Pembangunan Kilang Terus Didorong demi Ketahanan Energi

Selasa, 26 November 2019 - 16:15 WIB
Pembangunan Kilang Terus Didorong demi Ketahanan Energi
Pembangunan Kilang Terus Didorong demi Ketahanan Energi
A A A
JAKARTA - Pemerintah mendorong percepatan pembangunan kilang minyak di dalam negeri untuk mencapai ketahanan energi nasional. Tanpa pembangunan kilang, sebagian konsumsi bahan bakar minyak (BBM) akan tetap dipenuhi dari impor.

"Dalam beberapa tahun ke depan, suplai energi primer masih di dominasi energi fosil, khususnya minyak masih memegang peran signifikan. Sebab itu pemerintah terus mendorong percepatan pembangunan kilang," ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, di acara Pertamina Energy Forum 2019, di Raffles Hotel, Jakarta, Selasa (26/11/2019).

Menurut dia terdapat sejumlah program pembangunan kilang yang harus diselesaikan Pertamina yakni revitalisasi kilang (Refinery Development Master Plan/RDMP) dan pembangunan kilang baru (Grass Root Refinery/GRR). Program RDMP terdiri dari Kilang Balikpapan, Kilang Dumai, Kilang Balongan dan Kilang Cilacap, sedangkan program pembangunan kilang baru di antaranya Kilang Tuban dan Kilang Bontang. Pembangunan kilang tersebut diharapkan mampu meningkatkan kapasitas kilang bertambah secara siginifikan.

"Kami harapkan percepatan kilang mampu meningkatkan kapasitas secara signifikan. Saat ini kapasitas kilang sekitar 1 juta barel per hari (bph) masih jauh dari rata-rata konsumsi 1,5 juta bph," ungkapnya.

Tidak hanya itu, Arifin juga mendorong Pertamina bekerja keras meningkatkan produksi dan cadangan migas di dalam negeri. Terdapat dua strategi jangka pendek dan jangka panjang supaya dapat meningkatkan produksi dan cadangan migas. Dalam jangka pendek, imbuhnya, untuk memperkuat kapasitas keuangan dan teknis pemerintah akan mengizinkan Pertamina menggandeng mitra strategis guna meningkatkan aliran modal ke dalam negeri.

"Untuk jangka panjang, yaitu mempertahankan tingkat produksi, mencari cadangan, melaksanakan Enhanced Oil Recovery (EOR) dan meningkatkan eksplorasi," tambahnya.

Tak kalah penting, Pertamina juga perlu langkah cepat melakukan transisi dari energi fosil ke energi baru terbarukan (EBT). Saat ini, Indonesia memiliki potensi EBT mencapai 442 gigawatt (GW) sementara kapasitas terpasang hanya 9,3 GW atau 2% dari potensi yang ada. Meski begitu transisi masih menjadi tantangan utamanya karena terbatasnya pembiayaan, kurangnya dukungan infrastruktur dan biaya investasi yang tinggi. Untuk itu, perlu sinergi supaya berbagai tantangan pengembangan EBT dapat dicarikan solusi.

"Dari sisi regulasi perlu membuat insentif seperti tax allowance dan tax holiday serta implementasi. Semua bagian dari komitmen kita mendorong investasi EBT di dalam negeri," kata Arifin.

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menyatakan berbagai inisiatif untuk menekan impor BBM. Selain berupaya memwujudkan program pembangunan kilang, Pertamina juga telah menjalankan program mandatori biodiesel. Adapun kebijakan mandatori biodiesel telah berjalan sejak 2015 dengan program B15. Kemudian pada 2016 ditingkatkan menjadi B20 dan pada November 2019 ini telah dimulai uji coba B30.

"Pertamina sudah siap menjalankan B30 mulai 21 November 2019 lalu. Ini cukup signifikan menurunkan impor," tuturnya.

Pertamina juga berencana membangun green refinery yang terintegrasi dengan kilang eksisting di Plaju, Dumai dan Balikpapan. Ketiga wilayah tersebut dipilih berdasarkan kedekatan dengan lokasi sumber bahan baku yaitu CPO. Pilihan tersebut diantaranya karena sekitar separuh biaya produksi bahan bakar pada bio-refinery di Indonesia adalah biaya angkut CPO.

Nicke menyatakan, melalui RDMP dan GRR akan meningkatkan kualitas produk BBM dari EURO II menjadi EURO V secara tidak langsung akan memperbaiki kualitas dan menyelesaikan isu lingkungan. Apalagi jika kebijakan tersebut dikombinasikan dengan pengembangan bio-refinery.

"Mengacu pada tren energi global, kebutuhan energi ke depan akan mengalami transisi kepada penggunaan sumber energi yang lebih ramah lingkungan. Perubahan iklim hingga perkembangan teknologi menjadi tantangan kami ke depan," jelasnya.

Di sisi lain, Pertamina juga terus berupaya meningkatkan produksi dan cadangang migas di dalam negeri. Terkait peningkatan cadangan, persoran belum lama ini melakukan kegiatan eksplorasi di luar wilayah kerja (WK) Jambi Merang. Kegiatan tersebut dilakukan melalui survei seismik 2D yang didukung melalui komitmen kerja pasti (KKP).

Sementara untuk meningkatkan produksi di hulu, perusahaan telah menganggarkan mayoritas investasi di hulu. Adapun pada 2020 Pertamina berencana menggelontorkan investasi sebesar USD7,8 miliar meningkat dibandingkan tahun ini sebesar USD4,2 miliar. Dari jumlah tersebut sebesar USD3,5-3,7 miliar untuk kegiatan di sektor hulu dengan angaran paling besar untuk meningkatkan kinerja Blok Mahakam di Kalimantan Timur.

"Tahun depan itu mayoritas capex memang untuk upstream dan terbesar untuk Blok Mahakam. Ini merupakan komitmen kami dalam meningkatkan produksi," kata Nicke.
(fjo)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3805 seconds (0.1#10.140)