Kinerja Manufaktur RI Jatuh Paling Dalam di ASEAN, Menperin Racik Strategi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memastikan industri pengolahan nonmigas di tanah air sedang mengalami tekanan cukup berat akibat dampak pandemi Covid-19. Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Guniawang mengatakan, adanya kontraksi pada sektor manufaktur ini dipengaruhi utamanya oleh penurunan permintaan domestik, yang selama ini mampu menyerap hingga 70% dari total produksi industri manufaktur dalam negeri.
“Ketika daya beli menurun, secara otomatis perusahaan industri melakukan penyesuaian termasuk penurunan utilitasnya,” jelas Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta.
Dia melanjutkan kondisi tersebut, tercermin melalui Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia yang turun pada bulan April 2020 hingga menyentuh angka 27,5. Menurut Menperin, turunnya utilitas industri hingga 50% menyebabkan merosotnya indeks PMI manufaktur Indonesia.
“Selain itu, beban input dari impor serta tekanan kurs juga meningkat, akibatnya output menurun signifikan,” ujarnya.
( )
Dampak dari pandemi Covid-19 telah memukul berbagai sektor perekonomian di berbagai negara termasuk Indonesia, khususnya mengenai sisi permintaan dan suplai.Kata dia, kondisi Indonesia saat ini hampir serupa dengan yang dialami India. Negara tersebut juga memiliki struktur industri yang mirip dengan Indonesia.
Hal ini membuat Kementerian Perindustrian berupaya mendorong peningkatan rasio penyerapan produk industri Indonesia di pasar global untuk jangka menengah dan jangka panjang. “Sedangkan langkah yang perlu dan segera dilakukan adalah menyeimbangkan strategi pertumbuhan ekonomi dan pembatasan penyebaran Covid-19,” tegasnya.
Untuk itu, Kemenperin telah memetakan sejumlah sektor industri yang terdampak pandemi Covid-19. Dari hasil pemetaaan, didapati tiga kelompok besar, yaitu industri yang suffer, moderat, dan high demand.
Kemenperin berkomitmen untuk mencari jalan keluar terbaik agar industri yang terdampak berat tetap dapat bertahan. “Untuk industri yang masuk dalam kelompok high demand, akan kami optimalkan kinerjanya,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Menperin meyakini bahwa industri manufaktur nasional dapat pulih secara bertahap ketika kembali beroperasi dengan normal. “Kami berharap nanti dalam tiga bulan setelah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) selesai, angka PMI manufaktur Indonesia dapat kembali di level 51,9 seperti yang pernah kita raih pada bulan Februari 2020,” ujarnya.
Pemulihan angka PMI manufaktur Indonesia sangat tergantung juga terhadap kebijakan yang diambil pemerintah dalam menyikapi dampak wabah Covid-19 terhadap sektor industri dan perekonomian. Kebijakan yang tepat dan terukur nantinya akan membuka peluang bagi sektor industri dan perekonomian untuk bangkit pasca Covid-19.
Presiden Joko Widodo telah meminta pada jajaran menteri di bidang ekonomi untuk mengidentifikasi sektor mana saja yang mengalami kontraksi paling dalam. Sehingga, stimulus dan skenario recovery dapat dirancang dengan tepat.
“Ini hati-hati mengenai indeks manufaktur Indonesia, agar juga dicarikan solusi dan jalan agar kontraksi ini bisa diperbaiki. Untuk itu saya minta menteri-menteri di bidang ekonomi memperhatikan angka-angka yang tadi saya sampaikan secara detail,” tuturnya.
“Ketika daya beli menurun, secara otomatis perusahaan industri melakukan penyesuaian termasuk penurunan utilitasnya,” jelas Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta.
Dia melanjutkan kondisi tersebut, tercermin melalui Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia yang turun pada bulan April 2020 hingga menyentuh angka 27,5. Menurut Menperin, turunnya utilitas industri hingga 50% menyebabkan merosotnya indeks PMI manufaktur Indonesia.
“Selain itu, beban input dari impor serta tekanan kurs juga meningkat, akibatnya output menurun signifikan,” ujarnya.
( )
Dampak dari pandemi Covid-19 telah memukul berbagai sektor perekonomian di berbagai negara termasuk Indonesia, khususnya mengenai sisi permintaan dan suplai.Kata dia, kondisi Indonesia saat ini hampir serupa dengan yang dialami India. Negara tersebut juga memiliki struktur industri yang mirip dengan Indonesia.
Hal ini membuat Kementerian Perindustrian berupaya mendorong peningkatan rasio penyerapan produk industri Indonesia di pasar global untuk jangka menengah dan jangka panjang. “Sedangkan langkah yang perlu dan segera dilakukan adalah menyeimbangkan strategi pertumbuhan ekonomi dan pembatasan penyebaran Covid-19,” tegasnya.
Untuk itu, Kemenperin telah memetakan sejumlah sektor industri yang terdampak pandemi Covid-19. Dari hasil pemetaaan, didapati tiga kelompok besar, yaitu industri yang suffer, moderat, dan high demand.
Kemenperin berkomitmen untuk mencari jalan keluar terbaik agar industri yang terdampak berat tetap dapat bertahan. “Untuk industri yang masuk dalam kelompok high demand, akan kami optimalkan kinerjanya,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Menperin meyakini bahwa industri manufaktur nasional dapat pulih secara bertahap ketika kembali beroperasi dengan normal. “Kami berharap nanti dalam tiga bulan setelah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) selesai, angka PMI manufaktur Indonesia dapat kembali di level 51,9 seperti yang pernah kita raih pada bulan Februari 2020,” ujarnya.
Pemulihan angka PMI manufaktur Indonesia sangat tergantung juga terhadap kebijakan yang diambil pemerintah dalam menyikapi dampak wabah Covid-19 terhadap sektor industri dan perekonomian. Kebijakan yang tepat dan terukur nantinya akan membuka peluang bagi sektor industri dan perekonomian untuk bangkit pasca Covid-19.
Presiden Joko Widodo telah meminta pada jajaran menteri di bidang ekonomi untuk mengidentifikasi sektor mana saja yang mengalami kontraksi paling dalam. Sehingga, stimulus dan skenario recovery dapat dirancang dengan tepat.
“Ini hati-hati mengenai indeks manufaktur Indonesia, agar juga dicarikan solusi dan jalan agar kontraksi ini bisa diperbaiki. Untuk itu saya minta menteri-menteri di bidang ekonomi memperhatikan angka-angka yang tadi saya sampaikan secara detail,” tuturnya.
(akr)