Nggak Main-main! Ini Potensi Ekonomi Hilirisasi Migas di Dalam Negeri

Rabu, 13 Maret 2024 - 10:25 WIB
loading...
Nggak Main-main! Ini...
Kompleks kilang minyak Pertamina RU III di Plaju, Palembang, Sumatera Selatan. FOTO/Ilustrasi/Dok.
A A A
JAKARTA - Hilirisasi menjadi salah satu upaya pemerintah guna mendongkrak nilai tambah di dalam negeri. Seperti halnya di sektor tambang, hilirisasi di sektor migas ternyata juga menawarkan manfaat ekonomi luar biasa bagi Indonesia.

Terungkap dalam catatan ReforMiner Institute, hilirisasi dan keberadaan industri kilang migas tercatat telah memberikan manfaat ekonomi dan menjadi motor penggerak utama sejak awal pelaksanaan pembangunan di Indonesia. Keberadaan kilang migas menjadi salah satu alasan pemerintah dapat memberlakukan kebijakan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang lantas menjadi katalis bagi pertumbuhan ekonomi.

"Berdasarkan data dan informasi, pelaksanaan hilirisasi migas yang akan dilaksanakan untuk tahun 2025-2040 ditargetkan akan mendatangkan total investasi sekitar Rp1.053 triliun, yang terdistribusi atas Rp314,71 triliun untuk hilirisasi minyak bumi dan Rp771,70 triliun untuk hilirisasi gas bumi," papar Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi dalam catatan tersebut, dikutip Rabu (13/3/2024).



Hilirisasi migas yang akan dilaksanakan pada 2025-2040 tersebut, beberb dia, diproyeksikan berpotensi memberikan dampak positif terhadap kinerja sektor moneter Indonesia dan stabilitas nilai tukar rupiah. "Pelaksanaan hilirisasi migas diproyeksi akan menghemat penggunaan devisa impor sekitar USD73,30 miliar atau setara dengan Rp1.134 triliun," tuturnya.

Salah satu bentuk hilirisasi migas adalah industri kilang. Menurut Komaidi, sampai saat ini industri kilang migas masih berperan penting terhadap perekonomian Indonesia. Berdasarkan data, jelas dia, industri kilang migas memiliki keterkaitan dengan sekitar 93 sektor ekonomi pendukung sebagai pemasok input dan dengan 183 sektor ekonomi pengguna yang menggunakan hasil produksi dari industri kilang.

Peran penting industri kilang juga terlihat dari alokasi hasil produksi. Sekitar 67,25 % output industri kilang dialokasikan sebagai input atau bahan baku untuk sekitar 183 sektor ekonomi penggunanya. Sementara sekitar 32,75 % output industri kilang dialokasikan untuk memenuhi permintaan akhir atau konsumsi yang tidak terkait dengan proses produksi.

Berdasarkan analisis model Input-Output (IO), jelas Komaidi, industri kilang memiliki total nilai efek pengganda (multiplier effect) ekonomi dari keterkaitan dengan sektor pendukung dan penggunanya sebesar 9,1604. "Artinya, jika terdapat tambahan investasi sebesar Rp1 triliun pada industri kilang, total manfaat ekonomi yang berpotensi dapat tercipta dalam seluruh struktur perekonomian
Indonesia adalah sekitar Rp9,16 triliun," tandasnya.



Dia menambahkan, analisis model IO juga menemukan bahwa industri kilang migas memiliki keterkaitan dengan sebagian besar pembentukan produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Sektor pendukung industri kilang tercatat terkait dengan sekitar 67,48% pembentukan PDB, sedangkan sektor pengguna industri kilang terkait dengan sekitar 99,71% pembentukan PDB Indonesia. Hilirisasi dan prospek bisnis industri kilang migas pun diproyeksikan masih cukup baik dan besar. Hal itu terkait dengan kondisi saat ini di mana sekitar 70% kebutuhan petrokimia dan 32% kebutuhan BBM Indonesia, masih dipenuhi dari impor.

Komaidi menambahkan, hilirisasi migas juga berpotensi memberikan manfaat positif terhadap kinerja keuangan Pertamina dan keuangan negara. Data menunjukkan, pendapatan segmen kilang dan petrokimia Pertamina pada tahun 2022 dilaporkan sekitar Rp572 triliun. Sementara, kontribusi segmen kilang dan petrokimia Pertamina terhadap penerimaan negara melalui pembayaran pajak (PPh 22 Impor, PPN & PPnBM, Bea dan Cukai, dan Pajak Daerah) pada tahun 2022 tercatat mencapai Rp49,72 triliun.

Mengingat besarnya manfaat ekonomi hilirisasi tersebut, Komaidi mendorong pemerintah untuk merumuskan dukungan kebijakan yang optimal untuk pengembangan industri kilang di Indonesia. "Untuk itu, kebijakan pengembangan kilang pada negara-negara lain seperti melalui pemberian insentif investasi dan perpajakan, atau bahkan berperan langsung sebagai pelaksana dalam pembangunan kilang, kiranya dapat dipertimbangkan untuk diadopsi," tandasnya.
(fjo)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1967 seconds (0.1#10.140)