Pelaku Industri Dalam Negeri Keluhkan Relaksasi Impor Kemendag

Sabtu, 08 Juni 2024 - 10:42 WIB
loading...
Pelaku Industri Dalam Negeri Keluhkan Relaksasi Impor Kemendag
Para pelaku industri dalam negeri mengaku langsung merasakan dampak negatif Permendag No 8/2024 yang memudahkan barang luar negeri masuk ke Indonesia. Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Para pelaku industri dalam negeri mengaku langsung merasakan dampak negatif Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 8/2024 yang memudahkan barang luar negeri masuk ke Indonesia. Hanya dalam hitungan minggu, mereka mulai kehilangan pesanan karena pasar domestik mengalihkan pesanan ke barang impor yang dibuat lebih mudah masuk dengan adanya Permendag baru yang menggantikan Permendag No 36/2023.

Kekecewaan diutarakan Ketua Umum Perhimpunan Perusahaan dan Asosiasi Kosmetika (PPAK) Indonesia Solihin Sofian. Dia menilai Permendag No 36/2023 sudah sesuai dengan kebutuhan industri dalam negeri karena merupakan wujud perlindungan investasi dalam negeri dan mengutamakan perlindungan produsen dalam negeri. Sayangnya aturan tersebut digantikan Permendag 8/2024 yang lebih ramah pada importir.

“Pembatasan impor yang diatur pada Permendag 36/2023 yang dihapuskan itu dilakukan atas kemampuan kapasitas produksi nasional dan konsumsi nasional. Dalam aturan tersebut tidak dilakukan pembatasan pada impor bahan baku, bahan setengah jadi dan produk premium atau high tech yang belum bisa atau belum diproduksi di Indonesia,” kata Solihin dalam siaran persnya, Sabtu (8/6/2024).

Solihin juga heran ketika ada yang menyatakan bahwa aturan lama Permendag No 36/2023 menyebabkan kesulitan melakukan impor. Karena berkaca dari para pelaku usaha di sektor kosmetika tidak mengalami masalah dalam melakukan impor bahan baku.

Dari kacamata pelaku industri, setidaknya Solihin melihat ada tiga dampak negatif langsung dari pencabutan keharusan adanya pertimbangan teknis (pertek) dari Kementerian Perindustrian dalam kegiatan impor.

Pertama, tak ada lagi perlindungan terhadap investasi dalam negeri ,terutama pada produk lokal brand nasional. Kedua, akan terjadi "penurunan "kapasitas produksi nasional karena pasar diisi oleh produk impor. Ketiga, akibat penurunan kapasitas produksi nasional maka dikhawatirkan akan diikuti pengurangan lapangan kerja baik sektor formal maupun informal.

Solihin juga melihat solusi yang diambil Kemendag bersama Kementerian Keuangan dan Bea Cukai adalah bentuk kepanikan sesaat. Mereka mengambil solusi yang instan tanpa mempertimbangkan secara baik baik dari sisi industri dalam negeri maupun

Kondisi relaksasi impor saat ini juga ibaratnya memberi beban lebih besar pada sektor industri kosmetika. Karena dengan aturan yang cukup ketat saja gempuran produk impor sangat masif yang masuk baik melalui jalur legal maupun jalur ilegal.

Dia khawatir karena produk-produk impor bisa masuk baik dengan status legal maupun ilegal. Bila itu ilegal maka jelas akan terjadi kerugian negara yang sangat besar dari sisi pendapatan negara, dan perlindungan terhadap konsumen menjadi rentan. Sekarang bisa masuk secara legal dengan mudah maka industri dalam negeri akan kesulitan dalam memasarkan produk karena kalah di sisi harga dan volume.

”Produk lokal tergerus ,apalagi aturan terkait perdagangan digital belum diatur dengan baik. Di pasar kosmetik ini kita sudah bisa melihat sudah muncul brand leader yang bukan dari produk dalam negeri,” terangnya.

Ketua Umum Ikatan Pengusaha Konveksi Bandung (IPKB) Nandi Herdiaman juga mengungkapkan kekecewaan senada. Walaupun sangat berharap agar Mendag Zulkifli Hasan merevisi Permendag No 8/2024 yang sangat pro impor, namun Nandi pesimistis keinginan itu bisa lekas tercapai.

Dia mengaku heran dengan keputusan Zulkifli Hasan menelurkan Permendag No 8/2024tersebut. Dahulu waktu pandemi Covid-19 dan banjir produk impor, empat menteri telah mengunjungi industri kecil menengah (IKM) garmen dan melihat langsung kondisinya.

"Dari situ sebenarnya para menteri termasuk Mendag sudah paham kondisi IKM garmen banyak yang tutup dan merumahkan karyawan gara-gara impor. Waktu itu pak Mendag sangat antusias mendukung industri dalam negeri, loh kok tiba-tiba Pak Menteri mengeluarkan Permendag No 8/2024, impor dibuka seluas-luasnya, saya heran," tuturnya.

Menurut Nandi, ketika Permendag No 8/2024 diberlakukan, dampaknya langsung instan ke IKM garmen. Para penjual online atau reseller yang selama ini bekerjasama dengan IKM garmen langsung menyetop kerjasamanya, dan mengalihkan pesanannya ke impor.

Dia pun berharap pemerintah konsisten melindungi industri dalam negeri. "Kalau Permendag No 8/2024 tidak bisa diubah, maka siap-siap angka pengangguran di Indonesia akan semakin banyak. Dengan kebijakan tersebut, saya yakin IKM garmen akan mati," sesalnya.

Nandi menyebut kondisi saat ini sangat memprihatinkan. Sebanyak 20% IKM sudah tutup. ”Seandainya Permendag No 8/2024 tidak bisa diubah, saya prediksi 70% IKM garmen akan tutup. IKM garmen babak belur," tuturnya.
(poe)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1237 seconds (0.1#10.140)