Banyak Kelas Menengah RI Turun Kelas, Awas Stagnasi Pertumbuhan Ekonomi

Minggu, 28 Juli 2024 - 06:45 WIB
loading...
Banyak Kelas Menengah...
Banyak kelas menengah di Indonesia turun level menjadi kelas menengah bawah atau aspiring middle class (AMC). Pengamat menerangkan, fenomena ini harus segera direspons karens efeknya sangat besar. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Banyak kaum borjuis alias kelas menengah di Indonesia turun level menjadi kelas menengah bawah atau aspiring middle class (AMC). Padahal, kelompok dalam hierarki sosial ekonomi itu punya peran besar bagi pertumbuhan ekonomi nasional.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad memandang, perlunya intervensi pemerintah agar perkara tersebut bisa teratasi. Implikasi dari mengecilnya kelompok masyarakat ini terhadap makro ekonomi sangat signifikan.

Misalnya, terjadi stagnasi pertumbuhan ekonomi karena daya beli atau konsumsi kaum borjuis yang mengalami tekanan dan anjlok. Baca Juga: Bank Dunia Rilis Ketentuan Baru, 13 Juta Kelas Menengah RI Mendadak Jatuh Miskin

“Saya kira yang utama adalah tentu saja konsumsi mereka akan turun begitu ya, nah ini menyebabkan kalau kelas menengah turun, konsumsinya turun, otomatis berkurang lagi, daya dorong terhadap pertumbuhan ekonomi, akan relatif terbatas,” ujar Tauhid ketika dihubungi, Sabtu (27/7/2024).

Lantas, apa intervensi pemerintah agar jumlah kelas menengah tidak merosot dan kembali membesar?



Tauhid menilai, kebijakan pemerintah terkait antisipasi dan penanganan inflasi pangan terus digenjot. Lalu, penguatan investasi, peningkatan produktivitas pekerja, pengupahan yang layak, dan perbaikan sistem jaminan sosial.

Ada banyak faktor yang mendorong kelas menengah di dalam negeri berkurang. Faktor yang paling dominan adalah inflasi pangan, lantaran lonjakan harga sejumlah komoditas pangan terjadi secara ‘gila-gilaan’.

Menurut dia, konsumsi pangan di kalangan borjuis Indonesia cukup tinggi. Namun, inflasi pangan menjadi momok bagi mereka, sehingga membuat daya beli menjadi berkurang.

“Kuncinya investasi, produktivitas, pengupahan, dan perbaikan sistem jaminan sosial, terutama pendidikan dan kesehatan agar cost beban mereka bisa dikurangi, jadi jangan mahal-mahal, dan mengatasi inflasi pangan,” paparnya.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2135 seconds (0.1#10.140)