Sinergi Pemerintah-Swasta Mewujudkan Ibu Kota Baru

Jum'at, 18 Oktober 2019 - 11:32 WIB
Sinergi Pemerintah-Swasta Mewujudkan Ibu Kota Baru
Sinergi Pemerintah-Swasta Mewujudkan Ibu Kota Baru
A A A
Rencana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) baru ke Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, semakin mendekati tenggat waktu. Pemerintah menyebut pembangunan infrastruktur di sana akan dimulai di akhir tahun 2020.

Karena itu menjelang tahun 2020 sudah pasti banyak hal yang harus segera dikerjakan. Salah satu tantangan yang datang untuk pembangunan adalah skema pembiayaannya. Dalam kajian yang dilakukan Kementerian PPN/Bappenas disiapkan dua opsi. Opsi pertama sebesar Rp466 triliun, dan opsi kedua sebesar Rp323 triliun.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan hanya 19% yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terutama dengan skema kerja sama pengelolaan aset di ibu kota. Sisanya akan didapat dari Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) serta investasi langsung swasta dengan Badan Usaha Milik negara (BUMN).

Ketua Komite Tetap Pembiayaan Infrastruktur Kadin Diding S Anwar mengatakan, hal yang menarik perhatian dunia swasta bukan soal konstruksi dan infrastruktur dalam pemindahan IKN. Fokus pelaku usaha, khususnya di sektor konstruksi dan infrastruktur, yaitu soal pembiayaan. “Swasta tidak bisa berharap mendapatkan anggaran hanya dari APBN dalam proyek pemindahan IKN. Pasalnya dari seluruh anggaran pemindahan ibukota yang berjumlah sekitar Rp466 triliun, porsi APBN hanya 19,2% atau Rp89,4 triliun,” jelas Diding ketika dihubungi KORAN SINDO, baru-baru ini.

Menurut Diding, porsi terbesar dari pembiayaan justru skema KPBU dengan pengerahan dana dari swasta yang memperhatikan pembagian risiko antara dua pihak. Dari skema pembiayaan yang dirilis Bappenas, porsi KPBU mencapai 54,4 % atau sekitar Rp253,4 triliun.

Diding mengaku porsi pembiayaan yang seperti ini menimbulkan kekhawatiran nasib dan posisi kontraktor lokal yang kecil dan menengah di daerah. Dalam beberapa tahun belakangan, data dari Gabungan Asosiasi Pengusaha Konstruksi Indonesia atau Gapensi menunjukkan banyak kontraktor kecil menengah yang gulung tikar karena tidak lagi bisa mendapatkan proyek-proyek pembangunan dari pemerintah. “Mereka tidak mampu bersaing terutama dengan BUMN Karya,” tegasnya.

Keterbatasan dana APBN ini, lanjut dia, juga menjadi peluang bagi sektor perbankan mendapatkan keuntungan dengan penyaluran kredit konstruksi. Sekaligus menjadi dukungan dana bagi pihak swasta yang terbatas modalnya. Sejumlah Bank BUMN juga menyatakan kesediaannya bahkan proaktif untuk menyiapkan dana pinjaman pembangunan di sektor konstruksi, properti dan bisnis baru.

Dia berharap sinergi antara swasta dengan pemerintah dan investor dapat terbangun dengan lebih baik. Stimulus kebijakan dari pemerintah saat ini sudah membuka peluang cukup luas untuk pengembangan industri konstruksi nasional.

Terpisah, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Perhubungan, Carmelita Hartoto mengungkapkan, pemindahan ibu kota akan mengurangi beban Jakarta yang selama ini menjadi pusat bisnis dan pemerintahan. "Kalau ibu kota pindah saya kira Jakarta bisa lebih baik dari sisi pengurangan polusi karena kendaraan. Jakarta bisa dipusatkan sebagai pusat bisnis, sedangkan Ibu Kota baru di Kalimantan Timur, bisa fokus sebagai kota pemerintahan negara," ujarnya.

Dia menambahkan, kalangan usaha praktis hanya akan membuka kantor perwakilan di ibu kota baru sebagai perpanjangan tangan bisnis utama yang ada di Jakarta. "Jadi yang berubah hanya kebiasaan saja. Dan saya kira berjalan secara bertahap, jadi sebenarnya tidak ada masalah kalau secara bisnis," pungkasnya.

Sementara, peneliti Indef Rizal Taufikurahman mengkritisi pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur, karena dari sisi ekonomi tidak berdampak signifikan terhadap produk domestik bruto (PDB) riil nasional. Begitu juga terhadap indikator ekonomi makro dan pemerataan ekonomi nasional. “Skema swasta dan pemerintah tidak akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi sesuai target pertumbuhan,” katanya.

Menurut Rizal, dengan skema swasta yang lebih dominan diperkirakan hanya mendongkrak pergerakan terbatas di beberapa sektor seperti infrastruktur, perumahan, properti, dan perdagangan ritel. Namun pembangunan tidak berdampak pada industri yang membangun nilai tambah. Karena pembangunan IKN ditujukan untuk tata kelola pemerintahan. Sehingga pembiayaan pihak swasta dan pemerintah tidak akan memberikan dampak perbaikan yang signifikan untuk kawasan dan antar kawasan ke seluruh Kalimantan.

Rizal menilai proses yang akan dilalui masih cukup panjang karena untuk melibatkan swasta berarti ada banyak regulasi yang harus diperkuat dan setidaknya ada 26 UU yang harus direvisi. Ini dibutuhkan karena kontrol yang harus kuat khususnya dalam membangun tata kelola pemerintahan. (Hafid Fuad/ Ichsan Amin)
(nfl)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4395 seconds (0.1#10.140)