Indikator Ekonomi Stabil, BI Diramal Tahan Suku Bunga Acuan
Selasa, 21 September 2021 - 10:32 WIB
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan mempertahankan tingkat suku bunga acuan nya di level 3,5% pada RDG BI bulan ini, mempertimbangkan bahwa indikator ekonomi cenderung stabil. Dimana tingkat inflasi masih relatif terjaga <2% dan nilai tukar rupiah juga cenderung stabil di kisaran Rp14.200-Rp14.300 per USD sejak awal bulan September.
Ekonom Bank Permata, Josua Pardede mengatakan, sementara bila dilihat dari kondisi tapering Fed pada tahun 2013, dampak tapering cenderung menekan Rupiah dan pasar SBN (Surat Berharga Negara). Terutama pada saat setelah pengumuman tapering, serta periode akhir dari tapering hingga kenaikan suku bunga yang pertama.
"Sementara, dalam 1-2 bulan terakhir, Fed sudah memberi sinyal bahwa akan memulai melakukan tapering pada akhir tahun ini, dan reaksi pelaku pasar keuangan pun cenderung tidak berlebihan karena kebijakan tapering belum tentu akan dilanjutkan dengan kenaikan suku bunga Fed, seperti yang terjadi pada tahun 2013 ketika taper tantrum," kata Josua di Jakarta, Selasa (21/9/2021).
Sementara itu dari sisi domestik, inflasi mulai mengalami peningkatan secara gradual sejalan dengan kembalinya daya beli masyarakat. Namun hingga saat ini, tingkat inflasi masih di bawah target dari BI.
Dengan kondisi global dan domestik tersebut, BI berpotensi untuk mempertahankan suku bunga acuan hingga akhir tahun ini dan diperkirakan juga akan melakukan tapering kebijakan Quantitative Easingnya pada tahun depan merespon dan mengimbangi langkah kebijakan tapering Fed.
"Setelah itu, BI baru akan mulai mempertimbangkan kenaikan suku bunga acuannya paling cepat di akhir tahun 2022 dan akan sangat tergantung pada tren inflasi domestik kedepannya," katanya.
Dengan kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang resilient dan stabil, ditopang oleh cadangan devisa yang solid sebagai first line of defence, maka diperkirakan akan tetap menjaga iklim investasi baik di portfolio investment dan FDI. Sehingga akan dapat mendukung stabilitas nilai tukar rupiah dan pasar keuangan domestik di tengah proses normalisasi kebijakan moneter AS.
Ekonom Bank Permata, Josua Pardede mengatakan, sementara bila dilihat dari kondisi tapering Fed pada tahun 2013, dampak tapering cenderung menekan Rupiah dan pasar SBN (Surat Berharga Negara). Terutama pada saat setelah pengumuman tapering, serta periode akhir dari tapering hingga kenaikan suku bunga yang pertama.
"Sementara, dalam 1-2 bulan terakhir, Fed sudah memberi sinyal bahwa akan memulai melakukan tapering pada akhir tahun ini, dan reaksi pelaku pasar keuangan pun cenderung tidak berlebihan karena kebijakan tapering belum tentu akan dilanjutkan dengan kenaikan suku bunga Fed, seperti yang terjadi pada tahun 2013 ketika taper tantrum," kata Josua di Jakarta, Selasa (21/9/2021).
Sementara itu dari sisi domestik, inflasi mulai mengalami peningkatan secara gradual sejalan dengan kembalinya daya beli masyarakat. Namun hingga saat ini, tingkat inflasi masih di bawah target dari BI.
Dengan kondisi global dan domestik tersebut, BI berpotensi untuk mempertahankan suku bunga acuan hingga akhir tahun ini dan diperkirakan juga akan melakukan tapering kebijakan Quantitative Easingnya pada tahun depan merespon dan mengimbangi langkah kebijakan tapering Fed.
"Setelah itu, BI baru akan mulai mempertimbangkan kenaikan suku bunga acuannya paling cepat di akhir tahun 2022 dan akan sangat tergantung pada tren inflasi domestik kedepannya," katanya.
Dengan kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang resilient dan stabil, ditopang oleh cadangan devisa yang solid sebagai first line of defence, maka diperkirakan akan tetap menjaga iklim investasi baik di portfolio investment dan FDI. Sehingga akan dapat mendukung stabilitas nilai tukar rupiah dan pasar keuangan domestik di tengah proses normalisasi kebijakan moneter AS.
(akr)
Lihat Juga :
tulis komentar anda