Efek Berantai Lonjakan Harga Tiket Pesawat ke Sektor Bisnis
A
A
A
JAKARTA - Organisasi Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) memaparkan, lonjakan harga tiket pesawat tidak hanya berdampak terhadap sektor pariwisata tetapi juga menimbulkan efek berantai terhadap beberapa sektor. Wakil Ketua PHRI Maulana Yusran menyebutkan, tingginya harga tiket pesawat juga bisa menganggu sektor bisnis secara luas.
"Tiket itu bukan hanya masalah pariwisata. Negara kita negara kepulauan, transportasi udara dan laut penting untuk berpindah. Aktivitas berpindah itu macam-macam, ada business, pariwisata dan yang lainnya. Paling penting adalah pergerakan untuk bisnis, meskipun berbeda tipis dengan pariwisata," jelas Maulana di Jakarta, Rabu (24/4/2019).
Menurutnya imbas mahalnya harga tiket pesawat sudah dirasakan daerah destinasi pariwisata sejak Januari 2019, lalu. "Yang berteriak masalah harga tiket dari maskapai sudah dari berbagai pihak, bahkan pemerintah daerah pun sudah. Hotel pun juga merasakan imbasnya 20-40% berdasarkan laporan di Februari 2019," ungkapnya.
Pulau Jawa menjadi sentral logistik maupun bisnis dan terang dia, tentunya berdampak pada kenaikan logistik. Imbasnya makin terasa sekarang, sebelumnya sudah ada pertemuan dengan pemerintah beberapa kali membahas masalah yang sama, terutama dengan Presiden Joko Widodo.
Pihak maskapai menyampaikan bahwa yang menjadi masalah adalah tingginya harga Aftur. Presiden sudah menginstruksikan untuk masalah aftur karena sangat mempengaruhi harga. Pemerintah sejauh ini sudah berusaha menghimbau terkait harga pesawat yang kian mencekik, namun seakan masih dihiraukan oleh maskapai.
Dari November 2018 sudah ada diskusi sampai tindakan realisasi di bulan Januari 2019. Dua grup maskapai, Garuda Indonesia dan Lion Air merupakan pemain utama penerbangan Indonesia. Maulana berpendapat, supaya bisnis tetap sehat, harus dibuka kompetisi luas. Jangan dibatasi dengan dua pemain dengan demikian konsumen akan diuntungkan. Masalah negara kepulauan sebenarnya dimudahkan dengan adanya transportasi udara.
"Ada adjustment untuk reprice, tetapi ketika adjustment sampai mencapai angka 200%, pasar pun terkejut ketika hanya ada dua grup utama yang bermain, sehingga bisa dilihat bahwa kompetisi menjadi kunci solusi untuk permasalahan ini," tutupnya.
"Tiket itu bukan hanya masalah pariwisata. Negara kita negara kepulauan, transportasi udara dan laut penting untuk berpindah. Aktivitas berpindah itu macam-macam, ada business, pariwisata dan yang lainnya. Paling penting adalah pergerakan untuk bisnis, meskipun berbeda tipis dengan pariwisata," jelas Maulana di Jakarta, Rabu (24/4/2019).
Menurutnya imbas mahalnya harga tiket pesawat sudah dirasakan daerah destinasi pariwisata sejak Januari 2019, lalu. "Yang berteriak masalah harga tiket dari maskapai sudah dari berbagai pihak, bahkan pemerintah daerah pun sudah. Hotel pun juga merasakan imbasnya 20-40% berdasarkan laporan di Februari 2019," ungkapnya.
Pulau Jawa menjadi sentral logistik maupun bisnis dan terang dia, tentunya berdampak pada kenaikan logistik. Imbasnya makin terasa sekarang, sebelumnya sudah ada pertemuan dengan pemerintah beberapa kali membahas masalah yang sama, terutama dengan Presiden Joko Widodo.
Pihak maskapai menyampaikan bahwa yang menjadi masalah adalah tingginya harga Aftur. Presiden sudah menginstruksikan untuk masalah aftur karena sangat mempengaruhi harga. Pemerintah sejauh ini sudah berusaha menghimbau terkait harga pesawat yang kian mencekik, namun seakan masih dihiraukan oleh maskapai.
Dari November 2018 sudah ada diskusi sampai tindakan realisasi di bulan Januari 2019. Dua grup maskapai, Garuda Indonesia dan Lion Air merupakan pemain utama penerbangan Indonesia. Maulana berpendapat, supaya bisnis tetap sehat, harus dibuka kompetisi luas. Jangan dibatasi dengan dua pemain dengan demikian konsumen akan diuntungkan. Masalah negara kepulauan sebenarnya dimudahkan dengan adanya transportasi udara.
"Ada adjustment untuk reprice, tetapi ketika adjustment sampai mencapai angka 200%, pasar pun terkejut ketika hanya ada dua grup utama yang bermain, sehingga bisa dilihat bahwa kompetisi menjadi kunci solusi untuk permasalahan ini," tutupnya.
(akr)