Kantongi Rp1,1 Triliun, Sri Mulyani Kembali Ajak Wajib Pajak Manfaatkan Tax Amnesty Jilid II
Senin, 07 Februari 2022 - 13:32 WIB
JAKARTA - Menteri Keuangan atau Menkeu Sri Mulyani Indrawati kembali mengajak Wajib Pajak (WP) untuk memanfaatkan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau Tax Amnesty Jilid II sebagaimana yang ada dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Program yang diberlakukan mulai 1 Januari hingga 30 Juni 2022 ini memberikan kesempatan bagi WP untuk melaporkan atau mengungkapkan kewajiban perpajakannya yang belum dipenuhi secara sukarela.Kebijakan PPS dibagi menjadi dua. Pertama diperuntukkan bagi peserta yang belum mengungkapkan harta yang diperoleh sebelum Desember 2015.
“Ada WP yang belum mengikuti tax amnesty yang pertama itu, sekarang kami memberikan kesempatan sekali lagi. Ini yang disebut PPS kebijakan satu,” ungkap Sri dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (7/2/2022).
Kebijakan I Tax Amnesty Jilid II meliputi pengenaan tarif PPh Final 11% bagi harta di luar negeri yang tidak direpatriasi, 8% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri, dan 6% bagi harta diluar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri serta diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) atau hilirisasi Sumber Daya Alam/Energi Terbarukan.
Selanjutnya, kebijakan II PPS diperuntukkan bagi WP yang belum mengungkapkan harta yang diperoleh dari 2016 sampai dengan 2020 dalam SPT Tahunan 2020. Adapun pengenaan tarif PPh Final yaitu 18% bagi harta di luar negeri yang tidak direpatriasi, 14% harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri, serta 12% harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri, serta diinvetasikan dalam SBN atau hilirisasi SDA/Energi Terbarukan.
“Kebijakan ini adalah kebijakan yang disebut lagi-lagi kesempatan untuk mengungkap secara sukarela agar kepatuhan menjadi makin tertib, makin baik,” tandasnya.
Sri Mulyani mengingatkan, kerja sama internasional dalam bidang perpajakan semakin erat sejak tahun 2016. Selain Automatic Exchange of Information (AEOI), di dalam G20 juga disepakati Global Taxation Principle yang membuat warga negara di negara manapun akan semakin sulit untuk menghindari pajak.
“Saya berharap tentu kesempatan ini bisa digunakan oleh WP pribadi maupun badan,” kata mantan Direktur Bank Dunia itu.
Program yang diberlakukan mulai 1 Januari hingga 30 Juni 2022 ini memberikan kesempatan bagi WP untuk melaporkan atau mengungkapkan kewajiban perpajakannya yang belum dipenuhi secara sukarela.Kebijakan PPS dibagi menjadi dua. Pertama diperuntukkan bagi peserta yang belum mengungkapkan harta yang diperoleh sebelum Desember 2015.
“Ada WP yang belum mengikuti tax amnesty yang pertama itu, sekarang kami memberikan kesempatan sekali lagi. Ini yang disebut PPS kebijakan satu,” ungkap Sri dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (7/2/2022).
Kebijakan I Tax Amnesty Jilid II meliputi pengenaan tarif PPh Final 11% bagi harta di luar negeri yang tidak direpatriasi, 8% untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri, dan 6% bagi harta diluar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri serta diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) atau hilirisasi Sumber Daya Alam/Energi Terbarukan.
Selanjutnya, kebijakan II PPS diperuntukkan bagi WP yang belum mengungkapkan harta yang diperoleh dari 2016 sampai dengan 2020 dalam SPT Tahunan 2020. Adapun pengenaan tarif PPh Final yaitu 18% bagi harta di luar negeri yang tidak direpatriasi, 14% harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri, serta 12% harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri, serta diinvetasikan dalam SBN atau hilirisasi SDA/Energi Terbarukan.
“Kebijakan ini adalah kebijakan yang disebut lagi-lagi kesempatan untuk mengungkap secara sukarela agar kepatuhan menjadi makin tertib, makin baik,” tandasnya.
Sri Mulyani mengingatkan, kerja sama internasional dalam bidang perpajakan semakin erat sejak tahun 2016. Selain Automatic Exchange of Information (AEOI), di dalam G20 juga disepakati Global Taxation Principle yang membuat warga negara di negara manapun akan semakin sulit untuk menghindari pajak.
“Saya berharap tentu kesempatan ini bisa digunakan oleh WP pribadi maupun badan,” kata mantan Direktur Bank Dunia itu.
tulis komentar anda