Serangan Siber Sebabkan Kerugian Rp1.433 Triliun, Awas Bank Digital !
Kamis, 13 Januari 2022 - 20:14 WIB
JAKARTA - Di tengah proyeksi kenaikan ekonomi dan keuangan digital , ancaman serangan siber berpotensi menimbulkan risiko besar bagi bisnis perbankan digital di beberapa tahun mendatang.
Berdasarkan data International Monetary Fund (IMF) tahun 2020, estimasi total kerugian rata-rata tahunan yang dialami sektor jasa keuangan secara global yang disebabkan oleh serangan siber yaitu senilai USD100 miliar atau lebih dari Rp 1.433 triliun.
Direktur Penelitian, Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mohamad Miftah menyatakan, industri keuangan atau perbankan merupakan sektor yang menjadi peringkat pertama atau paling banyak mendapatkan serangan siber.
"Serangan siber tentunya akan mencari keuntungan. Serangan siber di Indonesia hingga September 2021 sudah meningkat hampir 2 kali lipat dari tahun 2020," kata Miftah dalam webinar When Security Becomes a High Priorityā€¯ .
Kata Miftah, sebenarnya OJK sudah memiliki regulasi keamanan siber. Untuk bank umum, ada empat pilar utama yang harus dilakukan. Pertama, melakukan pengawasan aktif direksi dan dewan komisaris.
Kedua, kecukupan kebijakan, standar, dan prosedur penggunaan. Ketiga, proses manajemen risiko terkait TI. Keempat, sistem pengendalian dan audit intern atas penyelenggaraan TI.
Sementara untuk Bank Perkreditan Rakyat (BPR), OJK juga sudah mengeluarkan regulasi yang berkaitan dengan keamanan siber. Mulai dari ruang lingkup penyelenggaraan teknologi informasi, wewenang dan tanggung jawab terkait penyelenggaraan teknologi informasi.
Lalu, kebijakan dan prosedur penyelenggaraan teknologi informasi, penyelenggaraan teknologi informasi bekerja sama dengan penyedia jasa, pengamanan penyelenggaraan teknologi informasi termasuk kerahasiaan data pribadi nasabah, dan fungsi audit intern penyelenggaraan teknologi informasi.
Berdasarkan data International Monetary Fund (IMF) tahun 2020, estimasi total kerugian rata-rata tahunan yang dialami sektor jasa keuangan secara global yang disebabkan oleh serangan siber yaitu senilai USD100 miliar atau lebih dari Rp 1.433 triliun.
Direktur Penelitian, Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mohamad Miftah menyatakan, industri keuangan atau perbankan merupakan sektor yang menjadi peringkat pertama atau paling banyak mendapatkan serangan siber.
"Serangan siber tentunya akan mencari keuntungan. Serangan siber di Indonesia hingga September 2021 sudah meningkat hampir 2 kali lipat dari tahun 2020," kata Miftah dalam webinar When Security Becomes a High Priorityā€¯ .
Kata Miftah, sebenarnya OJK sudah memiliki regulasi keamanan siber. Untuk bank umum, ada empat pilar utama yang harus dilakukan. Pertama, melakukan pengawasan aktif direksi dan dewan komisaris.
Kedua, kecukupan kebijakan, standar, dan prosedur penggunaan. Ketiga, proses manajemen risiko terkait TI. Keempat, sistem pengendalian dan audit intern atas penyelenggaraan TI.
Sementara untuk Bank Perkreditan Rakyat (BPR), OJK juga sudah mengeluarkan regulasi yang berkaitan dengan keamanan siber. Mulai dari ruang lingkup penyelenggaraan teknologi informasi, wewenang dan tanggung jawab terkait penyelenggaraan teknologi informasi.
Lalu, kebijakan dan prosedur penyelenggaraan teknologi informasi, penyelenggaraan teknologi informasi bekerja sama dengan penyedia jasa, pengamanan penyelenggaraan teknologi informasi termasuk kerahasiaan data pribadi nasabah, dan fungsi audit intern penyelenggaraan teknologi informasi.
Lihat Juga :
tulis komentar anda