Industri Karet Alam Jadi Akselerator Ekonomi Daerah, Ini Buktinya
loading...
A
A
A
YOGYAKARTA - Karet alam telah menjadi akselerator ekonomi bagi pembangunan daerah pedesaan di pulau-pulau besar seperti Sumatera, Jawa, dan Kalimantan, yang menopang kehidupan sekitar 2,1 juta rumah tangga. Karet alam juga terus memainkan peran penting sebagai komoditas strategis di sektor pertanian Indonesia, dengan kontribusi devisa sebesar USD1,76 miliar pada tahun 2023.
Karakteristik lain yang signifikan adalah sifat ramah lingkungan dari perkebunan karet, seperti kemampuan menyerap karbon dalam jumlah besar dan perannya dalam konservasi tanah serta air.
"Kami yakin, peran penting karet alam ini juga diakui oleh negara-negara penghasil karet alam lainnya," terang Ketua Panitia IRC 2024, Dr Suroso Rahutomo saat International Rubber Conference (IRC) 2024 di Royal Ambarukmo Hotel, Yogyakarta pada 19-21 November 2024.
Pusat Penelitian Karet bersama International Rubber Research and Development Board (IRRDB) dan Japan International Cooperation Agency (JICA) menyelenggarakanIRC 2024 dengan mengusung temaEmbracing Circular Thinking: New paradigm for Sustainable Natural Rubber Industry.
"Konferensi ini akan membahas berbagai isu karet alam, seperti industri karet berkelanjutan, produktivitas, perlindungan tanaman, teknologi pengolahan, pengelolaan lingkungan dan sosial ekonomi," kata Suroso, di sela konferensi, Kamis (21/11/24).
Konferensi ini dihadiri sekitar 250 orang peserta yang berasal dari negara-negara anggota dan non anggota IRRDB seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, Filipina, Sri Lanka, Cote d’Ivoire, Cina, India, Kamboja, Myanmar, Jepang, Perancis, dan lainnya.
Sementara itu diterangkan juga disisi lain, industri karet alam global saat ini menghadapi berbagai tantangan yang dapat mengancam keberlanjutannya di masa depan. Khususnya di Indonesia, kinerja industri karet alam belum optimal.
Hal ini terlihat dari penurunan volume produksi karet domestik sebesar 3,60% per tahun selama lima tahun terakhir, yang mengakibatkan penurunan pasokan bahan baku karet ke pabrik karet remah.
Kekurangan pasokan ini berdampak besar pada ekspor karet alam Indonesia, yang turun hingga 8,36% per tahun. Dalam beberapa tahun terakhir, lebih dari 50 perusahaan karet remah menghentikan operasinya karena kekurangan bahan baku.
Beberapa faktor penyebab penurunan kinerja industri karet alam Indonesia meliputi:
1. Harga karet yang rendah selama lebih dari satu dekade, yang membuat banyak petani meninggalkan perkebunan karet, menghentikan penyadapan, menunda peremajaan tanaman, atau bahkan mengganti karet dengan komoditas lain.
2. Wabah penyakit Pestalotiopsis yang dimulai pada tahun 2018, mengurangi produktivitas hingga sekitar 40 persen.
3. Perubahan iklim, seperti musim yang terlalu kering atau basah, menjadi faktor pembatas produktivitas.
4. Kenaikan biaya tenaga kerja, pupuk, insektisida, dan sumber daya produksi lainnya setiap tahun.
5. Industri hilir berbasis karet alam di dalam negeri yang belum berkembang, sehingga pemasaran karet alam Indonesia sangat bergantung pada ekspor.
Selain itu, industri karet alam juga menghadapi tantangan untuk meningkatkan produksi per unit lahan, merespons kenaikan biaya produksi, kekurangan tenaga kerja, perubahan iklim, percepatan masa belum menghasilkan, penerapan konsep ekonomi sirkular, serta kepatuhan terhadap regulasi internasional seperti Peraturan Deforestasi Uni Eropa (EUDR).
"Tantangan ini membutuhkan inovasi serta teknologi di berbagai bidang," ujarnya.
Dari para pembicara kunci diperoleh kesimpulan, pasokan karet alam di Indonesia mayoritas adalah perkebunan rakyat yang menguasai 89% perkebunan karet, sedang swasta dan BUMN hanya 11%. Namun faktanya pembangunan perkebunan karet rakyat khususnya yang menyangkut peremajaan tanaman tua berlangsung sangat lambat dan peran pemerintah belum tampak jelas.
Di sisi lain, pasar karet alam dunia diperkirakan akan cenderung membaik harganya tetapi kondisi petani karet rakyat di negara-negara produsen karet masih belum mendapatkan manfaatnya, kecuali di Thailand sebagai produsen nomor 1 karet alam dunia yang memiliki program yang kuat dari pemerintah dan produktif.
Karena itu Sekretaris Jenderal IRRDB, Dato’ Dr Abdul Aziz SA Kadir mengajak semua negara produsen karet alam untuk bahu-membahu bekerja-sama dalam mengatasi masalah yang dihadapi oleh pekebun rakyat dengan melakukan riset yang menghasilkan teknologi untuk meningkatkan keekonomian karet alam.
Ada delapan pembicara kunci dalam konferensi ini yang mewakili Holding Perkebunan Nusantara PTPN III, Kantor Konsultan Investasi dari Singapura, PT Riset Perkebunan Nusantara (RPN)/Asosiasi Inventor Indonesia (AII), IRRDB Fellow dari Malaysia, Lembaga Riset RIKEN dari Jepang, BKPM, Asosiasi Negara-negara Produsen Karet Alam (ANRPC), dan Kelompok Studi Karet International (IRSG).
Secara umum, ditekankan tentang masih ada peluang untuk kebangkitan karet alam, namun dibutuhkan upaya untuk mendorong kolaborasi, penerapan paradigma ekonomi sirkuler (nir-limbah), dan memanfaatkan peluang karet alam sebaga bahan baku BBN.
Peran pemerintah dan pihak-pihak yang terkait dengan pengembangan usaha karet alam juga ditekankan untuk ditingkatkan khususnya dalam memfasilitasi peremajaan kebun-kebun petani yang tanamannya sudah tua.
Secara khusus, wakil PT RPN yang kebetulan sebagai Ketua Umum AII dan Anggota Komite Ahli IRRDB menekankan pentingkan memanfaatkan teknologi yang sudah tersedia untuk mengolah karet alam menjadi BBN dan menunjukkan besarnya peluang produk barang jadi karet alam di Indonesia.
Selanjutnya di dalam konferensi dua hari di Yogyakarta ini disajikan dan dibahas hasil-hasil riset mutakhir dari para periset dari beberapa negara peserta di bidang Pra-Panen, Pasca Panen, dan Sosial Ekonomi.
Kegiatan konferensi dilanjutkan dengan kunjungan lapangan ke Unit Riset Bogor Getas di Getas, Salatiga, yaitu satu fasilitas riset khusus karet alam di bawah pengelolaan PT RPN, pada tanggal 21 November 2024.
Penyelenggaraan konferensi ini di Indonesia diharapkan sekaligus memberikan sinyal kepada pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto untuk lebih memperhatikan nasib para petani karet rakyat yang sudah lama mendambakan uluran tangan pemerintah.
Karakteristik lain yang signifikan adalah sifat ramah lingkungan dari perkebunan karet, seperti kemampuan menyerap karbon dalam jumlah besar dan perannya dalam konservasi tanah serta air.
"Kami yakin, peran penting karet alam ini juga diakui oleh negara-negara penghasil karet alam lainnya," terang Ketua Panitia IRC 2024, Dr Suroso Rahutomo saat International Rubber Conference (IRC) 2024 di Royal Ambarukmo Hotel, Yogyakarta pada 19-21 November 2024.
Pusat Penelitian Karet bersama International Rubber Research and Development Board (IRRDB) dan Japan International Cooperation Agency (JICA) menyelenggarakanIRC 2024 dengan mengusung temaEmbracing Circular Thinking: New paradigm for Sustainable Natural Rubber Industry.
"Konferensi ini akan membahas berbagai isu karet alam, seperti industri karet berkelanjutan, produktivitas, perlindungan tanaman, teknologi pengolahan, pengelolaan lingkungan dan sosial ekonomi," kata Suroso, di sela konferensi, Kamis (21/11/24).
Konferensi ini dihadiri sekitar 250 orang peserta yang berasal dari negara-negara anggota dan non anggota IRRDB seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, Filipina, Sri Lanka, Cote d’Ivoire, Cina, India, Kamboja, Myanmar, Jepang, Perancis, dan lainnya.
Sementara itu diterangkan juga disisi lain, industri karet alam global saat ini menghadapi berbagai tantangan yang dapat mengancam keberlanjutannya di masa depan. Khususnya di Indonesia, kinerja industri karet alam belum optimal.
Hal ini terlihat dari penurunan volume produksi karet domestik sebesar 3,60% per tahun selama lima tahun terakhir, yang mengakibatkan penurunan pasokan bahan baku karet ke pabrik karet remah.
Kekurangan pasokan ini berdampak besar pada ekspor karet alam Indonesia, yang turun hingga 8,36% per tahun. Dalam beberapa tahun terakhir, lebih dari 50 perusahaan karet remah menghentikan operasinya karena kekurangan bahan baku.
Beberapa faktor penyebab penurunan kinerja industri karet alam Indonesia meliputi:
1. Harga karet yang rendah selama lebih dari satu dekade, yang membuat banyak petani meninggalkan perkebunan karet, menghentikan penyadapan, menunda peremajaan tanaman, atau bahkan mengganti karet dengan komoditas lain.
2. Wabah penyakit Pestalotiopsis yang dimulai pada tahun 2018, mengurangi produktivitas hingga sekitar 40 persen.
3. Perubahan iklim, seperti musim yang terlalu kering atau basah, menjadi faktor pembatas produktivitas.
4. Kenaikan biaya tenaga kerja, pupuk, insektisida, dan sumber daya produksi lainnya setiap tahun.
5. Industri hilir berbasis karet alam di dalam negeri yang belum berkembang, sehingga pemasaran karet alam Indonesia sangat bergantung pada ekspor.
Selain itu, industri karet alam juga menghadapi tantangan untuk meningkatkan produksi per unit lahan, merespons kenaikan biaya produksi, kekurangan tenaga kerja, perubahan iklim, percepatan masa belum menghasilkan, penerapan konsep ekonomi sirkular, serta kepatuhan terhadap regulasi internasional seperti Peraturan Deforestasi Uni Eropa (EUDR).
"Tantangan ini membutuhkan inovasi serta teknologi di berbagai bidang," ujarnya.
Dari para pembicara kunci diperoleh kesimpulan, pasokan karet alam di Indonesia mayoritas adalah perkebunan rakyat yang menguasai 89% perkebunan karet, sedang swasta dan BUMN hanya 11%. Namun faktanya pembangunan perkebunan karet rakyat khususnya yang menyangkut peremajaan tanaman tua berlangsung sangat lambat dan peran pemerintah belum tampak jelas.
Di sisi lain, pasar karet alam dunia diperkirakan akan cenderung membaik harganya tetapi kondisi petani karet rakyat di negara-negara produsen karet masih belum mendapatkan manfaatnya, kecuali di Thailand sebagai produsen nomor 1 karet alam dunia yang memiliki program yang kuat dari pemerintah dan produktif.
Karena itu Sekretaris Jenderal IRRDB, Dato’ Dr Abdul Aziz SA Kadir mengajak semua negara produsen karet alam untuk bahu-membahu bekerja-sama dalam mengatasi masalah yang dihadapi oleh pekebun rakyat dengan melakukan riset yang menghasilkan teknologi untuk meningkatkan keekonomian karet alam.
Ada delapan pembicara kunci dalam konferensi ini yang mewakili Holding Perkebunan Nusantara PTPN III, Kantor Konsultan Investasi dari Singapura, PT Riset Perkebunan Nusantara (RPN)/Asosiasi Inventor Indonesia (AII), IRRDB Fellow dari Malaysia, Lembaga Riset RIKEN dari Jepang, BKPM, Asosiasi Negara-negara Produsen Karet Alam (ANRPC), dan Kelompok Studi Karet International (IRSG).
Secara umum, ditekankan tentang masih ada peluang untuk kebangkitan karet alam, namun dibutuhkan upaya untuk mendorong kolaborasi, penerapan paradigma ekonomi sirkuler (nir-limbah), dan memanfaatkan peluang karet alam sebaga bahan baku BBN.
Peran pemerintah dan pihak-pihak yang terkait dengan pengembangan usaha karet alam juga ditekankan untuk ditingkatkan khususnya dalam memfasilitasi peremajaan kebun-kebun petani yang tanamannya sudah tua.
Secara khusus, wakil PT RPN yang kebetulan sebagai Ketua Umum AII dan Anggota Komite Ahli IRRDB menekankan pentingkan memanfaatkan teknologi yang sudah tersedia untuk mengolah karet alam menjadi BBN dan menunjukkan besarnya peluang produk barang jadi karet alam di Indonesia.
Selanjutnya di dalam konferensi dua hari di Yogyakarta ini disajikan dan dibahas hasil-hasil riset mutakhir dari para periset dari beberapa negara peserta di bidang Pra-Panen, Pasca Panen, dan Sosial Ekonomi.
Kegiatan konferensi dilanjutkan dengan kunjungan lapangan ke Unit Riset Bogor Getas di Getas, Salatiga, yaitu satu fasilitas riset khusus karet alam di bawah pengelolaan PT RPN, pada tanggal 21 November 2024.
Penyelenggaraan konferensi ini di Indonesia diharapkan sekaligus memberikan sinyal kepada pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto untuk lebih memperhatikan nasib para petani karet rakyat yang sudah lama mendambakan uluran tangan pemerintah.
(akr)