More DIGITAL, More SPIRITUAL
Sabtu, 04 Juli 2020 - 08:33 WIB
Yuswohady
Managing Partner Inventure
Setahun lalu saya membuat prediksi mengenai pasar muslim dengan memperkenalkan istilah “Muslim 4.0”: bahwa konsumen muslim akan semakin digital dan semakin spiritual. Rupanya Covid-19 mempercepat pembentukan Muslim 4.0. Covid-19 telah menjadi katalis terwujudnya Muslim 4.0.
Lengkapnya, pembentukan Muslim 4.0 ini mencakup tiga pergeseran besar konsumen muslim (“Muslim MEGASHIFTS“) yaitu: go DIGITAL, go SPIRITUAL, dan go EMPATHIC.
#1. DIGITAL: Dengan adanya social distancing, maka kaum muslim dipaksa berbelanja secara digital, bekerja secara digital, beribadah secara digital, bersedekah secara digital, dan berbisnis secara digital. Semua serba digital. (Baca: Habiskan Triliunan Rupiah, Lahan Gambut Akan Disulap Jadi Food Estate)
#2. SPIRITUAL: Kaum muslim melihat bencana Covid-19 sebagai bentuk cobaan dan “hukuman” terhadap tingkah laku dan dosa yang diperbuat oleh manusia. Ketidakjujuran, keserakahan, korupsi, bisnis tak beretika, eksploitasi bumi, hingga pencemaran lingkungan. Karena itu, bagi kaum muslim bencana ini justru semakin mendekatkan diri kepada-NYA.
#3. EMPATHIC: Dalam beberapa minggu dan bulan ke depan kita akan menyaksikan banyak perusahaan dan rumah tangga bangkrut, gelombang PHK dan pengangguran di mana-mana, dan jumlah kaum duafa melonjak. Kondisi ini menciptakan empati, kepedulian, welas asih, solidaritas, dan kesetiakawanan sosial: empathic society.
Tiga muslim MEGASHIFT ini menuntut bisnis tidak lagi dikelola seperti sebelumnya. Cara berbisnis harus direorientasi dan diredefinisi. Karena itu, Covid-19 adalah great corrector terhadap praktik bisnis tidak benar selama ini. Pandemi mengingatkan kepada kita bahwa ada “something wrong” dari apa yang telah berjalan mapan selama ini. (Baca juga: Erick Thohir: Jiwasraya Sudah Kronis, Sulit Diselamatkan)
Yaitu praktik bisnis buruk yang bersumber pada paham kapitalisme membabi buta: fokus hanya pada SHAREHOLDER VALUE dengan mendewakan profit dan kapitalisasi pasar; rakus dan hanya mementingkan duniawi; sarat tipu daya dan ketidakjujuran; terlalu mengeksploitasi alam dan buruh; dan bisnis yang membutakan diri terhadap persoalan sosial dan umat.
Managing Partner Inventure
Setahun lalu saya membuat prediksi mengenai pasar muslim dengan memperkenalkan istilah “Muslim 4.0”: bahwa konsumen muslim akan semakin digital dan semakin spiritual. Rupanya Covid-19 mempercepat pembentukan Muslim 4.0. Covid-19 telah menjadi katalis terwujudnya Muslim 4.0.
Lengkapnya, pembentukan Muslim 4.0 ini mencakup tiga pergeseran besar konsumen muslim (“Muslim MEGASHIFTS“) yaitu: go DIGITAL, go SPIRITUAL, dan go EMPATHIC.
#1. DIGITAL: Dengan adanya social distancing, maka kaum muslim dipaksa berbelanja secara digital, bekerja secara digital, beribadah secara digital, bersedekah secara digital, dan berbisnis secara digital. Semua serba digital. (Baca: Habiskan Triliunan Rupiah, Lahan Gambut Akan Disulap Jadi Food Estate)
#2. SPIRITUAL: Kaum muslim melihat bencana Covid-19 sebagai bentuk cobaan dan “hukuman” terhadap tingkah laku dan dosa yang diperbuat oleh manusia. Ketidakjujuran, keserakahan, korupsi, bisnis tak beretika, eksploitasi bumi, hingga pencemaran lingkungan. Karena itu, bagi kaum muslim bencana ini justru semakin mendekatkan diri kepada-NYA.
#3. EMPATHIC: Dalam beberapa minggu dan bulan ke depan kita akan menyaksikan banyak perusahaan dan rumah tangga bangkrut, gelombang PHK dan pengangguran di mana-mana, dan jumlah kaum duafa melonjak. Kondisi ini menciptakan empati, kepedulian, welas asih, solidaritas, dan kesetiakawanan sosial: empathic society.
Tiga muslim MEGASHIFT ini menuntut bisnis tidak lagi dikelola seperti sebelumnya. Cara berbisnis harus direorientasi dan diredefinisi. Karena itu, Covid-19 adalah great corrector terhadap praktik bisnis tidak benar selama ini. Pandemi mengingatkan kepada kita bahwa ada “something wrong” dari apa yang telah berjalan mapan selama ini. (Baca juga: Erick Thohir: Jiwasraya Sudah Kronis, Sulit Diselamatkan)
Yaitu praktik bisnis buruk yang bersumber pada paham kapitalisme membabi buta: fokus hanya pada SHAREHOLDER VALUE dengan mendewakan profit dan kapitalisasi pasar; rakus dan hanya mementingkan duniawi; sarat tipu daya dan ketidakjujuran; terlalu mengeksploitasi alam dan buruh; dan bisnis yang membutakan diri terhadap persoalan sosial dan umat.
tulis komentar anda