BRICS Gerogoti Daya Beli Dolar AS, Momok Mengerikan bagi Negara Maju
loading...
A
A
A
JAKARTA - Daya beli dolar Amerika Serikat (AS) yang terus menurun setiap tahunnya bisa menyebabkan terjadinya hiperinflasi sebagai momok mengerikan bagi negara maju.
CEO Zang Enterprises, Lynette Zang mengungkapkan bahwa daya beli dolar AS terkikis dengan sangat cepat. Hal itu terjadi ketika aliansi BRICS meninggalkan dolar AS sebagai mata uang cadangan dunia.
"Hanya 3% dari daya beli asli dolar AS yang tersisa pada 2024 seperti yang didokumentasikan oleh Federal Reserve tahun ini. Inilah yang akan disampaikan oleh data resmi pemerintah," kata Zang disitir dari WatcherGuru, Jumat (27/9/2024).
Baca Juga: BRICS Bocorkan Mata Uang Resmi Penantang Dolar AS, 40% Bertabur Emas
Hal ini memberikan BRICS lebih banyak jarak tempuh untuk menghadapi dolar AS karena daya belinya semakin berkurang. Zang menjelaskan bahwa daya beli dolar AS dapat jatuh ke level terendah dalam waktu cepat.
Dia memproyeksikan nilai tukar bisa jatuh ke titik 0% pada 2025 dari 3% tahun ini. Negara-negara BRICS dapat memanfaatkan perkembangan ini dan mendorong mata uang lokal untuk mengungguli dolar AS dalam perdagangan.
"Saya percaya dengan sepenuh hati dan semua yang saya ketahui bahwa kita telah memulai transisi menuju hiperinflasi," kata Zang kepada Kitco News.
"Kita akan melihat lebih banyak pinjaman, lebih banyak pencetakan uang, lebih banyak inflasi karena mereka belum membunuh binatang buas yang mereka ciptakan dan terus ciptakan," ujarnya.
Baca Juga: Putin Perintahkan Rusia Ubah Doktrin Nuklir, Ukraina dan NATO dalam Bahaya
Selain agenda dedolarisasi dari BRICS, dolar AS juga harus bertarung dengan mata uang CBDC yang akan datang. 134 negara di seluruh dunia sedang dalam tahap uji coba untuk menguji mata uang digital masing-masing.
Atlantic Council melaporkan bahwa dari 134 negara tersebut, 66 negara sudah dalam tahap pengujian lanjutan. Mata uang CBDC dapat menjadi kenyataan pada 2027 dan menantang prospek dolar AS.
CEO Zang Enterprises, Lynette Zang mengungkapkan bahwa daya beli dolar AS terkikis dengan sangat cepat. Hal itu terjadi ketika aliansi BRICS meninggalkan dolar AS sebagai mata uang cadangan dunia.
"Hanya 3% dari daya beli asli dolar AS yang tersisa pada 2024 seperti yang didokumentasikan oleh Federal Reserve tahun ini. Inilah yang akan disampaikan oleh data resmi pemerintah," kata Zang disitir dari WatcherGuru, Jumat (27/9/2024).
Baca Juga: BRICS Bocorkan Mata Uang Resmi Penantang Dolar AS, 40% Bertabur Emas
Hal ini memberikan BRICS lebih banyak jarak tempuh untuk menghadapi dolar AS karena daya belinya semakin berkurang. Zang menjelaskan bahwa daya beli dolar AS dapat jatuh ke level terendah dalam waktu cepat.
Dia memproyeksikan nilai tukar bisa jatuh ke titik 0% pada 2025 dari 3% tahun ini. Negara-negara BRICS dapat memanfaatkan perkembangan ini dan mendorong mata uang lokal untuk mengungguli dolar AS dalam perdagangan.
"Saya percaya dengan sepenuh hati dan semua yang saya ketahui bahwa kita telah memulai transisi menuju hiperinflasi," kata Zang kepada Kitco News.
"Kita akan melihat lebih banyak pinjaman, lebih banyak pencetakan uang, lebih banyak inflasi karena mereka belum membunuh binatang buas yang mereka ciptakan dan terus ciptakan," ujarnya.
Baca Juga: Putin Perintahkan Rusia Ubah Doktrin Nuklir, Ukraina dan NATO dalam Bahaya
Selain agenda dedolarisasi dari BRICS, dolar AS juga harus bertarung dengan mata uang CBDC yang akan datang. 134 negara di seluruh dunia sedang dalam tahap uji coba untuk menguji mata uang digital masing-masing.
Atlantic Council melaporkan bahwa dari 134 negara tersebut, 66 negara sudah dalam tahap pengujian lanjutan. Mata uang CBDC dapat menjadi kenyataan pada 2027 dan menantang prospek dolar AS.
(nng)