Jadi Backbone Energi Bersih Indonesia, Ekosistem Biomassa Perlu Diperkuat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Penguatan ekosistem biomassa sebagai tulang punggung energi bersih di dalam negeri diperlukan untuk mendukung suksesnya transisi energi. Untuk itu, dibutuhkan kerja samaserta dukungan seluruh pemangku kepentingan.
Hal itu terungkap dalam Forum Group Discussion (FGD) yang digelar Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) bersama PT PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI) dan Pemprov Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengenai pengembangan ekonomi sirkuler melalui revitalisasi lahan kritis di Yogyakarta, Kamis (21/3) lalu.
Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kemenko Marves Nani Hendiarti mengatakan, pihaknya mendukung pemanfaatan biomassa berbasis kayu dalam transisi energi. Kemenko Marves menjalankan fungsi sinkronisasi, koordinasi dan pengendalian dalam mewujudkan target biomassa berbasis kayu nasional.
"Sehingga perlu dilaksanakan rangkaian kegiatan pemberdayaan, diseminasi dan advokasi kebijakan serta mewujudkan standar produk biomassa kayu berasal dari sumber yang lestari dan berkelanjutan," ujar Nani dalam keterangannya, Minggu (24/3/2024).
Selain itu, Kemenko Marves juga aktif dalam mendorong terbitnya Peraturan Menteri ESDM No 12 Tahun 2023 tentang Pemanfaatan Bahan Bakar Biomassa sebagai Campuran Bahan Bakar pada PLTU. Peraturan Menteri ini telah disampaikan pada saat COP 28 di Dubai pada Desember lalu. Peraturan Menteri tersebut juga telah ditindaklanjuti dengan penandatanganan MoU antara PT PLN EPI dengan salah satu pemasok bahan biomassa.
"Hal ini menunjukkan kepada masyarakat internasional bahwa pemerintah Indonesia sangat serius dalam upaya untuk mengalihkan industri yang berbasiskan batu bara ke energi terbarukan," tegasnya.
Nani menambahkan, pemanfaatan biomassa kayu bersumber dari pemulihan lahan kritis, terdegradasi, hingga multiusaha kehutanan. Karena itu, kata dia, diperlukan kerja sama pemerintah, BUMN, dan asosiasi terkait untuk mengembangkan ekonomi sirkuler.
Sementara itu, Direktur Utama PLN EPI Iwan Agung Firstantara mengungkapkan, pemanfaatan biomassa merupakan wujud nyata komitmen PLN dalam meningkatkan bauran EBT di Tanah Air sebesar 23% di tahun 2025. "Kebijakan substitusi co-firing biomassa intensif dilakukan di Indonesia sebagai langkah konkret dalam mereduksi emisi karbon guna mencapai target NZE di tahun 2060 atau lebih cepat," kata Iwan.
Iwan menambahkan, co-firing biomassa juga memiliki peran yang vital dalam akselerasi transisi energi, di mana energi bersih ini akan berkontribusi sebesar 3,6% dari total target bauran EBT 23% di tahun 2025. Co-firing biomassa memiliki keunggulan Levelized Cost of Electricity (LCOE) terendah dibanding akselerasi ke EBT lainnya. "Tak hanya itu, masyarakat lokal juga akan memainkan peran penting dalam menyediakan bahan baku biomassa ini," tambahnya.
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X juga menegaskan dukungannya atas inisiatif diversifikasi sumber energi melalui pemanfaatan bahan bakar biomassa. Sultan ,menilai, inisiatif yang digagas oleh Kemenko Marves dan PLN EPI tersebut sangat penting dan strategis.
"Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat menjadi kunci dalam menghadapi krisis energi ini. Kemitraan yang kuat antara sektor publik dan swasta dapat mendorong inovasi, investasi, dan pengembangan infrastruktur yang dibutuhkan untuk memperkuat sistem energi kita," tegasnya.
Ketua Bebadan Pangreksa Loka Kraton Ngayogyakarta Raden Mas Guntilantika Marrel Suryokusumo menyampaikan, program pertama telah diinisasi di lahan kritis di Gunung Kidul. Dari program yang menjadi pilot project ini, kata dia, masyarakat dapat memetik manfaat berganda. "Diharapkan dengan adanya program ini mampu menyelesaikan masalah secara lokal, dan juga berkontribusi secara nasional," tandasnya.
Asisten Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Produk Kehutanan dan Jasa Lingkungan Mohamad Siradj Parwito menyampaikan, biomassa kayu Indonesia bersumber dari pemulihan lahan terdegradasi. Ini terus dikembangkan agar terwujud ekosistem ekonomi sirkuler rendah karbon dan zero waste. "Salah satu contohnya adalah Green Economy Village yang dikembangkan bersama-sama dengan PT PLN EPI," katanya.
Sementara itu Direktur Biomassa PLN Energi Primer Indonesia (EPI) Antonius Aris Sudjatmiko mengatakan, untuk mencapai target penurunan emisi NDC tahun 2030 dan NZE 2060, diperlukan quickwin dari serangkaian program yang memiliki biaya produksi kompetitif.
"Co-firing biomassa pada PLTU adalah salah satu quickwin paralel menunggu kesiapan teknologi dan industri energi terbarukan lainnya. Program ini membuka lapangan pekerjaan paling banyak dan memiliki value creation green circular economy dengan melibatkan banyak UMKM dibanding energi terbarukan lainnya," paparnya.
Aris menjelaskan, potensi pemanfaatan sumber bahan baku pun bermunculan. Mulai dari berbagai jenis limbah baik dari pertanian, perkebunan, pertukangan, kehutanan, sampah maupun pemanfaatan lahan kering. "Potensi itu tersebar dan tersedia untuk kebutuhan minimal 10 juta ton biomassa, namun perlu didukung dengan regulasi dari Kementerian Lembaga terkait untuk sumber biomassa yang lestari dan berkelanjutan," lanjutnya.
Dia mencontohkan, PLN EPI telah bekerja sama dengan Kesultanan Yogyakarta dalam mengembangkan kawasan ekonomi hijau untuk mendukung NZE, ESG hingga SDG's. Co-firing biomassa, kata dia, dalam hal ini memberikan porsi nilai terbesar bagi UMKM dan perusahaan lokal dalam penyediaan feedstock dan proses bahan baku biomassa.
"Lebih dari 85% biaya produksi berputar di UMKM dan usaha kecil lainnya yang dapat menstimulasi pertumbuhan ekonomi di masyarakat sekitar," tuturnya.
Efek pengganda yang signifikan yang muncul dari dalam pengembangan biomassa menurut dia perlu dukungan dan kerja sama seluruh stakeholder dan elemen. "Misalnya dukungan Kemenkeu untuk pengurangan PPN penyediaan biomassa, termasuk dukungan untuk ekonomi kerakyatan, pemberian subsidi/kompensasi APBN dan skema pendanaan usaha mikro-kecil juga diperlukan," kata Aris.
Hal itu terungkap dalam Forum Group Discussion (FGD) yang digelar Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) bersama PT PLN Energi Primer Indonesia (PLN EPI) dan Pemprov Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengenai pengembangan ekonomi sirkuler melalui revitalisasi lahan kritis di Yogyakarta, Kamis (21/3) lalu.
Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kemenko Marves Nani Hendiarti mengatakan, pihaknya mendukung pemanfaatan biomassa berbasis kayu dalam transisi energi. Kemenko Marves menjalankan fungsi sinkronisasi, koordinasi dan pengendalian dalam mewujudkan target biomassa berbasis kayu nasional.
"Sehingga perlu dilaksanakan rangkaian kegiatan pemberdayaan, diseminasi dan advokasi kebijakan serta mewujudkan standar produk biomassa kayu berasal dari sumber yang lestari dan berkelanjutan," ujar Nani dalam keterangannya, Minggu (24/3/2024).
Selain itu, Kemenko Marves juga aktif dalam mendorong terbitnya Peraturan Menteri ESDM No 12 Tahun 2023 tentang Pemanfaatan Bahan Bakar Biomassa sebagai Campuran Bahan Bakar pada PLTU. Peraturan Menteri ini telah disampaikan pada saat COP 28 di Dubai pada Desember lalu. Peraturan Menteri tersebut juga telah ditindaklanjuti dengan penandatanganan MoU antara PT PLN EPI dengan salah satu pemasok bahan biomassa.
"Hal ini menunjukkan kepada masyarakat internasional bahwa pemerintah Indonesia sangat serius dalam upaya untuk mengalihkan industri yang berbasiskan batu bara ke energi terbarukan," tegasnya.
Nani menambahkan, pemanfaatan biomassa kayu bersumber dari pemulihan lahan kritis, terdegradasi, hingga multiusaha kehutanan. Karena itu, kata dia, diperlukan kerja sama pemerintah, BUMN, dan asosiasi terkait untuk mengembangkan ekonomi sirkuler.
Sementara itu, Direktur Utama PLN EPI Iwan Agung Firstantara mengungkapkan, pemanfaatan biomassa merupakan wujud nyata komitmen PLN dalam meningkatkan bauran EBT di Tanah Air sebesar 23% di tahun 2025. "Kebijakan substitusi co-firing biomassa intensif dilakukan di Indonesia sebagai langkah konkret dalam mereduksi emisi karbon guna mencapai target NZE di tahun 2060 atau lebih cepat," kata Iwan.
Iwan menambahkan, co-firing biomassa juga memiliki peran yang vital dalam akselerasi transisi energi, di mana energi bersih ini akan berkontribusi sebesar 3,6% dari total target bauran EBT 23% di tahun 2025. Co-firing biomassa memiliki keunggulan Levelized Cost of Electricity (LCOE) terendah dibanding akselerasi ke EBT lainnya. "Tak hanya itu, masyarakat lokal juga akan memainkan peran penting dalam menyediakan bahan baku biomassa ini," tambahnya.
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X juga menegaskan dukungannya atas inisiatif diversifikasi sumber energi melalui pemanfaatan bahan bakar biomassa. Sultan ,menilai, inisiatif yang digagas oleh Kemenko Marves dan PLN EPI tersebut sangat penting dan strategis.
"Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat menjadi kunci dalam menghadapi krisis energi ini. Kemitraan yang kuat antara sektor publik dan swasta dapat mendorong inovasi, investasi, dan pengembangan infrastruktur yang dibutuhkan untuk memperkuat sistem energi kita," tegasnya.
Ketua Bebadan Pangreksa Loka Kraton Ngayogyakarta Raden Mas Guntilantika Marrel Suryokusumo menyampaikan, program pertama telah diinisasi di lahan kritis di Gunung Kidul. Dari program yang menjadi pilot project ini, kata dia, masyarakat dapat memetik manfaat berganda. "Diharapkan dengan adanya program ini mampu menyelesaikan masalah secara lokal, dan juga berkontribusi secara nasional," tandasnya.
Asisten Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Produk Kehutanan dan Jasa Lingkungan Mohamad Siradj Parwito menyampaikan, biomassa kayu Indonesia bersumber dari pemulihan lahan terdegradasi. Ini terus dikembangkan agar terwujud ekosistem ekonomi sirkuler rendah karbon dan zero waste. "Salah satu contohnya adalah Green Economy Village yang dikembangkan bersama-sama dengan PT PLN EPI," katanya.
Sementara itu Direktur Biomassa PLN Energi Primer Indonesia (EPI) Antonius Aris Sudjatmiko mengatakan, untuk mencapai target penurunan emisi NDC tahun 2030 dan NZE 2060, diperlukan quickwin dari serangkaian program yang memiliki biaya produksi kompetitif.
"Co-firing biomassa pada PLTU adalah salah satu quickwin paralel menunggu kesiapan teknologi dan industri energi terbarukan lainnya. Program ini membuka lapangan pekerjaan paling banyak dan memiliki value creation green circular economy dengan melibatkan banyak UMKM dibanding energi terbarukan lainnya," paparnya.
Aris menjelaskan, potensi pemanfaatan sumber bahan baku pun bermunculan. Mulai dari berbagai jenis limbah baik dari pertanian, perkebunan, pertukangan, kehutanan, sampah maupun pemanfaatan lahan kering. "Potensi itu tersebar dan tersedia untuk kebutuhan minimal 10 juta ton biomassa, namun perlu didukung dengan regulasi dari Kementerian Lembaga terkait untuk sumber biomassa yang lestari dan berkelanjutan," lanjutnya.
Dia mencontohkan, PLN EPI telah bekerja sama dengan Kesultanan Yogyakarta dalam mengembangkan kawasan ekonomi hijau untuk mendukung NZE, ESG hingga SDG's. Co-firing biomassa, kata dia, dalam hal ini memberikan porsi nilai terbesar bagi UMKM dan perusahaan lokal dalam penyediaan feedstock dan proses bahan baku biomassa.
"Lebih dari 85% biaya produksi berputar di UMKM dan usaha kecil lainnya yang dapat menstimulasi pertumbuhan ekonomi di masyarakat sekitar," tuturnya.
Efek pengganda yang signifikan yang muncul dari dalam pengembangan biomassa menurut dia perlu dukungan dan kerja sama seluruh stakeholder dan elemen. "Misalnya dukungan Kemenkeu untuk pengurangan PPN penyediaan biomassa, termasuk dukungan untuk ekonomi kerakyatan, pemberian subsidi/kompensasi APBN dan skema pendanaan usaha mikro-kecil juga diperlukan," kata Aris.
(fjo)