Pemerintah Diminta Siapkan Industri Turunan Sebelum Hentikan Ekspor Tembaga Mentah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah terus mengkaji rencana pelarangan ekspor konsentrat tembaga yang dicanangkan Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) beberapa waktu lalu. Rencananya, penghentian ekspor tembaga diberlakukan pada Juni mendatang.
Menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad, ada dua faktor yang harus diperhatikan pemerintah sebelum menetapkan kebijakan larangan ekspor tembaga mentah. Yang pertama adalah soal kesiapan industri turunan untuk mewujudkan cita-cita hilirisasi yang dicanangkan pemerintah.
"Jadi sudah siap atau belum industri turunannya terkait hilirisasi. Jangan sampai kebijakan ini diputuskan, tetapi (turunan industrinya) belum ada atau belum siap. Kalau belum siap, akan terjadi goncangan, terjadi kekosongan. Nah, ini yang harus disiapkan," jelas Ahmad, dalam keterangannya dikutip Rabu (8/3/2023).
Kedua adalah dari sisi investor. Ahmad menambahkan, jangan sampai pemberhentian ekspor tembaga mentah menimbukan kerugian untuk Indonesia.
"Kalau kita larang ekspornya, nanti negara lain yang mengambil posisi kita. Itu akan jadi tantangan buat kita sendiri. Jadi hitung-hitungannya harus benar terkait pemberhentian ekspor tembaga mentah itu," kata Tauhid.
Ketika sudah mempertimbangkan dua hal itu secara matang pada saat memberlakukan kebijakan pelarangan ekspor konsentrat tembaga, maka tujuan awal yang ditargetkan pemerintah akan tercapai dengan baik.
"Harus ada kesiapan hilirisasi, sehingga harus dilihat dulu apakah ada yang mau investasi industri turunan. Jangan sampai tidak ada yang masuk investornya, investasi jadi tak bergerak, ekspor tidak dapat, itu justru akan kontraproduktif," tutur dia.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara (Minerba) Irwandy Arif mengatakan, pemerintah sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan pelarangan ekspor mineral mentah, terutama komoditas tembaga.
Irwandy mengatakan untuk komoditas tembaga saat ini masih dalam proses pertimbangan para pemangku kepentingan. Namun Irawandy menegaskan, penghentian ekspor mineral mentah sudah tertuang dalam UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara
"Memang semuanya masih proses, belum tahu bagaimana mengenai konsentrat tembaga, yang pasti bauksit dilarang Juni (2023)," ungkap Irwandy.
Seperti diketahui, saat ini terdapat dua smelter tembaga yang masih dalam tahap konstruksi. Pertama, smelter PT Amman Mineral Nusa Tenggara di Wilayah Pertambangan Batu Hijau di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), diproyeksikan beroperasi di akhir tahun 2024 dengan kapasitas input sebesar 900.000 ton. Lalu smelter milik PT Freeport Indonesia yang memiliki kapasitas pengolahan konsentrat tembaga sebesar 1,7 juta ton per tahun.
Dua smelter ini akan melengkapi dua smelter yang telah lebih dulu beroperasi. Sebelumnya telah ada smelter milik PT Smelting di Gresik, Jawa Timur serta Smelter Batutua. Sementara produksi tahunan konsentrat tembaga yang mencapai 4 juta ton per tahun tak bisa diserap keseluruhan mengingat volume kapasitas smelter nasional hanya berada di angka 1,3 juta ton dari dua unit smelter ini.
Menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad, ada dua faktor yang harus diperhatikan pemerintah sebelum menetapkan kebijakan larangan ekspor tembaga mentah. Yang pertama adalah soal kesiapan industri turunan untuk mewujudkan cita-cita hilirisasi yang dicanangkan pemerintah.
"Jadi sudah siap atau belum industri turunannya terkait hilirisasi. Jangan sampai kebijakan ini diputuskan, tetapi (turunan industrinya) belum ada atau belum siap. Kalau belum siap, akan terjadi goncangan, terjadi kekosongan. Nah, ini yang harus disiapkan," jelas Ahmad, dalam keterangannya dikutip Rabu (8/3/2023).
Kedua adalah dari sisi investor. Ahmad menambahkan, jangan sampai pemberhentian ekspor tembaga mentah menimbukan kerugian untuk Indonesia.
"Kalau kita larang ekspornya, nanti negara lain yang mengambil posisi kita. Itu akan jadi tantangan buat kita sendiri. Jadi hitung-hitungannya harus benar terkait pemberhentian ekspor tembaga mentah itu," kata Tauhid.
Ketika sudah mempertimbangkan dua hal itu secara matang pada saat memberlakukan kebijakan pelarangan ekspor konsentrat tembaga, maka tujuan awal yang ditargetkan pemerintah akan tercapai dengan baik.
"Harus ada kesiapan hilirisasi, sehingga harus dilihat dulu apakah ada yang mau investasi industri turunan. Jangan sampai tidak ada yang masuk investornya, investasi jadi tak bergerak, ekspor tidak dapat, itu justru akan kontraproduktif," tutur dia.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara (Minerba) Irwandy Arif mengatakan, pemerintah sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan pelarangan ekspor mineral mentah, terutama komoditas tembaga.
Irwandy mengatakan untuk komoditas tembaga saat ini masih dalam proses pertimbangan para pemangku kepentingan. Namun Irawandy menegaskan, penghentian ekspor mineral mentah sudah tertuang dalam UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara
"Memang semuanya masih proses, belum tahu bagaimana mengenai konsentrat tembaga, yang pasti bauksit dilarang Juni (2023)," ungkap Irwandy.
Seperti diketahui, saat ini terdapat dua smelter tembaga yang masih dalam tahap konstruksi. Pertama, smelter PT Amman Mineral Nusa Tenggara di Wilayah Pertambangan Batu Hijau di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), diproyeksikan beroperasi di akhir tahun 2024 dengan kapasitas input sebesar 900.000 ton. Lalu smelter milik PT Freeport Indonesia yang memiliki kapasitas pengolahan konsentrat tembaga sebesar 1,7 juta ton per tahun.
Baca Juga
Dua smelter ini akan melengkapi dua smelter yang telah lebih dulu beroperasi. Sebelumnya telah ada smelter milik PT Smelting di Gresik, Jawa Timur serta Smelter Batutua. Sementara produksi tahunan konsentrat tembaga yang mencapai 4 juta ton per tahun tak bisa diserap keseluruhan mengingat volume kapasitas smelter nasional hanya berada di angka 1,3 juta ton dari dua unit smelter ini.
(uka)