Kemenhub Sosialisasikan Navigasi Kapal Laut di Indonesia Timur
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Ditjen Perhubungan Laut terus mensosialisasikan pemberlakuan Peraturan Menteri Perhubungan (PM) No 7 Tahun 2019 tentang Pemasangan dan Pengaktifan Sistem Identifikasi Otomatis (Automatic Identification System/AIS) atau navigasi bagi Kapal yang berlayar di wilayah Perairan Indonesia yang akan dimulai 20 Agustus 2019.
Selain AIS, pada kesempatan sama juga dilakukan sosialisasi terkait rencana Implementasi Traffic Separation Scheme (TSS) di Selat Sunda dan Selat Lombok Juni 2020.
Kali ini yang menjadi sasaran sosialisasi AIS adalah Indonesia bagian Timur yang dilakukan di Makassar dengan mengumpulkan 120 peserta dari seluruh Instansi kementerian/lembaga/instansi, stakeholder, perusahaan pelayaran dan asosiasi nelayan di wilayah kerja Distrik Navigasi Kelas I Makassar dan sekitarnya.
"Sosialisasi ini dilaksanakan untuk memberikan informasi yang komprehensif kepada seluruh instansi dan stakeholder terkait pentingnya penerapan AIS dan TSS untuk keselamatan dan keamanan pelayaran," jelas Kepala Distrik Navigasi Kelas I Makassar Supardi di Makassar, Senin (29/7/2019).
Kegiatan Sosialisasi ini juga merupakan langkah optimalisasi fungsi layanan Telekomunikasi Pelayaran Ditjen Perhubungan Laut melalui Direktorat Kenavigasian. "Kiranya instansi dan stakeholder terkait dapat berpartisipasi dalam penerapan dan mengoptimalkan AIS," ungkapnya.
AIS menurut Supardi tidak sekadar hanya dipasang saja di tiap kapal dan kapal nelayan GT.60 ke atas saja. Namun juga harua diaktifkan atau dinyalakan selama melakukan pelayaran saat berada di wilayah Indonesia.
Hal itu dilakukan dalam upaya meningkatkan keselamatan dan keamanan pelayaran serta perlindungan wilayah maritim sebagai bentuk komitmen Kementerian Perhubungan.
Kasubdit Telekomunikasi Pelayaran Dian Nurdiana menyampaikan bahwa AlS merupakan sistem pemancaran radio Very High Frequency (VHF) yang menyampaikan data-data melalui VHF Data Link (VDL) untuk mengirim dan menerima informasi secara otomatis ke kapal lain, Stasiun Vessel Traffic Services (VTS), dan stasiun radio pantai (SROP).
"AIS terbagi dua yakni AIS Kelas A dan AIS Kelas B," tutur Dian.
AIS Kelas A, wajib dipasang dan diaktifkan pada Kapal Berbendera Indonesia yang memenuhi persyaratan Konvensi Safety of Life at Sea (SOLAS) yang berlayar di wilayah Perairan Indonesia.
Sedangkan AIS Kelas B juga wajib dipasang dan diaktifkan pada kapal-kapal berbendera Indonesia dengan ketentuan antara lain Kapal Penumpang dan Kapal Barang Non Konvensi dengan ukuran paling rendah GT 35 yang berlayar di wilayah Perairan Indonesia, Kapal yang berlayar antarlintas negara atau yang melakukan barter-trade.
"AIS B juga berlaku bagi kapal Penangkap Ikan berukuran paling rendah GT 60 (enam puluh Gross Tonnage) sesuai perundang-undangan yang berlaku," kata Dian.
Pada kesempatan tersebut, Pengurus INSA Makassar, Budiono menyebutkan bahwa pihaknya mendukung penerapan AIS untuk keselamatan dan keamanan pelayaran.
"Secara umum kami mendukung, namun kami juga minta kepada regulator agar juga telah siap dukungan peralatan di pelabuhan-pelabuhan," ujarnya.
Selain AIS, pada kesempatan sama juga dilakukan sosialisasi terkait rencana Implementasi Traffic Separation Scheme (TSS) di Selat Sunda dan Selat Lombok Juni 2020.
Kali ini yang menjadi sasaran sosialisasi AIS adalah Indonesia bagian Timur yang dilakukan di Makassar dengan mengumpulkan 120 peserta dari seluruh Instansi kementerian/lembaga/instansi, stakeholder, perusahaan pelayaran dan asosiasi nelayan di wilayah kerja Distrik Navigasi Kelas I Makassar dan sekitarnya.
"Sosialisasi ini dilaksanakan untuk memberikan informasi yang komprehensif kepada seluruh instansi dan stakeholder terkait pentingnya penerapan AIS dan TSS untuk keselamatan dan keamanan pelayaran," jelas Kepala Distrik Navigasi Kelas I Makassar Supardi di Makassar, Senin (29/7/2019).
Kegiatan Sosialisasi ini juga merupakan langkah optimalisasi fungsi layanan Telekomunikasi Pelayaran Ditjen Perhubungan Laut melalui Direktorat Kenavigasian. "Kiranya instansi dan stakeholder terkait dapat berpartisipasi dalam penerapan dan mengoptimalkan AIS," ungkapnya.
AIS menurut Supardi tidak sekadar hanya dipasang saja di tiap kapal dan kapal nelayan GT.60 ke atas saja. Namun juga harua diaktifkan atau dinyalakan selama melakukan pelayaran saat berada di wilayah Indonesia.
Hal itu dilakukan dalam upaya meningkatkan keselamatan dan keamanan pelayaran serta perlindungan wilayah maritim sebagai bentuk komitmen Kementerian Perhubungan.
Kasubdit Telekomunikasi Pelayaran Dian Nurdiana menyampaikan bahwa AlS merupakan sistem pemancaran radio Very High Frequency (VHF) yang menyampaikan data-data melalui VHF Data Link (VDL) untuk mengirim dan menerima informasi secara otomatis ke kapal lain, Stasiun Vessel Traffic Services (VTS), dan stasiun radio pantai (SROP).
"AIS terbagi dua yakni AIS Kelas A dan AIS Kelas B," tutur Dian.
AIS Kelas A, wajib dipasang dan diaktifkan pada Kapal Berbendera Indonesia yang memenuhi persyaratan Konvensi Safety of Life at Sea (SOLAS) yang berlayar di wilayah Perairan Indonesia.
Sedangkan AIS Kelas B juga wajib dipasang dan diaktifkan pada kapal-kapal berbendera Indonesia dengan ketentuan antara lain Kapal Penumpang dan Kapal Barang Non Konvensi dengan ukuran paling rendah GT 35 yang berlayar di wilayah Perairan Indonesia, Kapal yang berlayar antarlintas negara atau yang melakukan barter-trade.
"AIS B juga berlaku bagi kapal Penangkap Ikan berukuran paling rendah GT 60 (enam puluh Gross Tonnage) sesuai perundang-undangan yang berlaku," kata Dian.
Pada kesempatan tersebut, Pengurus INSA Makassar, Budiono menyebutkan bahwa pihaknya mendukung penerapan AIS untuk keselamatan dan keamanan pelayaran.
"Secara umum kami mendukung, namun kami juga minta kepada regulator agar juga telah siap dukungan peralatan di pelabuhan-pelabuhan," ujarnya.
(fjo)