Industri Perbankan di Jatim Tumbuh Melambat

Jum'at, 07 Juli 2017 - 13:58 WIB
Industri Perbankan di Jatim Tumbuh Melambat
Industri Perbankan di Jatim Tumbuh Melambat
A A A
SURABAYA - Industri perbankan di Jawa Timur (Jatim) hingga April 2017 mengalami pertumbuhan yang melambat. Selama periode ini, total penghimpunan dana penghimpunan ketiga (DPK) mencapai Rp491 triliun, naik 7,85% dibanding akhir 2016 yang tercatat Rp456 triliun.

Sementara, total aset mencapai Rp606 triliun, naik7,76% dibanding akhir 2016 yang mencapai Rp563 triliun.

Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kantor Regional (KR) 4 Jatim, Soekamto mengatakan, pertumbuhan industri perbankan Jatim di awal 2017 lebih rendah dibanding rata-rata perbankan nasional yang mencapai 10%.

Rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan di Jatim sebesar 84,20%, juga lebih rendah dibanding LDR perbankan nasional yang sebesar 89,12%.

"Rasio LDR tersebut sebanding dengan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) perbankan di Jatim yang tercatat sebesar 3,06%, lebih rendah dibanding rasio NPL perbankan nasional yang sebesar 3,16%," jelasnya.

Dia menambahkan, penyaluran kredit sektor pengolahan dan perdagangan paling banyak berkontribusi terhadap rasio kredit macet. Pihaknya meminta perbankan fokus pada penyaluran kredit di sektor produktif, industri kreatif, dan pertanian.

Namun, risiko kredit macet, terutama sektor pertanian cukup tinggi karena pengaruh musim. "Secara keseluruhan, kami menargetkan pertumbuhan penyaluran kredit perbankan di Jatim sampai akhir 2017 sebesar 12%," katanya.

Sementara, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Kantor Wilayah (Kanwil) Surabaya selama tahun ini akan memfokuskan kucuran kredit ke sektor mikro, kecil dan menengah. Total kucuran kredit yang ditargetkan untuk ketiga sektor tersebut sekitar Rp20,9 triliun.

CEO PT BNI Tbk Kanwil Surabaya Slamet Djumantoro mengatakan, dari total target tersebut, sekitar Rp16,9 triliun untuk kredit komersial dan sekitar Rp4 triliun untuk kredit konsumer. Selama semester I/2017, realisasi kredit komersial sudah mencapai Rp14 triliun dan kredit konsumer Rp2 triliun.

"Kami targetkan hingga September mendatang target kucuran kredit sudah bisa kami capai," ucap dia.

Dalam mengucurkan kredit, bank pelat merah tersebut menerapkan prinsip kehati-hatian yang cukup tinggi. Terutama memetakan sektor-sektor usaha yang memiliki risiko kredit macet (non performing loan/NPL) tinggi.

Salah satu contohnya sektor perminyakan. Saat ini harga minyak dunia sedang turun. Namun, ada beberapa sektor yang NPL-nya rendah seperti sektor infrastruktur. "Untuk NPL, kami terus menekan serendah mungkin. Saat ini NPL kami masih di bawah 3%," ujar mantan CEO PT BNI Tbk Kanwil Makassar ini.

Di sisi lain, guna menggenjot DPK, Slamet akan menggandeng sejumlah instansi dan perusahaan. Salah satu yang sedang dibidik adalah rumah sakit dan perguruan tinggi (PT). Untuk rumah sakit misalnya, diharapkan bisa untuk pelayanan pembayaran gaji (payroll).

Begitu juga dengan perguruan tinggi. Selain payroll juga diharapkan pembayaran SPP mahasiswa melalui BNI. "Kami optimistis dengan situasi ekonomi yang ada, kinerja kami baik dari sisi kredit maupun DPK akan tetap meningkat," pungkas Slamet.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7310 seconds (0.1#10.140)