Investasi Rp3.461 Triliun Dibutuhkan RI untuk Pengurangan Emisi
Rabu, 02 Desember 2020 - 15:01 WIB
JAKARTA - Selama beberapa tahun terakhir, investor, bank dan lembaga keuangan sudah melihat manfaat nyata dari keuangan berkelanjutan dan terus mengevaluasi kinerja dan kriteria pinjaman mereka. Founder & CEO Indonesia Economic Forum Shoeb Kagda mengatakan, saat ini, semakin banyak institusi dan investor yang mempertimbangkan faktor-faktor lain seperti dampak lingkungan dan sosial dari investasi mereka.
Menurut Global Sustainable Investment Alliance (GSIA), hampir 30% dari semua aset yang diinvestasikan pada tahun 2018 adalah investasi yang bertanggung jawab secara sosial yang memperhitungkan masalah lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG).
"Indonesia juga sedang bergerak ke arah itu melalui Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional. Diperkirakan, setiap tahunnya kebutuhan investasi tersebut mencapai USD300 miliar (setara Rp4.244 triliun/kurs Rp14,147/USD) hingga USD500 miliar," ujar Shoeb di Jakarta, Rabu (2/12/2020).
(Baca Juga: Kurangi Emisi Karbon Tak Cuma Soal BBM Oktan Tinggi, Perlu Pembenahan Transportasi )
Sebagian besar investasi ini akan dibutuhkan di sektor-sektor penting seperti infrastruktur dan sektor yang sensitif terhadap lingkungan seperti pertanian, kehutanan, energi, pertambangan, dan limbah.
Menurut dia, selama beberapa tahun terakhir, pasar keuangan Indonesia telah melihat sejumlah inovasi desain penting yang bertujuan untuk mendorong pinjaman dan investasi hijau seperti pengembangan sustainable ratings.
"Pemerintah juga telah mengambil langkah serupa untuk beberapa sistem keuangan lewat Roadmap OJK untuk mendorong keuangan berkelanjutan yang mencakup pengembangan kerangka regulasi yang mengikat untuk keuangan berkelanjutan,” kata Shoeb.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Luky Afirman mengatakan Indonesia sangat berkomitmen dan concern terhadap perubahan iklim .
Menurutnya, negara-negara lain yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim seharusnya lebih merespons secara efektif dan lebih sistematis. Pemerintah telah berkomitmen untuk mencoba mengitegrasikan keuangan berkelanjutan dalam kebijakan, strategi, dan program pembangunan.
Menurut Global Sustainable Investment Alliance (GSIA), hampir 30% dari semua aset yang diinvestasikan pada tahun 2018 adalah investasi yang bertanggung jawab secara sosial yang memperhitungkan masalah lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG).
"Indonesia juga sedang bergerak ke arah itu melalui Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional. Diperkirakan, setiap tahunnya kebutuhan investasi tersebut mencapai USD300 miliar (setara Rp4.244 triliun/kurs Rp14,147/USD) hingga USD500 miliar," ujar Shoeb di Jakarta, Rabu (2/12/2020).
(Baca Juga: Kurangi Emisi Karbon Tak Cuma Soal BBM Oktan Tinggi, Perlu Pembenahan Transportasi )
Sebagian besar investasi ini akan dibutuhkan di sektor-sektor penting seperti infrastruktur dan sektor yang sensitif terhadap lingkungan seperti pertanian, kehutanan, energi, pertambangan, dan limbah.
Menurut dia, selama beberapa tahun terakhir, pasar keuangan Indonesia telah melihat sejumlah inovasi desain penting yang bertujuan untuk mendorong pinjaman dan investasi hijau seperti pengembangan sustainable ratings.
"Pemerintah juga telah mengambil langkah serupa untuk beberapa sistem keuangan lewat Roadmap OJK untuk mendorong keuangan berkelanjutan yang mencakup pengembangan kerangka regulasi yang mengikat untuk keuangan berkelanjutan,” kata Shoeb.
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Luky Afirman mengatakan Indonesia sangat berkomitmen dan concern terhadap perubahan iklim .
Menurutnya, negara-negara lain yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim seharusnya lebih merespons secara efektif dan lebih sistematis. Pemerintah telah berkomitmen untuk mencoba mengitegrasikan keuangan berkelanjutan dalam kebijakan, strategi, dan program pembangunan.
tulis komentar anda