Mencari Restu Impor KRL Bekas Jepang Berujung Gagal, Bagaimana Selanjutnya?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengajuan rencana impor Kereta Rel Listrik ( KRL ) bekas dari Jepang oleh PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) tidak mendapatkan restu dari pemerintah. Hal itu setelah dilakukan review oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait impor KRL.
Menanggapi hal tersebut, Kementerian Perhubungan ( Kemenhub ) berupaya untuk mencari solusi guna mendapatkan hasil yang baik atas polemik Impor KRL bekas dari Jepang. Juru Bicara Kemenhub, Adita Irawati mengungkapkan, pihaknya akan mendiskusikan lebih lanjut dengan berbagai pihak terkait terkait review BPKP.
"Sehubungan dengan telah keluarnya hasil kajian BPKP terkait impor sarana KRL bukan baru oleh PT KCI, yang menyebutkan bahwa rencana impor kereta tidak memenuhi kriteria, Kementerian Perhubungan mendukung usulan Komisi V DPR RI untuk menindaklanjuti temuan BPKP tersebut," kata Adita kepada MNC Portal, Kamis (6/4/2023).
Adita menjelaskan, bahwa sebelumnya Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) telah menyampaikan rekomendasi teknis terkait peremajaan sarana KRL Jabodetabek melalui surat yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Perkeretaapian dengan tanggal 19 Desember 2022.
Dia mengatakan, sesuai dengan rekomendasi teknis tersebut, Kementerian Perhubungan mendukung upaya PT Kereta Commuter Indonesia dalam menggunakan sarana KRL produksi dalam negeri melalui penandatanganan MoU terkait pemesanan sarana baru dengan PT INKA.
"Di sisi lain, terdapat kebutuhan mendesak untuk melakukan peremajaan sarana KRL yang sudah akan memasuki masa pensiun, sehingga ada keinginan PT. Kereta Commuter Indonesia melakukan pembelian sarana bukan baru," katanya.
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) tidak merekomendasikan opsi impor KRL bekas dari Jepang sebagaimana permintaan PT KCI.
“Saat ini tidak direkomendasikan untuk melakukan impor ini,” kata Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves, Septian Hario Seto dalam konferensi pers, di Jakarta, Kamis (6/4).
Keputusan tersebut berdasarkan hasil audit impor kereta rel listrik (KRL) bekas Jepang oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Seto menjelaskan bahwa terdapat ada 4 hal yang menjadi kesimpulan dari hasil review yang dilakukan oleh BPKP. Pertama yakni rencana impor KRL bekas dari Jepang tidak mendukung pengembangan industri perkeretaapian nasional. Hal itu sesuai Peraturan Menteri Perhubungan No.175 tahun 2015 tentang standar spesifikasi teknis kereceta kecepatan normal dengan penggerak sendiri termasuk KRL harus spekiskasi teknis salah satunya adalah mengutamakan produk dalam negeri.
Dia juga menerangkan, bahwa Kementerian Perdagangan telah menanggapi terkait dengan impor KRL dalam keadaan tidak baru yang menyatakan bahwa permohonan dispensasi ini tidak sapat dipertimbangkan karena fokus Pemerintah adalah pada peningkatan produksi dalam negeri dan substitusi impor melalui P3DN.
Kedua, KRL bukan baru yang akan diimpor dair Jepang tidak memenuhi kriteria sebagai barang modal bukan baru yang dapat diimpor sesuai PP 29 tahun 2021 dan Peraturan Menteri Perdagangan yang mengatur kebijakan dan Pengaturan Impor.
"Dalam PP tersebut menyatakan bahwa barang modal bukan baru yang eblum dapat dipenuhi dari sumber dalam negeri dalam rangka proses produksi industri untuk tujuan pegembangan ekspor, peningkatan daya saing, efisiensi usaha, pembangunan infrastruktur, dan/atau diekspor kembali," katanya.
Seto juga menambahkan, dalam review tersebut BPKP menjelaskan beberapa alasan teknik terkait dengan alasan impor yang diajukan oleh PT KCI ini kurang tepat. Hal tersebut karena karena ada beberapa unit sarana yang bisa dioptimalkan untuk penggunaannya.
Keempat yakni hasil BPKP menyatakan jumlah KRL yang beroperasi saat ini adalah 1.114 unit, tidak termasuk 48 unit yang diberhentikan dan 63 yang dikonversasi sementara.
"Overload memang terjadi pada jam-jam sibuk. Namun secara keseluruhan untuk okupansi 2023 itu adalah 62,75 persen, 2024 diperkirakan maaih 79 persen dan 2025 sebanyak 83 persen," katanya.
"BPKP juga membandingkan pada 2019, jumlah armada yang siap guna sebanyak 1.078 unit yang mampu melayani 336,3 juta penumpang. Sedangkan di 2023 ini dengan jumlah penumpang diperkirakan 273,6 juta penumpang dengan jumlah armada 1.114 unit. Jadi 2023 jumlah armada lebih banyak, tapi estimasi penumpangnya tetap jauh lebih sedikit dari 2019," tambahnya.
Menanggapi hal tersebut, Kementerian Perhubungan ( Kemenhub ) berupaya untuk mencari solusi guna mendapatkan hasil yang baik atas polemik Impor KRL bekas dari Jepang. Juru Bicara Kemenhub, Adita Irawati mengungkapkan, pihaknya akan mendiskusikan lebih lanjut dengan berbagai pihak terkait terkait review BPKP.
"Sehubungan dengan telah keluarnya hasil kajian BPKP terkait impor sarana KRL bukan baru oleh PT KCI, yang menyebutkan bahwa rencana impor kereta tidak memenuhi kriteria, Kementerian Perhubungan mendukung usulan Komisi V DPR RI untuk menindaklanjuti temuan BPKP tersebut," kata Adita kepada MNC Portal, Kamis (6/4/2023).
Adita menjelaskan, bahwa sebelumnya Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) telah menyampaikan rekomendasi teknis terkait peremajaan sarana KRL Jabodetabek melalui surat yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Perkeretaapian dengan tanggal 19 Desember 2022.
Dia mengatakan, sesuai dengan rekomendasi teknis tersebut, Kementerian Perhubungan mendukung upaya PT Kereta Commuter Indonesia dalam menggunakan sarana KRL produksi dalam negeri melalui penandatanganan MoU terkait pemesanan sarana baru dengan PT INKA.
"Di sisi lain, terdapat kebutuhan mendesak untuk melakukan peremajaan sarana KRL yang sudah akan memasuki masa pensiun, sehingga ada keinginan PT. Kereta Commuter Indonesia melakukan pembelian sarana bukan baru," katanya.
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) tidak merekomendasikan opsi impor KRL bekas dari Jepang sebagaimana permintaan PT KCI.
“Saat ini tidak direkomendasikan untuk melakukan impor ini,” kata Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves, Septian Hario Seto dalam konferensi pers, di Jakarta, Kamis (6/4).
Keputusan tersebut berdasarkan hasil audit impor kereta rel listrik (KRL) bekas Jepang oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Seto menjelaskan bahwa terdapat ada 4 hal yang menjadi kesimpulan dari hasil review yang dilakukan oleh BPKP. Pertama yakni rencana impor KRL bekas dari Jepang tidak mendukung pengembangan industri perkeretaapian nasional. Hal itu sesuai Peraturan Menteri Perhubungan No.175 tahun 2015 tentang standar spesifikasi teknis kereceta kecepatan normal dengan penggerak sendiri termasuk KRL harus spekiskasi teknis salah satunya adalah mengutamakan produk dalam negeri.
Dia juga menerangkan, bahwa Kementerian Perdagangan telah menanggapi terkait dengan impor KRL dalam keadaan tidak baru yang menyatakan bahwa permohonan dispensasi ini tidak sapat dipertimbangkan karena fokus Pemerintah adalah pada peningkatan produksi dalam negeri dan substitusi impor melalui P3DN.
Kedua, KRL bukan baru yang akan diimpor dair Jepang tidak memenuhi kriteria sebagai barang modal bukan baru yang dapat diimpor sesuai PP 29 tahun 2021 dan Peraturan Menteri Perdagangan yang mengatur kebijakan dan Pengaturan Impor.
"Dalam PP tersebut menyatakan bahwa barang modal bukan baru yang eblum dapat dipenuhi dari sumber dalam negeri dalam rangka proses produksi industri untuk tujuan pegembangan ekspor, peningkatan daya saing, efisiensi usaha, pembangunan infrastruktur, dan/atau diekspor kembali," katanya.
Seto juga menambahkan, dalam review tersebut BPKP menjelaskan beberapa alasan teknik terkait dengan alasan impor yang diajukan oleh PT KCI ini kurang tepat. Hal tersebut karena karena ada beberapa unit sarana yang bisa dioptimalkan untuk penggunaannya.
Keempat yakni hasil BPKP menyatakan jumlah KRL yang beroperasi saat ini adalah 1.114 unit, tidak termasuk 48 unit yang diberhentikan dan 63 yang dikonversasi sementara.
"Overload memang terjadi pada jam-jam sibuk. Namun secara keseluruhan untuk okupansi 2023 itu adalah 62,75 persen, 2024 diperkirakan maaih 79 persen dan 2025 sebanyak 83 persen," katanya.
"BPKP juga membandingkan pada 2019, jumlah armada yang siap guna sebanyak 1.078 unit yang mampu melayani 336,3 juta penumpang. Sedangkan di 2023 ini dengan jumlah penumpang diperkirakan 273,6 juta penumpang dengan jumlah armada 1.114 unit. Jadi 2023 jumlah armada lebih banyak, tapi estimasi penumpangnya tetap jauh lebih sedikit dari 2019," tambahnya.
(akr)