachmat.
Menurutnya, pemerintah harus menghilangkan berbagai kendala regulasi, minimal meninjau ulang hal-hal yang menghambat. “Apa yang bisa dioptimalkan dari kekuatan industri berbasis bahan baku lokal harus didorong. Jangan sampai keunggulan kompetitif maupun komparatif itu justru untuk memperkuat produsen negara pesaing,” katanya. (Sudarsono)
Presiden Direktur PT Integra Indo Cabinet Tbk Halim Rusli mengatakan, pemerintah harus meninjau kembali regulasi yang menghambat, seperti aturan impor bahan baku penolong. Pasalnya, kapasitas dan kemampuan industri bahan baku penolong dalam negeri belum mampu mendukung kebutuhan industri mebel dan kerajinan. (Baca: Hidayah Adalah Mengetahui Kebenaran)
Dampaknya sangat merugikan. Bukan hanya membuat pelaku industri kelimpungan memenuhi permintaan pasar domestik dan ekspor tepat waktu, regulasi yang ada juga menimbulkan konsekuensi kenaikan biaya produksi sehingga menggerus daya saing.
“Regulasi impor tersebut membuat kami terpaksa ke sana kemari mencarinya. Seperti baja, kain, dan keramik. Ironinya, bahan baku ini tidak dibuat industri dalam negeri. Kalaupun ada, tingkat kandungan dalam negerinya rendah dan secara kuantitas dan kualitas tidak memenuhi kriteria,” kata Halim Rusli saat berdialog dengan Wakil Ketua DPR Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan Rachmat Gobel di Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (3/10/2020).
Persoalan lainnya yakni soal biaya sistem verifikasi legalitas kayu yang dinilai tinggi. Direktur PT Multi Manao Indonesia Budianto mengatakan, untuk eksportir skala UMKM harus mengeluarkan biaya Rp30 juta per tahun dan ditambah Rp110.000 per lembar invoice. Selain itu, UMKM juga kesulitan memenuhi persyaratan tata usaha kayu. (Baca juga: Fadli Zon Ajak Presiden Jokowi Merenung)
“Saya mengusulkan agar pemerintah membantu dengan menerapkan pelaksanaan audit tahunan dengan melakukan audit komunal. Mempermudah perizinan dan menghapus persyaratan legalitas perizinan TUK,” ujar Budianto.
Dalam kesempatan itu, Ketua Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Himki) Abdul Sobur melaporkan kepada Rachmat Gobel bahwa saat ini muncul wacana pembukaan kembali kebijakan ekspor kayu gelondongan atau log. Wacana ini diinisiasi oleh Komunitas Rimbawan Nusantara, dengan alasan harga jual yang lebih tinggi di pasar dunia.
Menurut Abdul, wacana itu sama sekali tidak mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap perekonomian nasional secara keseluruhan. Ekspor log akan membuat industri mebel dan kerajinan kesulitan untuk mendapatkan bahan baku, ekonomi nasional juga akan kehilangan nilai tambah dari sektor industri hilir kehutanan.
Menanggapi keluhan tersebut, Rachmat Gobel menegaskan pihaknya bersama seluruh anggota DPR di komisi terkait akan melakukan pembahasan serius. Ia melihat potensi industri berbasis kayu olahan ini sangat besar. Bukan saja untuk meraup devisa, juga peluang menyelamatkan lapangan kerja dan industri berbasis budaya yang berkualitas. (Lihat videonya: 5 Negara dengan Angatan Udara Paling Digdaya di Dunia)
Apalagi, tambah Rachmat, Himki berkomitmen meningkatkan ekspor mebel dan kerajinan hingga 100% dalam lima tahun mendatang. “Insyaallah, Selasa depan saya akan mengajak konsultasi anggota DPR bersama tiga kementerian terkait melihat segala aspek masalah yang bisa diselesaikan,” kata Rachmat.
Menurutnya, pemerintah harus menghilangkan berbagai kendala regulasi, minimal meninjau ulang hal-hal yang menghambat. “Apa yang bisa dioptimalkan dari kekuatan industri berbasis bahan baku lokal harus didorong. Jangan sampai keunggulan kompetitif maupun komparatif itu justru untuk memperkuat produsen negara pesaing,” katanya. (Sudarsono)
(ysw)
Lihat Juga :
tulis komentar anda