Kebocoran Subsidi Tidak Tertangani, Menaikkan Harga BBM Menjadi Solusi?
Minggu, 28 Agustus 2022 - 17:24 WIB
JAKARTA - Pemerintah sudah memberikan sinyal kenaikan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) karena dianggap sangat membebankan APBN. Bahkan akumulasi hitungan subsidi energi mencapai kurang lebih Rp500 triliun menjadi dalil untuk pentingnya menaikan harga BBM saat ini.
Padahal menurut Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menerangkan, akumulasi nilai subsidi tersebut terdiri dari dana kompensasi PLN Pertamina, dana subsidi LPG3 kg, subsidi listrik dan BBM.
"Sepanjang Januari ke Juli 2022, serapan subsidi energi kan baru Rp88,7 triliun berdasarkan data APBN Kita," ujar Bhima kepada MNC Portal, Minggu (28/8/2022).
Disamping itu menurut Bhima, masih masih banyak subsidi BBM yang tidak tepat sasaran, banyak subsidi BBM yang justru dinikmati oleh industri skala besar yang saat ini belum dan masih jarang pembatasannya.
"Pemerintah bisa lakukan revisi aturan untuk hentikan kebocoran solar subsidi yang dinikmati oleh industri skala besar, pertambangan dan perkebunan besar," lanjut Bhima.
Adapun harga solar subsidi Rp5.150/liter padahal harga keekonomian solar harusnya di Rp 13.950. Jadi bedanya antara harga sebenarnya di luar harga berlaku sebesar Rp8.300 per liter.
"Dengan tutup kebocoran solar, bisa hemat pengeluaran subsidi karena 93% konsumsi solar adalah jenis subsidi," kata Bhima.
Sehingga menurutnya, yang paling penting Menurut Bhima adalah pembatasan dan evaluasi terhadap subsidi yang sudah diberikan, bukan justru menaikan harganya. Karena kalau harganya naik, maka yang terdampak pada akhirnya adalah masyarakat.
"Kalau harga naik, yang tidak punya kendaraan ikut terdampak. Atur dulu kebocoran solar subsidi di truk yang angkut hasil tambang dan sawit, daripada melakukan kenaikan harga dan pembatasan untuk jenis Pertalite," pungkasnya.
Padahal menurut Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menerangkan, akumulasi nilai subsidi tersebut terdiri dari dana kompensasi PLN Pertamina, dana subsidi LPG3 kg, subsidi listrik dan BBM.
"Sepanjang Januari ke Juli 2022, serapan subsidi energi kan baru Rp88,7 triliun berdasarkan data APBN Kita," ujar Bhima kepada MNC Portal, Minggu (28/8/2022).
Disamping itu menurut Bhima, masih masih banyak subsidi BBM yang tidak tepat sasaran, banyak subsidi BBM yang justru dinikmati oleh industri skala besar yang saat ini belum dan masih jarang pembatasannya.
"Pemerintah bisa lakukan revisi aturan untuk hentikan kebocoran solar subsidi yang dinikmati oleh industri skala besar, pertambangan dan perkebunan besar," lanjut Bhima.
Adapun harga solar subsidi Rp5.150/liter padahal harga keekonomian solar harusnya di Rp 13.950. Jadi bedanya antara harga sebenarnya di luar harga berlaku sebesar Rp8.300 per liter.
"Dengan tutup kebocoran solar, bisa hemat pengeluaran subsidi karena 93% konsumsi solar adalah jenis subsidi," kata Bhima.
Sehingga menurutnya, yang paling penting Menurut Bhima adalah pembatasan dan evaluasi terhadap subsidi yang sudah diberikan, bukan justru menaikan harganya. Karena kalau harganya naik, maka yang terdampak pada akhirnya adalah masyarakat.
"Kalau harga naik, yang tidak punya kendaraan ikut terdampak. Atur dulu kebocoran solar subsidi di truk yang angkut hasil tambang dan sawit, daripada melakukan kenaikan harga dan pembatasan untuk jenis Pertalite," pungkasnya.
(akr)
tulis komentar anda