Pertamina Kantongi Laba Bersih Rp42 Triliun hingga Oktober 2024
loading...
A
A
A
JAKARTA - PT Pertamina (Persero) mengantongi laba bersih USD2,66 miliar atau Rp42,1 triliun (kurs Rp15.833 per dolar AS) hingga Oktober 2024. Angka ini setara 60,45 persen dari capaian laba bersih perusahaan sepanjang 2023, yakni USD4,4 miliar atau Rp67,12 triliun.
Wakil Direktur Utama Pertamina Wiko Migantoro mengatakan, perseroan dalam tiga tahun terakhir masih membukukan keuangan yang positif, sekalipun harga minyak mentah dunia dipengaruhi oleh gejolak geopolitik dan disrupsi teknologi.
"Dalam tiga tahun terakhir kita masih membukukan posisi yang positif. Walaupun kita tahu bisnis hidrokarbon ini sangat dipengaruhi oleh volatility, baik itu geopolitik, supply demand, maupun ada disruption dari teknologi," ujar Wiko dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI, ditulis Rabu (4/12/2024).
Untuk pendapatan hingga Oktober tahun ini berada di angka USD62,5 miliar, setara Rp989,56 triliun. Wiko menargetkan pendapatan 2024 bisa menyamai 2023 yang berada di level USD75,8 miliar, setara Rp1.156 triliun. "Kami optimis di akhir tahun kita bisa menyamai revenue tahun lalu," paparnya.
Adapun posisi Laba Sebelum Bunga, Pajak, Penyusutan, dan Amortisasi atau Earnings Before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization (EBITDA) per Oktober 2024 di angka USD9,35 miliar atau Rp148 triliun.
Wiko mengaku, 2024 merupakan tahun tantangan bagi Pertamina karena perusahaan mengalami tekanan di bisnis midstream, khususnya kilang. Namun, untuk menjaga kinerja perusahaan, Pertamina berinvestasi sebesar USD4,7 miliar untuk kegiatan hulu.
"Dan ini dibuktikan dengan hal serupa terjadi juga di banyaknya kilang-kilang di dunia yang harus struggle untuk menjalankan operasionalnya," beber dia.
"Terbesar diutamakan untuk kegiatan hulu yang menghasilkan produksi minyak. Nanti kami ceritakan di bawah bagaimana kita mengelola di hulu," lanjut Wiko.
Selain itu, Pertamina juga melakukan efisiensi sehingga menghasilkan optimalisasi biaya hingga USD780 juta atau setara Rp12,35 triliun.
"Kita terus melakukan efisiensi di mana di tahun 2024 ini hari ini kita sudah membukukan cost optimization sebesar USD780 juta, terdiri dari kegiatan cost saving, cost avoidance, dan revenue generators," tuturnya.
Wakil Direktur Utama Pertamina Wiko Migantoro mengatakan, perseroan dalam tiga tahun terakhir masih membukukan keuangan yang positif, sekalipun harga minyak mentah dunia dipengaruhi oleh gejolak geopolitik dan disrupsi teknologi.
"Dalam tiga tahun terakhir kita masih membukukan posisi yang positif. Walaupun kita tahu bisnis hidrokarbon ini sangat dipengaruhi oleh volatility, baik itu geopolitik, supply demand, maupun ada disruption dari teknologi," ujar Wiko dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI, ditulis Rabu (4/12/2024).
Untuk pendapatan hingga Oktober tahun ini berada di angka USD62,5 miliar, setara Rp989,56 triliun. Wiko menargetkan pendapatan 2024 bisa menyamai 2023 yang berada di level USD75,8 miliar, setara Rp1.156 triliun. "Kami optimis di akhir tahun kita bisa menyamai revenue tahun lalu," paparnya.
Adapun posisi Laba Sebelum Bunga, Pajak, Penyusutan, dan Amortisasi atau Earnings Before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization (EBITDA) per Oktober 2024 di angka USD9,35 miliar atau Rp148 triliun.
Wiko mengaku, 2024 merupakan tahun tantangan bagi Pertamina karena perusahaan mengalami tekanan di bisnis midstream, khususnya kilang. Namun, untuk menjaga kinerja perusahaan, Pertamina berinvestasi sebesar USD4,7 miliar untuk kegiatan hulu.
"Dan ini dibuktikan dengan hal serupa terjadi juga di banyaknya kilang-kilang di dunia yang harus struggle untuk menjalankan operasionalnya," beber dia.
"Terbesar diutamakan untuk kegiatan hulu yang menghasilkan produksi minyak. Nanti kami ceritakan di bawah bagaimana kita mengelola di hulu," lanjut Wiko.
Selain itu, Pertamina juga melakukan efisiensi sehingga menghasilkan optimalisasi biaya hingga USD780 juta atau setara Rp12,35 triliun.
"Kita terus melakukan efisiensi di mana di tahun 2024 ini hari ini kita sudah membukukan cost optimization sebesar USD780 juta, terdiri dari kegiatan cost saving, cost avoidance, dan revenue generators," tuturnya.
(nng)