Pertumbuhan Ekonomi 2020 Tergantung Efek Virus Corona

Minggu, 01 Maret 2020 - 19:58 WIB
Pertumbuhan Ekonomi 2020 Tergantung Efek Virus Corona
Pertumbuhan Ekonomi 2020 Tergantung Efek Virus Corona
A A A
JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2020 diperkirakan masih memiliki harapan tumbuh di level 5% apabila efek virus corona (COVID-19) bisa pulih di kuartal pertama 2020. Kondisi pelemahan seharusnya menjadi introspeksi kebijakan pemerintah karena tidak membangun sektor manufaktur dan mengandalkan impor.

Kepala Ekonom PT Bank Permata Josua Pardede mengatakan, wabah virus corona memukul pertumbuhan ekonomi nasional karena ekspor-impor yang terhambat lantaran penyebaran virus corona yang menekan perekonomian ekonomi global khususnya China.

Menurut dia, seharusnya Indonesia bisa mengembangkan produk substitusi impor saat kondisi kondusif, sehingga pertumbuhan ekonomi bisa terjaga dalam kondisi darurat saat ini.

"Dalam 3-5 tahun terakhir, sektor manufaktur terus menurun sehingga produktivitas Indonesia rendah. Miris karena kita punya bahan baku dasar, tapi proses bahan mentah ke bahan jadi tidak dikembangkan. Dalam kondisi sekarang terlihat kelemahannya," kata Josua dalam pelatihan media bersama Bank Indonesia di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (29/2/2020).

Dia melanjutkan, sektor manufaktur menyumbang 19,62% dari total Produk Domestik Bruto (PDB). Namun, sektor ini hanya tumbuh 4,68% pada 2019, turun dari 5,02% pada 2018.

Menurut dia, pemerintah harus bisa meningkatkan pertumbuhan sektor manufaktur hingga 5-6% dalam beberapa tahun ke depan. Manufaktur dapat mengurangi ketergantungan terhadap impor.

Selama ini, siklus ekonomi Indonesia terus berputar. Saat ekonomi mengalami booming, impor tinggi sehingga Current Account Deficit (CAD) naik. Ini membuat Bank Indonesia menaikan suku bunga yang akhirnya melambatkan ekonomi dan menurunkan CAD.

"PMA dan PMDN seharusnya diarahkan ke sektor manufaktur. Selama ini kita lihat PMA dan PMDN banyak ke sektor jasa, artinya tidak ada investasi di manufaktur," katanya.

Dia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal I/2020 bisa di bawah 5%. Hal ini akibat pelemahan di sektor pariwisata, perdagangan dan investasi Indonesia yang terkena dampak penyebaran virus corona. Pelemahan ini berarti melanjutkan pertumbuhan ekonomi kuartal IV/2019 yang hanya mampu tumbuh 4,97%.

“Kondisi global cenderung menurun karena sangat terpengaruh virus corona, sehingga akan mengganggu kinerja ekspor nasional. Kemudian dari sisi investasi juga tidak optimal,” ujar Josua.

Dia berharap, dampak dari penyebaran virus corona dapat mereda setelah kuartal I/2020 sehingga pemerintah bisa menggenjot ekonomi di kuartal selanjutnya sampai kuartal IV/2020.

Dengan demikian, Josua meyakini ekonomi Indonesia secara full year masih bisa recovery dan tumbuh di kisaran 5%. Namun, apabila dampak virus corona berlanjut ke kuartal II/2020, bisa menekan ekonomi Indonesia di tahun 2020 di bawah level 5%. “Saya pikir untuk full year bisa sedikit di bawah 5% apabila efek virus corona berlanjut," terangnya.

Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Wira Kusuma mengatakan, BI melihat tahun ini perekonomian belum cukup kuat apalagi ditambah tekanan dari global seperti penyebaran virus corona. Namun, diyakini pada semester II perekonomian akan kembali membaik.

"Kami sudah pertimbangkan dan mengoreksi pertumbuhan perekonomian dari 5,1%- 5,5% menjadi 5%-5,4%. Tapi kemungkinan selalu ada. Skenario kami polanya seperti V, jadi meskipun kuartal pertama turun tapi di kuartal II hingga IV akan membaik," ujarnya.

Pihaknya juga merevisi proyeksi pertumbuhan kredit tahun 2020 dari sebelumnya 10-12% menjadi 9-11%. Pemangkasan proyeksi ini karena bank sentral menilai pertumbuhan ekonomi saat ini tengah melambat, sehingga kredit masih belum kuat. Kondisi ekonomi global yang diproyeksi melambat berdampak kepada pertumbuhan ekonomi nasional.

"Kita memang sudah turunkan suku bunga acuan, namun demikian ada faktor lain yang mempengaruhi yaitu pertumbuhan ekonomi. Dari sisi pertumbuhan ekonomi itu belum kuat," ujarnya.

Sementara itu Head of Equity Research BNI Sekuritas Kim Kwie Sjamsudin mengingatkan di tengah ketidakpastian yang masih tinggi saat ini mustahil untuk menyampaikan valuasi saham sudah menarik.

"Ketidakpastian saat ini masih tinggi. Percuma juga kalau kita bilang valuasinya sudah menarik. Tapi bagi investor jangka panjang silahkan lakukan aksi beli sedikit dan bertahap. Sektor yang potensial cepat pulih adalah perbankan dan telekomunikasi," ujar Kwie kemarin di Jakarta.

Menurut dia, tren penurunan masih dapat diprediksi karena tergantung efek virus corona dan belum ada yang bisa memprediksinya. Sehingga, menurut dia, kepanikan global masih bisa terus berlanjut. Dirinya juga belum dapat memprediksi arah perekonomian nasional hingga akhir tahun 2020. "Kita belum bisa prediksi dan lebih baik tunggu April setelah hasil kuartal I/2020 keluar," ujar dia.

Sementara, pengamat pasar modal dari LBP institue Lucky Bayu Purnomo mengatakan tren Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada dasarnya masih memiliki potensi koreksi. Itu karena pada akhir pekan lalu telah menguji level terendahnya di level 5.288. Walaupun ditutup di atas level tersebut, namun angkat penutupan di level 5.425 tetap berada di teritori negative.

"Untuk itu, terdapat beberapa saham saham yang perlu di perhatikan, antara lain ITMG yang menjadi top gainner pekan lalu dan di tutup menguat sebesar 5,22% dalam sepekan," ujar Lucky mengingatkan.
(ind)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.2515 seconds (0.1#10.140)