Mengukur GCG 1.0

Minggu, 13 November 2016 - 13:25 WIB
Mengukur GCG 1.0
Mengukur GCG 1.0
A A A
LUKAS SETIA ATMAJA
Financial Expert- rasetiya Mulya Business School,
Vice Chairman-Indonesian Institute for Corporate Directorship (IICD)

"YUO cannot manage what you cannot measure" - Peter Drucker (pakar manajemen). Apa yang dimaksud Peter Drucker adalah Anda tidak bisa tahu apakah Anda sukses kecuali jika sukses telah didefinisikan dan bisa dilacak.

Hal yang sama berlaku ketika kita membicarakan penerapan praktik-praktik tata kelola korporasi yang baik (good corporate governance/GCG). Dibutuhkan indikator atau alat ukur (scorecard) untuk menilai kualitas praktik GCG. Salah satu CG scorecard yang digunakan di negara ASEAN adalah ASEAN CG Scorecard (ACGS).

Lahirnya ACGS diawali dari pertemuan para menteri keuangan ASEAN pada 2009. Mereka mendukung Rencana Implementasi ASEAN Capital Market Forum untuk mempromosikan pengembangan pasar modal terintegrasi.

Inisiatif ini diambil dalam rangka mendukung Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Intinya, untuk menarik investor internasional berinvestasi di negara ASEAN, kualitas tata kelola korporasi di negara ASEAN harus ditingkatkan. Inisiatif tata kelola korporasi (CG) ASEAN oleh ACMF terdiri atas dua hal: penyusunan ACGS dan memeringkat tata kelola korporasi di negara ASEAN.

Hal ini dimulai awal 2011 dengan pendanaan dari Asian Development Bank (ADB). Sasaran dari inisiatif ini adalah meningkatkan standar dan praktik tata kelola korporasi publik yang terdaftar di bursa saham (publicly listed company/PLC). Upaya ini juga digunakan untuk mempromosikan korporasi ASEAN yang memiliki tata kelola baik kepada investor secara internasional.

Untuk menjadi objektivitas dan independensi metodologi, ACMF membentuk tim pakar tata kelola korporasi dari enam negara ASEAN (Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Vietnam). Pakar CG dipilih oleh otoritas jasa keuangan dari masingmasing negara.

Wakil Indonesia adalah Profesor Sidharta Utama dari Indonesian Institute for Corporate Directorship (IICD) dan Universitas Indonesia. Pengembangan ACG Scorecard didasari pada beberapa prinsip.

Misalnya, scorecard harus merefleksikan prinsip global dan praktik tata kelola yang baik secara internasional. Scorecard harus bisa mendorong korporasi untuk mengadopsi standar dan aspirasi yang lebih tinggi.

Scorecard juga harus bersifat komprehensif dan mampu mengidentifikasi perbedaan jarak (gap ) praktik CG antarkorporasi ASEAN dan menarik perhatian korporasi untuk meningkatkan praktik GCG. Scorecard juga memiliki quality assurance untuk memastikan independensi dan reliabilitas penilaian.

ACG Scorecard terdiri atas dua level. Level pertama memiliki total nilai 100 dan meliputi lima area prinsip-prinsip CG dari Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD). Lima area tersebut, pertama, hak-hak pemegang saham (rights of shareholders). Kedua, perlakukan yang sama untuk pemegang saham (equitable treatment of shareholders).

Ketiga, peran para pemangku kepentingan (role of stakeholders). Keempat, pengungkapan dan keterbukaan (disclosure and transparency), terakhir tanggung jawab dari dewan komisaris dan direksi (responsibilities of the board).

Masing-masing area memiliki persentase bobot yang berbeda. Bobot area A dan C masing-masing 10%, area B 15%. Sedangkan bobot area D dan E masing-masing 25% dan 40%. Level 1 dari ACG Scorecard juga berisi item pertanyaan yang mengindikasikan UU dan peraturan dari setiap anggota negara ASEAN.

Adapun level 2 dari ACG Scorecard terdiri atas bonus dan penalti. Item bonus merefleksikan praktik-praktik yang baik di atas yang distandarkan, sedangkan item penalty merefleksikan aksi dan peristiwa yang menunjukkan tata kelola yang buruk. Dengan sistem ini, sebuah korporasi bisa memperoleh nilai di atas 100.

Jumlah item pertanyaan pada dua level bisa dilihat pada gambar. Setiap pertanyaan memiliki jawaban ya, tidak, dan not applicable (NA). Untuk pertanyaan yang bersifat positif, jawaban ya diberi nilai satu dan jawaban tidak diberi nilai nol.

Untuk pertanyaan yang bersifat negatif, jawaban tidak justru yang mendapat nilai satu, sedangkan jawaban ya diberi nilai nol. Untuk pertanyaan yang dianggap tidak relevan untuk perusahaan tersebut, jawabannya NA dan pertanyaan tersebut dianggap tidak ada.

Misalnya, untuk item pertanyaan apakah perusahaan memiliki mengungkapkan jumlah fee bagi auditor eksternal. Jika perusahaan tidak mengungkapkan, dia mendapat nilai nol.

Di pertanyaan berikutnya, apakah fee untuk jasa auditing lebih besar dari fee untuk jasa non-auditing, perusahaan ini mendapat nilai NA (not applicable). Untuk setiap area, nilai tersebut dijumlahkan kemudian dibagi jumlah pertanyaan yang relevan dan dikalikan bobotnya.

Nilai dari masing-masing area dijumlahkan, lalu ditambahkan nilai bonus dan dikurangi nilai penalti untuk mendapatkan nilai akhir. Penilaian ACG Scorecard menggunakan informasi yang bisa diakses publik secara mudah. Maka itu, dia sangat bergantung pada informasi yang ada di laporan tahunan serta laman korporasi.

Sumber lain adalah AD/ART perusahaan, notulen RUPS, kebijakan tata kelola perusahaan, kode etik atau berperilaku, serta laporan berkelanjutan perusahaan. Dan, yang terpenting adalah informasi tersebut harus dalam bahasa Inggris sebagai bahasa internasional.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5405 seconds (0.1#10.140)