Akses Permodalan UMKM Masih Susah, Begini Perkaranya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki mengeluhkan,saat ini lembaga keuangan seperti perbankan masih susah untuk memberikan pembiayaan kepada UMKM terutama sektor pertanian.Menurutnya, hal tersebut lantaran sektor pertanian memiliki risiko yang tinggi dan berpotensi gagal bayar atau melunasi utang ketika terjadi gagal panen.
"Bank tidak mau memberikan pembiayaan ke petani kecil, karena potensi NPL tinggi, hingga potensi gagal panen. Maka, perlu ada offtaker," ujar Teten, Kamis (7/3/2024).
Teten Masduki meminta kepada seluruh lembaga jasa keuangan untuk terus memperbesar dan memudahkan pembiayaan UMKM, agar dapat menjangkau karakteristik pelaku UMKM yang tidak seragam. Ada Mikro, Kecil, dan Menengah.
Teten menambahkan, umumnya ada tiga hal yang menyebabkan UMKM sulit mengakses kredit perbankan dan non perbankan. Pertama, tidak memiliki agunan. Dalam 2 tahun terakhir, alasan terbesar ditolaknya kredit UMKM karena tidak ada agunan pada kredit bank sebesar 59,62% dan pada kredit fintech/non bank sebesar 46,43 persen (Bank Indonesia, 2022).
Kedua, suku bunga kredit yang masih tinggi, yakni per tahun 2021 mencapai sebesar 8,59%. Sementara negara-negara ASEAN lainnya, seperti Malaysia hanya 3,45% dan Singapura 5,42%.
Ketiga, banyak UMKM terkendala Status SLIK (Sistem Layanan Informasi Keuangan). Prediksi Bappenas tahun 2024 kredit usaha perbankan hanya mencapai 24%, salah satunya disebabkan tidak lolos SLIK.
Sesuai UU 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, negara berkepentingan untuk melakukan penghapusan piutang macet UMKM di bank, hal ini bertujuan untuk memberikan kelancaran akses pembiayaan baru bagi UMKM.
"Termasuk harus ada perluasan dukungan Asuransi Penjaminan ke industri peer to peer landing (P2P) dan securities crowdfunding sebagai alternatif pembiayaan bagi UMKM," pungkasnya.
"Bank tidak mau memberikan pembiayaan ke petani kecil, karena potensi NPL tinggi, hingga potensi gagal panen. Maka, perlu ada offtaker," ujar Teten, Kamis (7/3/2024).
Teten Masduki meminta kepada seluruh lembaga jasa keuangan untuk terus memperbesar dan memudahkan pembiayaan UMKM, agar dapat menjangkau karakteristik pelaku UMKM yang tidak seragam. Ada Mikro, Kecil, dan Menengah.
Teten menambahkan, umumnya ada tiga hal yang menyebabkan UMKM sulit mengakses kredit perbankan dan non perbankan. Pertama, tidak memiliki agunan. Dalam 2 tahun terakhir, alasan terbesar ditolaknya kredit UMKM karena tidak ada agunan pada kredit bank sebesar 59,62% dan pada kredit fintech/non bank sebesar 46,43 persen (Bank Indonesia, 2022).
Kedua, suku bunga kredit yang masih tinggi, yakni per tahun 2021 mencapai sebesar 8,59%. Sementara negara-negara ASEAN lainnya, seperti Malaysia hanya 3,45% dan Singapura 5,42%.
Ketiga, banyak UMKM terkendala Status SLIK (Sistem Layanan Informasi Keuangan). Prediksi Bappenas tahun 2024 kredit usaha perbankan hanya mencapai 24%, salah satunya disebabkan tidak lolos SLIK.
Sesuai UU 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, negara berkepentingan untuk melakukan penghapusan piutang macet UMKM di bank, hal ini bertujuan untuk memberikan kelancaran akses pembiayaan baru bagi UMKM.
"Termasuk harus ada perluasan dukungan Asuransi Penjaminan ke industri peer to peer landing (P2P) dan securities crowdfunding sebagai alternatif pembiayaan bagi UMKM," pungkasnya.
(akr)