BPOM Bahas Aturan Pelabelan dan Promosi Susu Kental Manis

Selasa, 28 November 2017 - 11:20 WIB
BPOM Bahas Aturan Pelabelan dan Promosi Susu Kental Manis
BPOM Bahas Aturan Pelabelan dan Promosi Susu Kental Manis
A A A
JAKARTA - Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) mulai memberikan perhatian terhadap isu susu kental manis yang belakangan menuai pro kontra di masyarakat. Dalam Focus Group Discussion tentang pengaturan susu kental manis bagi anak balita yang diadakan BPOM, dibahas sejumlah regulasi yang mengatur pelabelan dan promosi susu kental manis (SKM).

Dalam kesempatan itu, Kepala BPOM Penny K Lukito menyebutkan, adanya kekhawatiran masyarakat tentang SKM sebagai starting point untuk pembahasan index selanjutnya. BPOM sendiri perlu menentukan kebijakan jangka pendek dan jangka panjang supaya tidak terjadi persepsi negative di mata masyarakat. “Terkait posisi produk susu kental manis, saat ini termasuk kategori satu, produk susu. Boleh saja nanti dipindah, tapi harus dipertimbangkan codex nya,” ujarnya.

Selain tentang kategori, hal lain yang menjadi perhatian adalah label dan iklan produk. Pada kemasannya, terdapat label yang menyebutkan susu kental manis tidak untuk anak di bawah satu tahun. Dalam pembahasan tersebut, diusulkan agar ada perubahan label menjadi tidak untuk anak di bawah 3 tahun. Sementara dari sisi iklan, penggunaan model anak juga dinilai mengarahkan produk untuk diminum anak-anak.

Pakar Kebijakan Publik Agus Pambagio yang turut hadir dalam rapat tersebut mengatakan isu susu kental manis sudah sewajarnya mendapat perhatian pemerintah. Hal ini mengingat komposisi kandungan susu kental manis sebagian besarnya adalah gula yang bila dikonsumsi secara rutin dapat beresiko bagi kesehatan anak. “Produk ini (susu kental manis) bukanlah susu. Oleh karena itu perlu dikaji ulang regulasi, terutama mengenai iklan dan promosi, jangan sampai masyarakat berasumsi ini adalah susu,” ujar Agus Pambagio.

Sementara itu, Ketua Divisi Nutrisi dan Penyakit Metabolik Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)/ Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Dr. dr. Damayanti Rusli Sjarif yang juga merupakan anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengatakan, susu kental manis (SKM) sudah dikonsumsi sejak perang saudara di AS untuk pembekalan, karena manisnya tinggi itu bisa tahan terhadap bakteri.

Selain itu penggunaan SKM juga dipakai di seluruh dunia, tetapi penggunaanya dipakai untuk dapur, untuk masak. Untuk bikin kue, bikin es krim, bukan dipakai, diminum dan dikasih ke anak-anak. “Tapi yang terjadi sekarang, bayi-bayi yang anti terhadap susu formula, dikasih SKM. Itulah laporan yang masuk ke IDAI, saya sampai disuruh nulis supaya menjelaskan kepada ibu-ibu hal itu tidak boleh dilakukan," ungkapnya.

"Bukan SKM-nya yang tidak boleh, tapi peruntukannya yang salah. Nah harus diperbaiki itu adalah peruntukannya. Di IDAI sendiri, kami merekomendasikan tidak memberikan minuman berwarna pada anak-anak, kami menganjurkan minum air putih, itu lebih baik. Kalau mau makan buah, jangan yang di jus, makan buah potong. WHO sendiri pada tahun 2015 mengatakan, penggunaan gula tambahan kepada anak maksimal 10 % dari total kalori,” jelasnya.

Sedangkan Direktur Gizi Masyarakat menjelaskan, SKM bukan bagian dari sumber protein, oleh karena itu kita perlu meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap bagian pembinaan produsen susu, agar tidak mempromosikan SKM tersebut secara tidak etis atau tidak tepat.

“Jadi kita mengharapkan promosi SKM ini tidak sampai menyesatkan. Kita tetap mengacu pada codex, SKM itu tidak cocok untuk anak di bawah umur 3 tahun. Karena SKM itu sangat tinggi gula, sangat berisiko sekali terhadap kesehatan, risiko terkena penyakit tidak menular pada dewasa nanti. Prinsipnya, SKM kami tidak anjurkan kepada anak di bawah 3 tahun,” terang dia.

Sebelumnya, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menyebutkan telah menerima sejumlah pengaduan masyarakat tentang iklan susu kental manis yang dinilai mengandung informasi yang tidak benar. KPI sendiri mengaku membutuhkan institusi terkait, BPOM dan Kementerian Kesehatan untuk dapat menindak lanjuti persoalan ini.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4156 seconds (0.1#10.140)