Tak Boleh Rugi, BUMN Hilir Gas Butuh Insentif Penurunan Harga Gas
Jum'at, 17 April 2020 - 04:55 WIB
JAKARTA - Pemerintah didesak memberikan insentif bagi BUMN hilir gas agar tidak rugi ketika harga gas USD6 per MMBTU diterapkan bagi industri. Penurunan harga gas yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2016 harus tetap menjaga komitmen keberlanjutan usaha badan usaha hilir gas dalam membangun infrastuktur.
“Komisi VI DPR RI akan meminta Kementerian BUMN berkoordinasi dengan Kementerian ESDM untuk mengevaluasi regulasi agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi keberlanjutan usaha BUMN hilir gas sehingga tetap optimal berkontribusi terhadap penerimaan negara dari pajak serta berkelanjutan dalam melaksanakan tanggung jawab sosial kepada kepada masyarakat,” ujar Anggota Komisi VI DPR Gde Sumarjaya Rapat Dengar Pendapat (RDP) secara online dengan BUMN Energi di Jakarta, Kamis (16/4/2020).
Hal senada juga dikatakan Anggota Komisi VI DPR Herman Khaeron. Pihaknya meminta supaya pemerintah memberikan insentif bagi BUMN hilir gas seperti PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. untuk menjaga keuangannya tetap sehat di tengah komitmen membangun infrastruktur gas.
Apalagi BUMN hilir gas seperti PGN sifatnya sebagai perusahaan terbuka sehingga perlu kehati-hatian dalam menetapkan kebijakan terkait gas bumi agar tidak mebuat harga saham turun sehingga berujung pada kerugian perusahaan.
“Sesuai aturan perundangan pemerintah wajib membuat proteksi supaya mereka tetap untung. Kita harus melakukan proteksi supaya mereka tetap survive,” kata dia.
Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR Nyat Kadir menegaskan bahwa implementasi penurunan harga gas bumi yang diatur melaluo Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (Permen) Nomor 8 Tahun 2020 seharusnya memikirkan terkait nilai keekonomian proyek infrastruktur gas. Pasalnya, dengan kondisi geografis Indonesia yang beragam pembangunan infrastruktur gas membutuhkan investasi cukup besar.
“Permen ESDM itu bagaimana mekanisme apakah bisa dijalankan. Kalau itu jalan apakah masuk keekonomian dengan kondisi geografis yang beragam. Sudah sepantasnya dipertonbangkan terkait bagaimana memasang transmisi dari pulau ke pulau dan segala macam hambatannya,” kata dia.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama PGN Gigih Prakoso mengatakan bahwa keekonomian biaya penyuran gas yang dilakukan PGN sebagian masih UDD2,6-3,2 per MMBTU.
Dengan diterapkannya penurunan harga gas menjadi USD6 per MMBTU akan berdampak pada penurunan pendapatan dan laba perusahaan sehingga berisiko menelan kerugian. Sebab itu Gigih berharap pemerintah memberikan insentif untuk menjaga keuangan perusahaan tetap sehat.
"Sesuai Permen ESDM sebenarnya sudah diputuskan akan ada insentif kepada badan usaha di sektor hilir tapi belum ada pendalaman mekanismenya. Sebab itu, kami membutuhkan dukungan pemerintah dan anggota Komisi VI DPR bagaimana dengan mekanisme insentif ini, karena jika tidak clear sulit mempertahankan keekonomian apabila harga harus USD6 per MMBTU,” kata dia.
“Komisi VI DPR RI akan meminta Kementerian BUMN berkoordinasi dengan Kementerian ESDM untuk mengevaluasi regulasi agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi keberlanjutan usaha BUMN hilir gas sehingga tetap optimal berkontribusi terhadap penerimaan negara dari pajak serta berkelanjutan dalam melaksanakan tanggung jawab sosial kepada kepada masyarakat,” ujar Anggota Komisi VI DPR Gde Sumarjaya Rapat Dengar Pendapat (RDP) secara online dengan BUMN Energi di Jakarta, Kamis (16/4/2020).
Hal senada juga dikatakan Anggota Komisi VI DPR Herman Khaeron. Pihaknya meminta supaya pemerintah memberikan insentif bagi BUMN hilir gas seperti PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. untuk menjaga keuangannya tetap sehat di tengah komitmen membangun infrastruktur gas.
Apalagi BUMN hilir gas seperti PGN sifatnya sebagai perusahaan terbuka sehingga perlu kehati-hatian dalam menetapkan kebijakan terkait gas bumi agar tidak mebuat harga saham turun sehingga berujung pada kerugian perusahaan.
“Sesuai aturan perundangan pemerintah wajib membuat proteksi supaya mereka tetap untung. Kita harus melakukan proteksi supaya mereka tetap survive,” kata dia.
Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR Nyat Kadir menegaskan bahwa implementasi penurunan harga gas bumi yang diatur melaluo Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (Permen) Nomor 8 Tahun 2020 seharusnya memikirkan terkait nilai keekonomian proyek infrastruktur gas. Pasalnya, dengan kondisi geografis Indonesia yang beragam pembangunan infrastruktur gas membutuhkan investasi cukup besar.
“Permen ESDM itu bagaimana mekanisme apakah bisa dijalankan. Kalau itu jalan apakah masuk keekonomian dengan kondisi geografis yang beragam. Sudah sepantasnya dipertonbangkan terkait bagaimana memasang transmisi dari pulau ke pulau dan segala macam hambatannya,” kata dia.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama PGN Gigih Prakoso mengatakan bahwa keekonomian biaya penyuran gas yang dilakukan PGN sebagian masih UDD2,6-3,2 per MMBTU.
Dengan diterapkannya penurunan harga gas menjadi USD6 per MMBTU akan berdampak pada penurunan pendapatan dan laba perusahaan sehingga berisiko menelan kerugian. Sebab itu Gigih berharap pemerintah memberikan insentif untuk menjaga keuangan perusahaan tetap sehat.
"Sesuai Permen ESDM sebenarnya sudah diputuskan akan ada insentif kepada badan usaha di sektor hilir tapi belum ada pendalaman mekanismenya. Sebab itu, kami membutuhkan dukungan pemerintah dan anggota Komisi VI DPR bagaimana dengan mekanisme insentif ini, karena jika tidak clear sulit mempertahankan keekonomian apabila harga harus USD6 per MMBTU,” kata dia.
(ind)
tulis komentar anda