Sederet Fakta Ekonomi Israel Akibat Perang: Mesin Duit Utamanya Hancur
loading...
A
A
A
JAKARTA - Perang telah membuat perekonomian Israel babak belur. Sejak membombardir Palestina secara brutal dengan dalih memerangi Hamas, negara zionis itu sudah menambah utang sebesar USD7,8 miliar atau setara Rp120,9 triliun (kurs Rp15.500).
Tak cuma itu, banyak sendi-sendi perekonomian Isral yang juga terganggu, mulai dari lapangan pekerjaan hingga pariwisata. Disarikan dari berbagai sumber, berikut sederet fakta-fakta ekonomi Israel akibat perang:
1. Terbelit Utang
Sejak perang Israel telah menambah utang sebanyak Rp120,9 triliun. Lebih dari setengah utang tersebut merupakan utang dalam mata uang dolar yang ditarik dari pasar internasional. Perang telah meningkatkan pengeluaran Israel secara tajam untuk mendanai militer serta memberikan kompensasi kepada bisnis di dekat perbatasan dan keluarga korban serta sandera.
Pada saat yang sama, penerimaan pajak melambat. Akibatnya, Israel mencatat defisit anggaran sebesar 22,9 miliar shekel atau hampir USD6 miliar pada bulan Oktober, melonjak dari USD1,12 miliar pada bulan September dan meningkatkan defisit pada 12 bulan sebelumnya menjadi 2,6%.
Perang Gaza telah merugikan perekonomian Israel hampir USD8 miliar hingga saat ini, dengan kerugian tambahan sebesar USD260 juta setiap harinya.
2. Dunia Usaha Porak-poranda
Data Biro Pusat Statistik Israel mengungkapkan kenyataan yang suram, satu dari tiga bisnis telah tutup atau beroperasi dengan kapasitas 20% sejak Operasi Badai Al-Aqsa. Peristiwa itu telah mengikis kepercayaan nasional Israel.
Lebih dari separuh bisnis menghadapi kerugian karena pendapatan hilang lebih dari 50% persen. Wilayah selatan, yang paling dekat dengan Gaza, adalah yang paling terkena dampaknya, dengan dua pertiga bisnisnya tutup atau berfungsi “minimal”.
3. Pengangguran Membeludak
Kementerian Tenaga Kerja Israel melaporkan bahwa 764.000 warga negara, hampir seperlima dari angkatan kerja Israel, menganggur karena evakuasi, penutupan sekolah yang mewajibkan tanggung jawab pengasuhan anak, atau panggilan tugas cadangan.
4. Proyek Konstruksi Mangkrak
Beberapa proyek konstruksi Israel untuk sementara terhenti karena mereka mengandalkan eksploitasi buruh Palestina. Financial Times melaporkan bahwa Zionis “kesal melihat para pekerja Arab memegang alat-alat berat,” sehingga mereka “tidak ingin ada pekerja Palestina di sana.” Pencabutan hak tersebut terjadi meskipun banyak perusahaan terpaksa meminta sumbangan agar tetap bertahan.
Salah satu proyek yang mangkrak adalah Atlas Hotel, sebuah jaringan butik yang membuka 16 fasilitasnya di seluruh negara. Perusahaan telah memohon kepada pemasok, kontak di luar negeri, pelanggan, dan bahkan staf mereka sendiri untuk mendapatkan dukungan keuangan.
5. Sektor Pariwisata Terganggu
Meski terdapat upaya yang gigih sepanjang tahun 2022 untuk menghidupkan kembali pariwisata, pada bulan Oktober terjadi penurunan besar-besaran, 76% dari tahun ke tahun. Aksi pejuang Hamas semakin menghancurkan perjalanan, dengan penerbangan harian ke dan dari Bandara Ben Gurion anjlok dari 500 menjadi hanya 100.
Dengan tidak adanya tanda-tanda berakhirnya perang, dan para pemukim Zionis berbondong-bondong melarikan diri, tampaknya Tel Aviv tidak akan kembali menjadi tujuan liburan populer dalam waktu dekat.
6. Sektor Teknologi Hancur
Sektor teknologi yang menjadi andalan ekonomi Israel telah luluh lantak akibat serangan pejuang Hamas. Laporan yang diterbitkan oleh “think tank” Start-Up Nation Policy Institute (SNPI) Tel Aviv mengungkapkan prospek yang suram.
Hanya dua minggu setelah serangan Hamas, organisasi tersebut mengeluarkan studi tentang kerusakan pada sektor teknologi Israel, yang pernah menjadi sumber kebanggaan dan kegembiraan nasional, dan menjadi penentu kemakmuran Israel secara umum. Temuannya sangat mengejutkan.
Bahkan pada tahap awal, SNPI memperkirakan akan terjadi krisis ekonomi yang belum diketahui dampaknya berdasarkan survei yang dilakukan. Secara keseluruhan, 80% perusahaan teknologi Israel melaporkan kerusakan akibat situasi keamanan yang memburuk, sementara seperempatnya melaporkan kerusakan ganda, baik pada sumber daya manusia maupun dalam memperoleh modal investasi.
Lebih dari 40% perusahaan teknologi mengalami penundaan atau pembatalan perjanjian investasi, dan hanya 10% yang berhasil mengadakan pertemuan dengan investor.
Sektor teknologi merupkan mesin duit Israel yang paling utama. Pada 2022 ekspor Israel mencapai USD166,59 miliar. Nah ekspor produk berteknologi tinggi Israel menyumbang lebih dari USD40 miliar atau hampir 25%.
Tak cuma itu, banyak sendi-sendi perekonomian Isral yang juga terganggu, mulai dari lapangan pekerjaan hingga pariwisata. Disarikan dari berbagai sumber, berikut sederet fakta-fakta ekonomi Israel akibat perang:
1. Terbelit Utang
Sejak perang Israel telah menambah utang sebanyak Rp120,9 triliun. Lebih dari setengah utang tersebut merupakan utang dalam mata uang dolar yang ditarik dari pasar internasional. Perang telah meningkatkan pengeluaran Israel secara tajam untuk mendanai militer serta memberikan kompensasi kepada bisnis di dekat perbatasan dan keluarga korban serta sandera.
Pada saat yang sama, penerimaan pajak melambat. Akibatnya, Israel mencatat defisit anggaran sebesar 22,9 miliar shekel atau hampir USD6 miliar pada bulan Oktober, melonjak dari USD1,12 miliar pada bulan September dan meningkatkan defisit pada 12 bulan sebelumnya menjadi 2,6%.
Perang Gaza telah merugikan perekonomian Israel hampir USD8 miliar hingga saat ini, dengan kerugian tambahan sebesar USD260 juta setiap harinya.
2. Dunia Usaha Porak-poranda
Data Biro Pusat Statistik Israel mengungkapkan kenyataan yang suram, satu dari tiga bisnis telah tutup atau beroperasi dengan kapasitas 20% sejak Operasi Badai Al-Aqsa. Peristiwa itu telah mengikis kepercayaan nasional Israel.
Lebih dari separuh bisnis menghadapi kerugian karena pendapatan hilang lebih dari 50% persen. Wilayah selatan, yang paling dekat dengan Gaza, adalah yang paling terkena dampaknya, dengan dua pertiga bisnisnya tutup atau berfungsi “minimal”.
3. Pengangguran Membeludak
Kementerian Tenaga Kerja Israel melaporkan bahwa 764.000 warga negara, hampir seperlima dari angkatan kerja Israel, menganggur karena evakuasi, penutupan sekolah yang mewajibkan tanggung jawab pengasuhan anak, atau panggilan tugas cadangan.
4. Proyek Konstruksi Mangkrak
Beberapa proyek konstruksi Israel untuk sementara terhenti karena mereka mengandalkan eksploitasi buruh Palestina. Financial Times melaporkan bahwa Zionis “kesal melihat para pekerja Arab memegang alat-alat berat,” sehingga mereka “tidak ingin ada pekerja Palestina di sana.” Pencabutan hak tersebut terjadi meskipun banyak perusahaan terpaksa meminta sumbangan agar tetap bertahan.
Salah satu proyek yang mangkrak adalah Atlas Hotel, sebuah jaringan butik yang membuka 16 fasilitasnya di seluruh negara. Perusahaan telah memohon kepada pemasok, kontak di luar negeri, pelanggan, dan bahkan staf mereka sendiri untuk mendapatkan dukungan keuangan.
5. Sektor Pariwisata Terganggu
Meski terdapat upaya yang gigih sepanjang tahun 2022 untuk menghidupkan kembali pariwisata, pada bulan Oktober terjadi penurunan besar-besaran, 76% dari tahun ke tahun. Aksi pejuang Hamas semakin menghancurkan perjalanan, dengan penerbangan harian ke dan dari Bandara Ben Gurion anjlok dari 500 menjadi hanya 100.
Dengan tidak adanya tanda-tanda berakhirnya perang, dan para pemukim Zionis berbondong-bondong melarikan diri, tampaknya Tel Aviv tidak akan kembali menjadi tujuan liburan populer dalam waktu dekat.
6. Sektor Teknologi Hancur
Sektor teknologi yang menjadi andalan ekonomi Israel telah luluh lantak akibat serangan pejuang Hamas. Laporan yang diterbitkan oleh “think tank” Start-Up Nation Policy Institute (SNPI) Tel Aviv mengungkapkan prospek yang suram.
Hanya dua minggu setelah serangan Hamas, organisasi tersebut mengeluarkan studi tentang kerusakan pada sektor teknologi Israel, yang pernah menjadi sumber kebanggaan dan kegembiraan nasional, dan menjadi penentu kemakmuran Israel secara umum. Temuannya sangat mengejutkan.
Bahkan pada tahap awal, SNPI memperkirakan akan terjadi krisis ekonomi yang belum diketahui dampaknya berdasarkan survei yang dilakukan. Secara keseluruhan, 80% perusahaan teknologi Israel melaporkan kerusakan akibat situasi keamanan yang memburuk, sementara seperempatnya melaporkan kerusakan ganda, baik pada sumber daya manusia maupun dalam memperoleh modal investasi.
Lebih dari 40% perusahaan teknologi mengalami penundaan atau pembatalan perjanjian investasi, dan hanya 10% yang berhasil mengadakan pertemuan dengan investor.
Sektor teknologi merupkan mesin duit Israel yang paling utama. Pada 2022 ekspor Israel mencapai USD166,59 miliar. Nah ekspor produk berteknologi tinggi Israel menyumbang lebih dari USD40 miliar atau hampir 25%.
(uka)