Pemilu Berpotensi Bikin Ekonomi RI Sulit Bangkit Tahun Depan
A
A
A
JAKARTA - Bank Pembangunan Dunia (Asian Development Bank/ADB) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2019 sebesar 5,3%. Prediksi ini sama dengan prediksi ADB terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun ini yaitu sebesar 5,3%.
(Baca Juga: Perang Dagang China dan AS Diyakini ADB Tak Ganggu Ekonomi RI
Ekonom ADB Priasto Adji mengatakan, salah satu yang menyebabkan ekonomi Indonesia sulit bangkit tahun depan yakni lantaran Indonesia akan menghadapi pemilihan umum (pemilu) di 2019. Biasanya, kata dia, pengusaha akan mengambil sikap wait and see untuk berinvestasi di tahun politik.
"Kita ada election tahun depan. Dari sisi investasi kadang investor suka wait and see," katanya di Kantor ADB, Jakarta, Rabu (11/4/2018).
(Baca Juga: ADB Prediksi Ekonomi RI Tumbuh 5,3% di 2018 dan 2019
Selain itu, sambung Priasto, Indonesia juga mengalami ketidakpastian dari sisi eksternal. Salah satunya karena ada normalisasi kebijakan dari Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve).
"Sebenarnya masih cukup bagus ya 5,3% tahun depan. Permasalahannya, kenapa tahun depan tidak kita raise growth kita. Karena ada ketidakpastian dari eksternal. Sepertinya akan ada normalisasi dari US Fed Rate. Jadi untuk tumbuh di atas 5,3% itu masih butuh waktu," imbuh dia.
Menurutnya, normalisasi kebijakan AS perlu diantisipasi sejak dini oleh pemangku kepentingan di Tanah Air. Sebab, hal tersebut berpotensi membuat aliran dana keluar (capital outflow) dari Indonesia.
"Dampak pertama buat Indonesia, dari sisi outflow ini perlu diantisipasi dari sekarang. Central bank pasti sudah antisipasi dari sekarang. Dan kayaknya masih cukup banyak ruang, sekarang policy rate nya masih cukup bagus. Sudah lama tidak dinaikkan. Dari sisi capital outflow tahun depan itu akan jadi risiko," terangnya.
Ditambahkannya, inflasi tahun depan diperkirakan juga akan meningkat. Sehingga hal ini membuat ekonomi Indonesia pada tahun depan akan sedikit tertahan.
"Ini karena secara umum global inflation akan naik tahun depan. Dan kita juga melihat pemerintah sudah menjanjikan tidak akan menaikkan fuel price subsidi. Tapi ada kemungkinan ada cross substitution, misalnya Pertamina kan sudah menaikkan yang nonsubsidi," tandasnya.
(Baca Juga: Perang Dagang China dan AS Diyakini ADB Tak Ganggu Ekonomi RI
Ekonom ADB Priasto Adji mengatakan, salah satu yang menyebabkan ekonomi Indonesia sulit bangkit tahun depan yakni lantaran Indonesia akan menghadapi pemilihan umum (pemilu) di 2019. Biasanya, kata dia, pengusaha akan mengambil sikap wait and see untuk berinvestasi di tahun politik.
"Kita ada election tahun depan. Dari sisi investasi kadang investor suka wait and see," katanya di Kantor ADB, Jakarta, Rabu (11/4/2018).
(Baca Juga: ADB Prediksi Ekonomi RI Tumbuh 5,3% di 2018 dan 2019
Selain itu, sambung Priasto, Indonesia juga mengalami ketidakpastian dari sisi eksternal. Salah satunya karena ada normalisasi kebijakan dari Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve).
"Sebenarnya masih cukup bagus ya 5,3% tahun depan. Permasalahannya, kenapa tahun depan tidak kita raise growth kita. Karena ada ketidakpastian dari eksternal. Sepertinya akan ada normalisasi dari US Fed Rate. Jadi untuk tumbuh di atas 5,3% itu masih butuh waktu," imbuh dia.
Menurutnya, normalisasi kebijakan AS perlu diantisipasi sejak dini oleh pemangku kepentingan di Tanah Air. Sebab, hal tersebut berpotensi membuat aliran dana keluar (capital outflow) dari Indonesia.
"Dampak pertama buat Indonesia, dari sisi outflow ini perlu diantisipasi dari sekarang. Central bank pasti sudah antisipasi dari sekarang. Dan kayaknya masih cukup banyak ruang, sekarang policy rate nya masih cukup bagus. Sudah lama tidak dinaikkan. Dari sisi capital outflow tahun depan itu akan jadi risiko," terangnya.
Ditambahkannya, inflasi tahun depan diperkirakan juga akan meningkat. Sehingga hal ini membuat ekonomi Indonesia pada tahun depan akan sedikit tertahan.
"Ini karena secara umum global inflation akan naik tahun depan. Dan kita juga melihat pemerintah sudah menjanjikan tidak akan menaikkan fuel price subsidi. Tapi ada kemungkinan ada cross substitution, misalnya Pertamina kan sudah menaikkan yang nonsubsidi," tandasnya.
(akr)