Bersaing Menjadi Kota Layak Huni

Minggu, 18 Maret 2018 - 08:10 WIB
Bersaing Menjadi Kota Layak Huni
Bersaing Menjadi Kota Layak Huni
A A A
JAKARTA - Siapa yang tidak mendambakan tinggal di kota layak huni (livable city)? Selain bisa menikmati kenyamanan, penduduk yang tinggal di dalamnya tentu mendapat berbagai kemudahan yang lebih daripada di kota-kota lain.

Di sisi lain kota yang sukses menjadikan dirinya layak huni akan semakin bernilai dan prestisius. Sepuluh tahun belakangan, seiring dengan otonomi daerah, kesadaran untuk me wujudkan kota layak huni ini sudah terasa dilakukan kota-kota di Tanah Air. Walau pun tidak mudah, mereka melakukan berbagai upaya untuk menggapai posisi tersebut.

Kota berhak disebut kota layak huni bila memiliki beberapa indikator utama. Indikator dimaksud antara lain dapat menyejah terakan war ga nya karena semua kebutuhan telah tercukupi. Kebutuhan di maksud adalah ketersediaan kebutuhan dasar seperti perumahan, air bersih, jaringan listrik, dan sanitasi. Tentu saja kebutuhan transpor tasi dan fasilitas kesehatan juga terpenuhi.

Konsep kota layak huni lainnya adalah adanya partisipasi masyarakat dalam pembangunan, termasuk dukungan fungsi ekonomi, sosial, budaya, serta kualitas lingkungan itu sendiri. Yang tidak kalah penting adalah bagaimana adanya ruang publik sebagai wadah berinteraksi antar komunitas agar tetap nyaman karena faktor tersebut sangat memengaruhi keamanan dan keselamatan anggota masyarakat yang tinggal di dalamnya.

Berdasar penilaian Ikatan Ahli Perencana (IAP) Indonesia, kota-kota di Tanah Air yang patut dicontoh sebagai parameter kota layak huni antara lain Solo, Denpasar, Palembang, Semarang, Banjarmasin, dan Tangerang Selatan (Tangsel).

Kota-kota inilah yang beberapa waktu lalu ditahbiskan IAP Indonesia sebagai kota layak huni berdasarkan hasil survei yang dilakukan di 26 kota dalam 19 provinsi.

“Untuk dapat menjadi suatu kota yang layak huni, tentu dapat dilihat dari berbagai aspek fisik yang menyiapkan beragam fasilitas seperti infrastruktur, perencanaan, hubungan sosial, kegiatan ekonomi,” ujar Ketua Kompartemen Livable City IAP Indonesia Elkana Catu.

Pengamat properti Ignatius Untung mengungkapkan, indeks kota layak huni harus melihat sarana penunjang untuk menyediakan kualitas hidup yang layak. Kota layak huni juga terkait dengan hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) yang membuat survei mengenai kota terbahagia.

Faktor yang dinilai pun diyakini hampir sama seperti penilaian apakah huniannya layak ditempati atau tidak, kemacetan lalu lintas hingga sarana pendukung yang tersebar secara merata atau tidak.

“Selain itu dilakukan pula penilaian ada atau tidaknya lapangan pekerjaan di kota tersebut. Jangan sampai semua kebutuhan hidup sudah terpenuhi, tetapi bekerja masih harus ke luar kota karena itu juga sama saja tidak membuat penduduk merasa nyaman,” ungkapnya.

Direktur Eksekutif Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI) Panangian Simanungkalit menilai, banyak kota di Tanah Air sudah memiliki kesadaran untuk mewujudkan dirinya kota layak huni.

Tren ini terasa setelah munculnya otonomi daerah yang membuat daerah punya kewenangan memanfaatkan APBN dan APBD untuk infrastruktur. Panangian mencontohkan Makassar dan Balikpapan yang memanfaatkan anggaran negara tersebut untuk membangun bandara.

“Kini setiap daerah berlomba-lomba untuk membangun infrastruktur untuk meningkatkan kesejahteraan penduduknya,” ujarnya. Terhadap hasil penilaian IAP Indonesia pada awal tahun ini, Pananginan melihat Solo, Palembang, Denpasar, Semarang, Tangsel, dan Banjarmasin yang mendapat nilai indeks tinggi sangatlah tepat.

Menurutnya, penilaian yang dilakukan cukup objektif mengingat daerah-daerah tersebut setelah otonomi daerah melakukan banyak perbaikan, terutama dalam perubahan fisik. Selain itu kota dengan peringkat teratas juga dinilai memiliki karakter kelokalan yang kuat dan preservasi karakteristik tradisional yang sangat kental.

“Namun tetap saja kelengkapan infrastruktur menjadi bagian penting bagi kenyamanan masyarakat sebuah kota. Responden tentu melihat secara fisik apa yang sudah ada di kota mereka,” tambahnya. Namun upaya tersebut tidak mudah karena ada yang berhasil, tapi ada pula yang belum bisa berjalan maksimal. Salah satu contoh kota yang sukses adalah Tangsel yang berhasil masuk dalam lima besar indeks tertinggi kota layak tinggal.

Dia menilai kesuksesan Tangsel sebagai suatu kemajuan yang luar biasa. Dalam pandang annya, Tangsel kini menja dikota modern baru dan menjadi kota favorit untuk dihuni. “Tangsel selama ini bisa mengejar ketertinggalannya karena berhasil memperbaiki infrastruktur secara masif. Dulu sebelum otonomi daerah Tangsel kurang ditata, tetapi pasca otonomi langsung tertata sangat baik,” ungkap Panangian.

Adapun beberapa kota besar atau kota metropolitan yang selama ini menjadi incaran penduduk desa bertarung mengadu nasib ternyata belum memenuhi syarat menjadi kota layak huni. Beberapa kota metropolitan seperti Jakarta, Medan, Surabaya, Bandung, dan Makassar dalam survei IAP Indonesia sampai saat ini masih terus berjuang untuk menuju kota layak huni.

Sementara itu pemerintah pusat menegaskan dukungannya kepada daerah untuk mewujudkan kota layak huni. Dukung an ini diberikan melalui Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Program tersebut diwujudkan melalui pengembangan delapan atribut kota hijau.

“Delapan atribut seperti green planning and design, green community, green open space, green water, green wate, green build ing, green energy,dan green transportation dapat di kembangkan di tiap kabupaten atau kota peserta P2KH melalui penyusunan masterplan kota hijau,” ujar Dirjen Cipta Karya, Kementerian PUPR, Sri Hartoyo.

Dia menuturkan, kota layak huni menurutnya juga memiliki faktor lain yang tidak bisa dilupakan seperti menjaga keragaman budaya, peninggalan sejarah, dan bentang alam yang khas. Menurutnya, pusaka Indonesia wajib dijaga sehingga kelestariannya akan memberi sumbangsih bagi terwujudnya lingkungan hunian yang layak dan berkelanjutan.

“Agenda baru perkotaan memandang bahwa kebudayaan dan keanekaragaman budaya adalah pengayaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang memegang peranan penting terhadap pengembangan kota-kota dan lingkungan permukiman yang berkelanjutan,” urainya. (Ananda Nararya)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4283 seconds (0.1#10.140)