Produksi Garam Nasional Belum Mampu Penuhi Kebutuhan Manufaktur
Jum'at, 09 Oktober 2020 - 18:16 WIB
JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya mendorong pemenuhan garam industri di Tanah Air. Kebijakan tersebut berangkat dari kebutuhan garam sebagai bahan baku bagi sektor manufaktur yang diproyeksikan akan terus meningkat setiap tahunnya.
"Kebutuhan garam pada 2020 mencapai 4,4 juta ton, dengan 84% dari angka tersebut merupakan kebutuhan industri manufaktur, ditambah adanya pertumbuhan industri eksisting 5-7% serta penambahan industri baru," kata Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita, di Jakarta, Jumat (9/10/2020).
Total kebutuhan garam untuk bahan baku sektor manufaktur belum sepenuhnya dapat dipenuhi oleh industri pengolahan garam di dalam negeri, sehingga dilakukan impor untuk mengisi kebutuhan tersebut. Sebagai bahan baku industri, garam lokal masih perlu peningkatan dalam segi aspek kuantitas, kualitas, kontinuitas pasokan dan kepastian harga.
(Baca Juga: RI Doyan Impor Garam, Jokowi: Dari Dulu Engga Cari Jalan Keluarnya)
"Impor garam sebenarnya merupakan keterpaksaan, demi menjamin kepastian pasokan bahan baku garam bagi industri dalam negeri, khususnya sektor alkali (chlor alcali plant/CAP), pulp, kertas, aneka pangan, farmasi, kosmetik, dan pengeboran minyak," tutur Menperin.
Nilai tambah pada garam diperoleh melalui proses produksi. Hasil pengolahan garam impor akan diekspor kembali dengan proyeksi nilai yang lebih besar. Menperin mencontohkan, pada tahun 2019, nilai impor garam industri sebesar USD108 juta, sedangkan ekspor produk yang dihasilkan mencapai USD37,7 miliar.
Namun demikian, pemerintah juga terus berupaya memprioritaskan peningkatan kualitas garam produksi dalam negeri, diantaranya melalui perbaikan metode produksi serta penerapan teknologi baik di lahan maupun di industri pengolah garam. Untuk mendukung upaya ini, Kemenperin terus berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga lain.
"Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi di bawah koordinasi Kementerian Riset dan Teknologi telah mencanangkan beberapa program untuk dapat meningkatkan pemanfaatan garam lokal untuk sektor industri," lanjutnya.
Menperin mengungkapkan, program yang dimaksud antara lain implementasi teknologi garam tanpa lahan yang merupakan garam dari rejected brine Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Kemudian mendorong pabrik pemurnian garam rakyat menjadi garam industri. "Ini telah dibangun di Gresik dengan kapasitas 40 ribu ton," paparnya.
"Kebutuhan garam pada 2020 mencapai 4,4 juta ton, dengan 84% dari angka tersebut merupakan kebutuhan industri manufaktur, ditambah adanya pertumbuhan industri eksisting 5-7% serta penambahan industri baru," kata Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita, di Jakarta, Jumat (9/10/2020).
Total kebutuhan garam untuk bahan baku sektor manufaktur belum sepenuhnya dapat dipenuhi oleh industri pengolahan garam di dalam negeri, sehingga dilakukan impor untuk mengisi kebutuhan tersebut. Sebagai bahan baku industri, garam lokal masih perlu peningkatan dalam segi aspek kuantitas, kualitas, kontinuitas pasokan dan kepastian harga.
(Baca Juga: RI Doyan Impor Garam, Jokowi: Dari Dulu Engga Cari Jalan Keluarnya)
"Impor garam sebenarnya merupakan keterpaksaan, demi menjamin kepastian pasokan bahan baku garam bagi industri dalam negeri, khususnya sektor alkali (chlor alcali plant/CAP), pulp, kertas, aneka pangan, farmasi, kosmetik, dan pengeboran minyak," tutur Menperin.
Nilai tambah pada garam diperoleh melalui proses produksi. Hasil pengolahan garam impor akan diekspor kembali dengan proyeksi nilai yang lebih besar. Menperin mencontohkan, pada tahun 2019, nilai impor garam industri sebesar USD108 juta, sedangkan ekspor produk yang dihasilkan mencapai USD37,7 miliar.
Namun demikian, pemerintah juga terus berupaya memprioritaskan peningkatan kualitas garam produksi dalam negeri, diantaranya melalui perbaikan metode produksi serta penerapan teknologi baik di lahan maupun di industri pengolah garam. Untuk mendukung upaya ini, Kemenperin terus berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga lain.
"Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi di bawah koordinasi Kementerian Riset dan Teknologi telah mencanangkan beberapa program untuk dapat meningkatkan pemanfaatan garam lokal untuk sektor industri," lanjutnya.
Menperin mengungkapkan, program yang dimaksud antara lain implementasi teknologi garam tanpa lahan yang merupakan garam dari rejected brine Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Kemudian mendorong pabrik pemurnian garam rakyat menjadi garam industri. "Ini telah dibangun di Gresik dengan kapasitas 40 ribu ton," paparnya.
tulis komentar anda