Sanksi Barat Tak Berkutik melawan Kemampuan Adaptasi Rusia

Kamis, 26 September 2024 - 18:48 WIB
loading...
Sanksi Barat Tak Berkutik...
Gelombang sanksi Barat terhadap Rusia setelah perang Ukraina pecah belum memberikan pukulan telak bagi ekonomi Moskow seperti yang diperkirakan beberapa orang. Beberapa peneliti ungkap penyebabnya. Foto/Dok
A A A
WASHINGTON - Gelombang sanksi Barat terhadap Rusia setelah perang Ukraina pecah belum memberikan pukulan telak bagi ekonomi Moskow seperti yang diperkirakan beberapa orang. Dalam sebuah laporan terbaru, dua peneliti mengungkapkan alasan kenapa sanksi AS dan sekutunya belum efektif.



Oleg Itskhoki dari Universitas Harvard dan Elina Ribakova dari Institut Peterson untuk Ekonomi Internasional berpendapat, bahwa sanksi Barat seharusnya dijatuhkan lebih kuat segera setelah invasi, daripada dengan cara melakukannya sedikit demi sedikit.

"Dalam retrospeksi, terbukti bahwa tidak ada alasan untuk tidak memberlakukan semua tindakan tegas yang bisa dilakukan terhadap Rusia sejak awal setelah Rusia meluncurkan invasi skala penuh pada Februari 2022," kata para penulis dalam makalah tersebut.

Namun, "kesimpulan kritis adalah bahwa sanksi bukanlah peluru perak," kata Ribakova.



Para peneliti mengatakan, Rusia mampu beradaptasi menghadapi sanksi keuangan atau ekonomi karena pelajaran yang dipetik dari sanksi yang dijatuhkan pada tahun 2014 setelah menginvasi Krimea. Selain itu lemahnya dampak dari sanksi, lantaran gagal menyakinkan lebih banyak negara untuk ikut serta, dimana kekuatan ekonomi seperti China dan India tidak termasuk di dalamnya.

Laporan itu mengatakan, bahwa "meskipun jumlah sanksi sangat tinggi, tapi dampak nyata pada ekonomi Rusia kurang jelas," dan "kerja sama global sangat diperlukan."

Pertanyaan tentang apa yang membuat sanksi efektif atau tidak penting di luar perang Rusia-Ukraina. Sanksi telah menjadi alat penting bagi Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya untuk menekan musuh agar membalikkan tindakan dan mengubah kebijakan sambil menghentikan konflik militer secara langsung.

Dampak terbatas dari sanksi Barat terhadap Rusia, terlihat jelas selama beberapa waktu. Tetapi laporan itu memberikan gambaran yang lebih rinci tentang bagaimana Rusia beradaptasi dengan sanksi dan apa artinya bagi efektivitas sanksi AS di masa depan.

Sejak awal invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022, AS sudah menjatuhkan sanksi kepada lebih dari 4.000 orang dan bisnis, termasuk 80% sektor perbankan Rusia berdasarkan aset.

Pemerintahan Biden mengakui bahwa sanksi saja tidak dapat menghentikan invasi Rusia — ia juga telah mengirim sekitar USD56 miliar dalam bentuk bantuan militer ke Ukraina sejak invasi 2022. Dan banyak pakar kebijakan mengatakan, sanksi itu tidak cukup kuat, sebagaimana dibuktikan oleh pertumbuhan ekonomi Rusia.

Para pejabat AS mengatakan, Rusia telah beralih ke China untuk mendapatkan peralatan mesin, mikroelektronika dan teknologi lain yang digunakan Moskow untuk memproduksi rudal, tank, pesawat terbang dan persenjataan lainnya untuk digunakan dalam perang.

Seorang perwakilan Departemen Keuangan menunjuk pada pernyataan Menteri Keuangan Janet Yellen pada bulan Juli selama pertemuan menteri keuangan G20, di mana dia menyebut tindakan terhadap Rusia "belum pernah terjadi sebelumnya."

"Kami terus menindak penghindaran sanksi Rusia dan memperkuat serta memperluas kemampuan kami untuk menargetkan lembaga keuangan asing dan siapa pun di seluruh dunia yang mendukung mesin perang Rusia," katanya.

Namun, Rusia mampu menghindari pembatasan harga USD60 pada ekspor minyaknya yang diberlakukan oleh AS dan negara G7 lainnya yang mendukung Ukraina. Batas tersebut diberlakukan dengan melarang perusahaan asuransi dan perusahaan pelayaran Barat menangani minyak di atas batas harga tersebut.

Tapi Rusia mampu menghindari pembatasan harga minyak dengan merakit armada tanker bekas yang tidak menggunakan layanan Barat dan mengangkut 90% minyaknya.

Sementara itu AS mendorong pembatasan harga sebagai cara untuk mengurangi keuntungan minyak Moskow, tanpa menjatuhkan sejumlah besar minyak Rusia dari pasar global dan mendorong harga minyak, harga bensin dan inflasi. Kekhawatiran serupa membuat Uni Eropa (UE) tidak memaksakan boikot pada sebagian besar minyak Rusia selama hampir setahun setelah Rusia menginvasi Ukraina.

Para pemimpin G-7 setuju untuk merekayasa pinjaman USD50 miliar untuk membantu Ukraina, yang dibayar oleh bunga yang diperoleh dari keuntungan dari aset bank sentral Rusia yang dibekukan. Aset Rusia yang dibekukan tersebut, sebagian besar berada di Eropa sebagai jaminan. Namun, sekutu belum menyetujui garis beras pemberian pinjaman.
(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2347 seconds (0.1#10.140)