Hampir 10 Juta Gen Z Menganggur, Bagaimana Cara Mengatasinya?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut bahwa ada sebanyak hampir 10 juta penduduk usia muda atau Gen Z dengan rentang usia 15-24 tahun menganggur. Dari angka tersebut, 5,73 juta di antaranya merupakan perempuan dan 4,17 juta lainnya laki-laki.
Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Bappenas, Maliki menyebut ada beberapa langkah yang seharusnya diambil oleh Pemerintah untuk mengatasi masalah pengangguran muda . Salah satu yang utama menurutnya adalah dengan memperbaiki sistem pendidikan.
"Kami menekankan satu, bahwa sistem pendidikan itu tentunya harus meningkatkan motivasi mereka. Bisa melihat cita-cita mereka apa, mau bekerja seperti apa, dan sebagainya," kata Maliki sebagaimana dikutip pada Kamis (23/5/2024).
"Itu harus lifecycle mulai dari SD bahkan pre school, dengan wajib belajar 13 tahun harusnya mulai dari pre school, SD, SMP, bahkan ke SMA nanti. Dengan demikian mereka sudah tahu arahnya kemana," tambahnya.
Lebih lanjut, Maliki menilai penyesuaian kurikulum, baik itu SMK juga harus bisa berkolaborasi dengan pihak industri. Bukan tanpa alasan, Ia mengungkap dengan kurikulum yang berkolaborasi, maka lulusan dapat disesuaikan dengan keinginan dari industri.
"Jadi waiting timenya (mendapat kerja) tidak terlalu lama," tegasnya.
Maliki menyampaikan, hal yang tidak kalah penting untuk mengatasi pengangguran di masyarakat dengan rentang usia muda bisa dilakukan dengan memberikan sejumlah pelatihan. Adapun pelatihan yang diberikan bukan hanya pelatihan dasar tapi juga yang berbasis kompetensi.
"Bagaimana menjembatani apabila masih terjadi miss match kalau dia lulusan SMA ataupun SMK ternyata pendidikannya tidak lebih baik, itu juga harus kita jembatani dengan pelatihan. Pelatihan tentunya ini bukan pelatihan dasar saja tetapi juga pelatihan yang berbasis kompetensi," ujarnya.
Untuk solusi jangka panjang, Maliki menyarankan agar Pemerintah bisa menjawab, membaca, kecenderungan ke depan. Ia mencontohkan jika kedepan diprediksi bahwa industri akan mengarah ke suatu bidang, maka masyarakat harus dibentuk agar mempunyai keahlian khusus di bidang tersebut.
"Ini yang harus kita baca mulai dari sekarang. Setidaknya 5 tahun dari sekarang, karena dengan membaca seperti itu kita bisa menyelesaikan kurikulumnya. Bagaimana cara membacanya? kita sekarang ini bersama-sama dengan Kementerian Tenaga Kerja sedang membangun Sistem Informasi Pasar Kerja (SIPK)," terangnya Maliki.
Dijelaskan, SIPK memungkinkan semua perusahaan yang mempunyai lowongan pekerjaan bisa menyampaikan ataupun mengumumkan secara terbuka. Sehingga nantinya para pencari kerja juga bisa mengetahui apa yang saat ini sedang dibutuhkan oleh industri.
"Pada jangka pendek kita harus bisa menyesuaikan nanti di dalam jangka panjang. Kita harus bisa membaca dan akhirnya bisa membentuk kurikulum itu, jadi waiting timenya akan semakin minimal," tandas Maliki.
Lihat Juga: Kemenparekraf: Literasi Keuangan dan Bisnis DPUP 2024 Cegah dari Pinjol Ilegal dan Judol
Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Bappenas, Maliki menyebut ada beberapa langkah yang seharusnya diambil oleh Pemerintah untuk mengatasi masalah pengangguran muda . Salah satu yang utama menurutnya adalah dengan memperbaiki sistem pendidikan.
"Kami menekankan satu, bahwa sistem pendidikan itu tentunya harus meningkatkan motivasi mereka. Bisa melihat cita-cita mereka apa, mau bekerja seperti apa, dan sebagainya," kata Maliki sebagaimana dikutip pada Kamis (23/5/2024).
"Itu harus lifecycle mulai dari SD bahkan pre school, dengan wajib belajar 13 tahun harusnya mulai dari pre school, SD, SMP, bahkan ke SMA nanti. Dengan demikian mereka sudah tahu arahnya kemana," tambahnya.
Lebih lanjut, Maliki menilai penyesuaian kurikulum, baik itu SMK juga harus bisa berkolaborasi dengan pihak industri. Bukan tanpa alasan, Ia mengungkap dengan kurikulum yang berkolaborasi, maka lulusan dapat disesuaikan dengan keinginan dari industri.
"Jadi waiting timenya (mendapat kerja) tidak terlalu lama," tegasnya.
Maliki menyampaikan, hal yang tidak kalah penting untuk mengatasi pengangguran di masyarakat dengan rentang usia muda bisa dilakukan dengan memberikan sejumlah pelatihan. Adapun pelatihan yang diberikan bukan hanya pelatihan dasar tapi juga yang berbasis kompetensi.
"Bagaimana menjembatani apabila masih terjadi miss match kalau dia lulusan SMA ataupun SMK ternyata pendidikannya tidak lebih baik, itu juga harus kita jembatani dengan pelatihan. Pelatihan tentunya ini bukan pelatihan dasar saja tetapi juga pelatihan yang berbasis kompetensi," ujarnya.
Untuk solusi jangka panjang, Maliki menyarankan agar Pemerintah bisa menjawab, membaca, kecenderungan ke depan. Ia mencontohkan jika kedepan diprediksi bahwa industri akan mengarah ke suatu bidang, maka masyarakat harus dibentuk agar mempunyai keahlian khusus di bidang tersebut.
"Ini yang harus kita baca mulai dari sekarang. Setidaknya 5 tahun dari sekarang, karena dengan membaca seperti itu kita bisa menyelesaikan kurikulumnya. Bagaimana cara membacanya? kita sekarang ini bersama-sama dengan Kementerian Tenaga Kerja sedang membangun Sistem Informasi Pasar Kerja (SIPK)," terangnya Maliki.
Dijelaskan, SIPK memungkinkan semua perusahaan yang mempunyai lowongan pekerjaan bisa menyampaikan ataupun mengumumkan secara terbuka. Sehingga nantinya para pencari kerja juga bisa mengetahui apa yang saat ini sedang dibutuhkan oleh industri.
"Pada jangka pendek kita harus bisa menyesuaikan nanti di dalam jangka panjang. Kita harus bisa membaca dan akhirnya bisa membentuk kurikulum itu, jadi waiting timenya akan semakin minimal," tandas Maliki.
Lihat Juga: Kemenparekraf: Literasi Keuangan dan Bisnis DPUP 2024 Cegah dari Pinjol Ilegal dan Judol
(akr)