REI Menjawab Tantangan Bangun 3 Juta Rumah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Persatuan Perusahaan Real Estat Indonesia (REI) merespons, program membangun 3 juta rumah di Indonesia setiap tahun yang menjadi janji Pasangan capres dan cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. REI Ditantang menjadi penggawa terdepan dalam menjalankan tugas pembangunan perumahan tersebut.
Ketua Umum DPP REI, Joko Suranto menyampaikan, apresiasi terhadap program perumahan dari Prabowo-Gibran itu dan pengembang siap menerima tantangan untuk dilibatkan merealisasikannya. Target pembangunan rumah sebanyak itu dinilai sejalan dengan upaya menuntaskan backlog perumahan yang saat ini telah mencapai lebih dari 12,7 juta unit dan terus bertambah setiap tahunnya.
"Program pembangunan 3 juta rumah per tahun ini sangat realistis dan inline dengan usaha untuk menyelesaikan angka backlog perumahan yang terus membesar. Jika konsisten dijalankan, maka di 2029 jumlah backlog akan dapat dikelola dan ditanggani,” katanya, Selasa (6/2/2024).
Joko menambahkan, pengentasan backlog rumah nasional tidak bisa diselesaikan dengan cara-cara biasa yang sudah terbukti tidak efektif. Menurutnya, setiap tahun terjadi penambahan kebutuhan backlog mencapai 800.000 unit rumah.
Sementara saat ini kemampuan pengembang membangun hanya sekitar 450.000 hingga 500.000 unit rumah per tahun dengan rincian 250.000 rumah bersubsidi dan 200.000 rumah komersial (nonsubsidi).
"Artinya, cara-cara yang biasa dilakukan selama ini ternyata tidak akan mampu untuk mengatasi backlog yang angkanya sudah 12,7 juta unit. Bahkan untuk memenuhi akumulasi penambahan kebutuhan rumah setiap tahun sebanyak 800.000 unit saja belum dapat teratasi," jelas CEO Buana Kassiti Group itu.
Joko Suranto mengaku, telah berkomunikasi dengan Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran yakni Hashim Djojohadikusumo untuk menyampaikan kondisi kebutuhan rumah nasional dan potensi masalah yang selama ini masih menghambat sektor properti terutama penyediaan perumahan rakyat.
Disampaikan pula bahwa persoalan perumahan harus dijadikan prioritas, karena kalau tidak dikelola dengan serius berpotensi menjadi 'bom waktu' di suatu waktu nanti. Terlebih pada tahun 2035, hampir 66% penduduk Indonesia atau sekitar 304 juta jiwa akan tinggal di perkotaan.
Situasi itu kata dia, butuh penangganan yang tepat, sehingga jumlah penduduk yang tidak memiliki rumah tidak terus membengkak.
"Saat ini jumlah penduduk Indonesia yang tidak punya rumah sudah sekitar 20 persen dan berpotensi terus bertambah. Karena itu, REI menyarankan agar sektor perumahan ini betul-betul diurus, bahkan dijadikan sebagai program strategis pemerintah," ungkapnya.
Sektor perumahan diyakini dapat menghasilkan dampak besar seperti menyerap tenaga kerja yang besar karena bersifat padat karya, mengungkit pertumbuhan ekonomi nasional, meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), serta bisa membantu menekan angka stunting di Indonesia.
REI berpendapat, ketika para calon presiden dan wakil presiden bicara tentang upaya mencapai kesejahteraan rakyat, maka seharusnya salah satu yang dibahas adalah mengenai upaya-upaya untuk memenuhi hunian yang layak. Karena tempat tinggal yang layak adalah salah satu indikator kesejahteraan rakyat.
"Oleh karena itu, kami berkomitmen kuat untuk selalu mendukung program perumahan yang dijalankan pemerintah saat ini dan pemerintah mendatang karena searah dengan tujuan REI dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat lewat pembangunan rumah berkualitas yang layak huni," jelas Joko.
REI kata Joko, secara proaktif terus mengaungkan pentingnya sektor perumahan ini dikelola secara baik kepada seluruh calon presiden dan calon wakil presiden yang berkontestasi pada Pemilu 2024.
Hal itu dilakukan melalui ruang diskusi maupun lewat media massa. REI bahkan memiliki acara khusus di salah satu televisi nasional yang membahas tentang Propertinomic.
“Itu semua merupakan upaya kami untuk menyadarkan dan menumbuhkan pemahaman kepada semua pihak termasuk para kontestan di Pemilu 2024 tentang pentingnya pemenuhan rumah bagi masyarakat. Harus diingat bahwa penyediaan tempat tinggal layak adalah perintah konstitusi yang harus kita taati dan capai," tuturnya.
Ditegaskan Joko, anggaran perumahan sebenarnya tidak an sich hanya bersumber dari APBN, tetapi pemerintah dapat mencari dana-dana pendampingan yang jumlahnya cukup besar.
"Sebenarnya subsidi perumahan itu dananya tidak hilang, karena anggaran subsidi berubah menjadi barang (rumah) yang punya nilai (value). Tentu ada dampak ekonomi yang ditimbulkan, dan dananya akan kembali sebagai dana bergulir," paparnya.
Ketua Umum DPP REI, Joko Suranto menyampaikan, apresiasi terhadap program perumahan dari Prabowo-Gibran itu dan pengembang siap menerima tantangan untuk dilibatkan merealisasikannya. Target pembangunan rumah sebanyak itu dinilai sejalan dengan upaya menuntaskan backlog perumahan yang saat ini telah mencapai lebih dari 12,7 juta unit dan terus bertambah setiap tahunnya.
"Program pembangunan 3 juta rumah per tahun ini sangat realistis dan inline dengan usaha untuk menyelesaikan angka backlog perumahan yang terus membesar. Jika konsisten dijalankan, maka di 2029 jumlah backlog akan dapat dikelola dan ditanggani,” katanya, Selasa (6/2/2024).
Joko menambahkan, pengentasan backlog rumah nasional tidak bisa diselesaikan dengan cara-cara biasa yang sudah terbukti tidak efektif. Menurutnya, setiap tahun terjadi penambahan kebutuhan backlog mencapai 800.000 unit rumah.
Sementara saat ini kemampuan pengembang membangun hanya sekitar 450.000 hingga 500.000 unit rumah per tahun dengan rincian 250.000 rumah bersubsidi dan 200.000 rumah komersial (nonsubsidi).
"Artinya, cara-cara yang biasa dilakukan selama ini ternyata tidak akan mampu untuk mengatasi backlog yang angkanya sudah 12,7 juta unit. Bahkan untuk memenuhi akumulasi penambahan kebutuhan rumah setiap tahun sebanyak 800.000 unit saja belum dapat teratasi," jelas CEO Buana Kassiti Group itu.
Joko Suranto mengaku, telah berkomunikasi dengan Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran yakni Hashim Djojohadikusumo untuk menyampaikan kondisi kebutuhan rumah nasional dan potensi masalah yang selama ini masih menghambat sektor properti terutama penyediaan perumahan rakyat.
Disampaikan pula bahwa persoalan perumahan harus dijadikan prioritas, karena kalau tidak dikelola dengan serius berpotensi menjadi 'bom waktu' di suatu waktu nanti. Terlebih pada tahun 2035, hampir 66% penduduk Indonesia atau sekitar 304 juta jiwa akan tinggal di perkotaan.
Situasi itu kata dia, butuh penangganan yang tepat, sehingga jumlah penduduk yang tidak memiliki rumah tidak terus membengkak.
"Saat ini jumlah penduduk Indonesia yang tidak punya rumah sudah sekitar 20 persen dan berpotensi terus bertambah. Karena itu, REI menyarankan agar sektor perumahan ini betul-betul diurus, bahkan dijadikan sebagai program strategis pemerintah," ungkapnya.
Sektor perumahan diyakini dapat menghasilkan dampak besar seperti menyerap tenaga kerja yang besar karena bersifat padat karya, mengungkit pertumbuhan ekonomi nasional, meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), serta bisa membantu menekan angka stunting di Indonesia.
REI berpendapat, ketika para calon presiden dan wakil presiden bicara tentang upaya mencapai kesejahteraan rakyat, maka seharusnya salah satu yang dibahas adalah mengenai upaya-upaya untuk memenuhi hunian yang layak. Karena tempat tinggal yang layak adalah salah satu indikator kesejahteraan rakyat.
"Oleh karena itu, kami berkomitmen kuat untuk selalu mendukung program perumahan yang dijalankan pemerintah saat ini dan pemerintah mendatang karena searah dengan tujuan REI dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat lewat pembangunan rumah berkualitas yang layak huni," jelas Joko.
REI kata Joko, secara proaktif terus mengaungkan pentingnya sektor perumahan ini dikelola secara baik kepada seluruh calon presiden dan calon wakil presiden yang berkontestasi pada Pemilu 2024.
Hal itu dilakukan melalui ruang diskusi maupun lewat media massa. REI bahkan memiliki acara khusus di salah satu televisi nasional yang membahas tentang Propertinomic.
“Itu semua merupakan upaya kami untuk menyadarkan dan menumbuhkan pemahaman kepada semua pihak termasuk para kontestan di Pemilu 2024 tentang pentingnya pemenuhan rumah bagi masyarakat. Harus diingat bahwa penyediaan tempat tinggal layak adalah perintah konstitusi yang harus kita taati dan capai," tuturnya.
Ditegaskan Joko, anggaran perumahan sebenarnya tidak an sich hanya bersumber dari APBN, tetapi pemerintah dapat mencari dana-dana pendampingan yang jumlahnya cukup besar.
"Sebenarnya subsidi perumahan itu dananya tidak hilang, karena anggaran subsidi berubah menjadi barang (rumah) yang punya nilai (value). Tentu ada dampak ekonomi yang ditimbulkan, dan dananya akan kembali sebagai dana bergulir," paparnya.
(akr)