Fraksi PKS Kritik Utang Naik, Pajak Naik, Ekonomi Tumbuh Negatif
Kamis, 17 Juni 2021 - 12:53 WIB
JAKARTA - Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera , Sukamta, menyatakan pemerintah harus mengevaluasi kebijakan ekonomi akibat dari kenaikan utang yang terus-menerus. Termasuk, berbagai kebijakan kenaikan pajak sementara pertumbuhan ekonomi negatif.
Menurut Sukamta, utang pemerintah terus meningkat secara jumlah dan rasio terhadap PDB, sejak tahun 2015 hingga tahun 2019 sebelum pandemi Covid-19. Bahkan utang menjadi sumber utama pembiayaan pemerintah ketika pandemi terjadi.
"Porsi utang yang sudah di atas 30% dan tingkat imbal hasil/bunga yang tidak efisien dan memberatkan. Bahkan dibandingkan dengan negara tetangga ASEAN. Jumlah utang yang terus membesar pada akhirnya rakyat Indonesia yang harus menanggung beban dengan kenaikan dan penambahan jenis pajak. Hal ini terjadi karena pemerintah tidak memiliki inovasi kebijakan fiskal,” sebut anggota Komisi I DPR RI ini.
Baca juga:Keponakan Osama bin Laden Protes Pertemuan Biden-Putin, Angkat Poster 'Trump Menang "
Menurut data Menteri Keuangan, utang pemerintah per akhir April 2021 telah mencapai Rp6.527,29 triliun. Utang melonjak 26% atau Rp1.355 triliun dibandingkan periode yang sama tahun 2020 sebesar Rp5.172,48 triliun. Akibatnya rasio utang pemerintah pun mencapai 41,18% terhadap PDB.
Sukamta juga menyoroti kenaikan utang dan jumlahnya yang besar ternyata tidak berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Ekonomi Indonesia pada kuartal I-2021 masih resesi, hanya tumbuh negatif 0,74%. Padahal anggaran pemulihan ekonomi sangat besar.
Realisasi anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 hingga 21 Mei 2021 sebesar Rp183,98 triliun, atau sebesar 26,3% dari total pagu anggaran Rp699 triliun. Namun sebagian besar anggaran dipergunakan untuk membayar utang, belanja konsumtif rutin pemerintah, yaitu pegawai dan barang. Sedangkan belanja modal rendah.
"Akibatnya pertumbuhan ekonomi dan pendapatan negara tumbuh lambat,” katanya.
Menurut Sukamta, utang pemerintah terus meningkat secara jumlah dan rasio terhadap PDB, sejak tahun 2015 hingga tahun 2019 sebelum pandemi Covid-19. Bahkan utang menjadi sumber utama pembiayaan pemerintah ketika pandemi terjadi.
"Porsi utang yang sudah di atas 30% dan tingkat imbal hasil/bunga yang tidak efisien dan memberatkan. Bahkan dibandingkan dengan negara tetangga ASEAN. Jumlah utang yang terus membesar pada akhirnya rakyat Indonesia yang harus menanggung beban dengan kenaikan dan penambahan jenis pajak. Hal ini terjadi karena pemerintah tidak memiliki inovasi kebijakan fiskal,” sebut anggota Komisi I DPR RI ini.
Baca juga:Keponakan Osama bin Laden Protes Pertemuan Biden-Putin, Angkat Poster 'Trump Menang "
Menurut data Menteri Keuangan, utang pemerintah per akhir April 2021 telah mencapai Rp6.527,29 triliun. Utang melonjak 26% atau Rp1.355 triliun dibandingkan periode yang sama tahun 2020 sebesar Rp5.172,48 triliun. Akibatnya rasio utang pemerintah pun mencapai 41,18% terhadap PDB.
Sukamta juga menyoroti kenaikan utang dan jumlahnya yang besar ternyata tidak berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Ekonomi Indonesia pada kuartal I-2021 masih resesi, hanya tumbuh negatif 0,74%. Padahal anggaran pemulihan ekonomi sangat besar.
Realisasi anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 hingga 21 Mei 2021 sebesar Rp183,98 triliun, atau sebesar 26,3% dari total pagu anggaran Rp699 triliun. Namun sebagian besar anggaran dipergunakan untuk membayar utang, belanja konsumtif rutin pemerintah, yaitu pegawai dan barang. Sedangkan belanja modal rendah.
"Akibatnya pertumbuhan ekonomi dan pendapatan negara tumbuh lambat,” katanya.
tulis komentar anda