Tarif Listrik Akan Naik, Berlaku Mulai Triwulan Pertama 2021
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah memutuskan tidak lagi menahan tarif listrik pada 2021 mendatang. Kebijakan penyesuaian tarif listrik (adjustment tarrif) tersebut membuka peluang adanya kenaikan tarif yang dilakukan PLN. Rencananya penyesuaian tarif listrik diserahkan ke harga pasar tersebut akan dimulai pada triwulan pertama 2021 mendatang.
"Untuk adjustment tarif ini nanti triwulan 1 2021. Dari regulasi sebelumnya di-review tiga bulan sekali oleh PLN, tapi dikembalikan ke Kementerian ESDM," ujar Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Hendra Iswahyudi, di acara diskusi virtual bertajuk ‘Kebijakan Subsidi Listrik Tepat Sasaran’ di Jakarta, kemarin. (Baca: Biaya Operasional Pendidikan Terlambat Cair, Ada Apa?)
Menurut dia, alasan disesuaikannya tarif listrik tahun depan untuk meningkatkan layanan PLN. Terkait sosialisasi, akan dilakukan sebulan sebelum penyesuaian tarif listrik dilakukan. "Seharusnya dengan review yang ada sudah harus diumumkan terkait dengan adanya easy doing business PLN sehingga pemerintah harus menetapkan sosialisasi kepada masyarakat," kata dia.
Dia mengungkapkan apabila usulan penyesuaian tarif harus diajukan PLN kepada Kementerian ESDM paling lambat awal November sehingga keputusan adjustment tarrif tahun depan bisa segera diputuskan akhir November 2020, selanjutnya tinggal dilakukan sosialisasi.
Namun demikian, pihaknya belum bisa menyebut golongan mana saja yang tarifnya akan disesuaikan atau ditahan akan dievaluasi menyesuaikan dengan perkembangan ekonomi nasional. "Nah, apakah golongan tertentu yang di-adjustment atau ditahan, akan disesuaikan," ujarnya. (Baca juga: Sebenarnya Darah Itu Suci atau Najis?)
Sementara itu, Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Kemenkeu Ubaidi Socheh Hamidi mengungkapkan, dampak yang ditimbulkan dari ditahannya tarif listrik oleh Kementerian ESDM, pemerintah harus merogoh kocek dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp200 triliun untuk membayar beban kompensasi hingga subsidi yang ditanggung PLN tahun ini.
"Ketika tarif tidak disesuaikan (adjustment tarrif) tahun ini atau ditahan, tentu berdampak pada kompensasi sehingga kalau kita lihat subsidi listrik dan kompensasi mencapai Rp200,8 triliun," katanya.
Menurut dia, agar anggaran tidak jebol untuk menanggung kompensasi yang lebih besar memang harga seharusnya dilepas. Namun demikian, tentu melihat kondisi pandemi seperti ini maka sulit dilakukan. Terkait subsidi, dari Kementerian ESDM telah mengusulkan adanya transformasi dari subsidi barang langsung diberikan kepada orang atau penerima manfaat. (Baca juga: Infeksi Virus Corona di Eropa Capai 11 Juta)
Adapun opsi lainnya membatasi subsidi listrik hanya untuk warga miskin atau rentan miskin dengan daya 450 volt ampere (VA) di samping juga harus dibarengi dengan penerapan adjustment tarrif. "Kalau ini dilakukan, akan menghemat Rp18 triliun di 2021. Namun, upaya ini tidak maksimal jika tidak dibarengi dengan adjustment tarrif karena tantangannya tarif nggak di-adjust makan timbul peningkatan kompensasi," tandas Ubaidi.
Green Financing
Di sisi lain, PLN berencana berpartisipasi dalam green financing dengan menerbitkan dokumen "Pernyataan Kehendak PLN atas Kerangka Kerja Pembiayaan Berkelanjutan”. Hal ini dilakukan dengan dukungan Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB).
Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini mengatakan, Dokumen Pernyataan Kehendak ini merupakan tahapan awal PLN dalam berpartisipasi pada green financing dan PLN telah menyiapkan berbagai langkah untuk mendukung PLN menjadi perusahaan listrik yang hijau dan berkelanjutan (green dan sustain) di Indonesia. (Baca juga: Kenali dan Jangan Remehkan Gejala Long Covid)
"Meskipun jalan ini menantang, kami siap untuk transformasi. Kami menantikan tantangan ini dan kami siap untuk memberikan pasokan listrik yang berkualitas tinggi dan berkelanjutan kepada masyarakat Indonesia," kata Zulkifli.
Direktur Jenderal ADB untuk Asia Tenggara Ramesh Subramaniam menjelaskan, penerbitan dokumen kerangka kerja pembiayaan berkelanjutan menjadi langkah penting di tengah komitmen dan upaya PLN untuk menyediakan energi yang bersih dan berkelanjutan.
"Kami menantikan kolaborasi berkelanjutan dalam menghadirkan infrastruktur kelistrikan berkualitas tinggi dan berkelanjutan serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia," papar Ramesh.
PLN dinilai telah membuat kemajuan yang mengesankan dalam meningkatkan tujuan keberlanjutan. Pada 2019, terdapat tambahan 463 megawatt (MW) pembangkit terbarukan, 60% lebih besar dari target yang ditetapkan.
PLN juga telah memasang lebih dari 160 PLTS Komunal kepada masyarakat di NTT dan Papua untuk memasok listrik di daerah terpencil. Program yang mendukung kelistrikan daerah terpencil, terluar dan tertinggal (3T) juga terus dilakukan, termasuk Program Listrik Desa (Lisa) untuk elektrifikasi pedesaan, dan penyediaan sambungan listrik gratis ke lebih dari 48.000 rumah tangga. (Lihat videonya: Pilpres Bagi Diaspora Indonesia di Amerika Serikat)
Selain itu, melalui program PLN Peduli, PLN juga menyalurkan dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan mencapai Rp275 miliar sepanjang tahun lalu. (Nanang Wijayanto/Rina Anggraeni)
"Untuk adjustment tarif ini nanti triwulan 1 2021. Dari regulasi sebelumnya di-review tiga bulan sekali oleh PLN, tapi dikembalikan ke Kementerian ESDM," ujar Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Hendra Iswahyudi, di acara diskusi virtual bertajuk ‘Kebijakan Subsidi Listrik Tepat Sasaran’ di Jakarta, kemarin. (Baca: Biaya Operasional Pendidikan Terlambat Cair, Ada Apa?)
Menurut dia, alasan disesuaikannya tarif listrik tahun depan untuk meningkatkan layanan PLN. Terkait sosialisasi, akan dilakukan sebulan sebelum penyesuaian tarif listrik dilakukan. "Seharusnya dengan review yang ada sudah harus diumumkan terkait dengan adanya easy doing business PLN sehingga pemerintah harus menetapkan sosialisasi kepada masyarakat," kata dia.
Dia mengungkapkan apabila usulan penyesuaian tarif harus diajukan PLN kepada Kementerian ESDM paling lambat awal November sehingga keputusan adjustment tarrif tahun depan bisa segera diputuskan akhir November 2020, selanjutnya tinggal dilakukan sosialisasi.
Namun demikian, pihaknya belum bisa menyebut golongan mana saja yang tarifnya akan disesuaikan atau ditahan akan dievaluasi menyesuaikan dengan perkembangan ekonomi nasional. "Nah, apakah golongan tertentu yang di-adjustment atau ditahan, akan disesuaikan," ujarnya. (Baca juga: Sebenarnya Darah Itu Suci atau Najis?)
Sementara itu, Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Kemenkeu Ubaidi Socheh Hamidi mengungkapkan, dampak yang ditimbulkan dari ditahannya tarif listrik oleh Kementerian ESDM, pemerintah harus merogoh kocek dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp200 triliun untuk membayar beban kompensasi hingga subsidi yang ditanggung PLN tahun ini.
"Ketika tarif tidak disesuaikan (adjustment tarrif) tahun ini atau ditahan, tentu berdampak pada kompensasi sehingga kalau kita lihat subsidi listrik dan kompensasi mencapai Rp200,8 triliun," katanya.
Menurut dia, agar anggaran tidak jebol untuk menanggung kompensasi yang lebih besar memang harga seharusnya dilepas. Namun demikian, tentu melihat kondisi pandemi seperti ini maka sulit dilakukan. Terkait subsidi, dari Kementerian ESDM telah mengusulkan adanya transformasi dari subsidi barang langsung diberikan kepada orang atau penerima manfaat. (Baca juga: Infeksi Virus Corona di Eropa Capai 11 Juta)
Adapun opsi lainnya membatasi subsidi listrik hanya untuk warga miskin atau rentan miskin dengan daya 450 volt ampere (VA) di samping juga harus dibarengi dengan penerapan adjustment tarrif. "Kalau ini dilakukan, akan menghemat Rp18 triliun di 2021. Namun, upaya ini tidak maksimal jika tidak dibarengi dengan adjustment tarrif karena tantangannya tarif nggak di-adjust makan timbul peningkatan kompensasi," tandas Ubaidi.
Green Financing
Di sisi lain, PLN berencana berpartisipasi dalam green financing dengan menerbitkan dokumen "Pernyataan Kehendak PLN atas Kerangka Kerja Pembiayaan Berkelanjutan”. Hal ini dilakukan dengan dukungan Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB).
Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini mengatakan, Dokumen Pernyataan Kehendak ini merupakan tahapan awal PLN dalam berpartisipasi pada green financing dan PLN telah menyiapkan berbagai langkah untuk mendukung PLN menjadi perusahaan listrik yang hijau dan berkelanjutan (green dan sustain) di Indonesia. (Baca juga: Kenali dan Jangan Remehkan Gejala Long Covid)
"Meskipun jalan ini menantang, kami siap untuk transformasi. Kami menantikan tantangan ini dan kami siap untuk memberikan pasokan listrik yang berkualitas tinggi dan berkelanjutan kepada masyarakat Indonesia," kata Zulkifli.
Direktur Jenderal ADB untuk Asia Tenggara Ramesh Subramaniam menjelaskan, penerbitan dokumen kerangka kerja pembiayaan berkelanjutan menjadi langkah penting di tengah komitmen dan upaya PLN untuk menyediakan energi yang bersih dan berkelanjutan.
"Kami menantikan kolaborasi berkelanjutan dalam menghadirkan infrastruktur kelistrikan berkualitas tinggi dan berkelanjutan serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia," papar Ramesh.
PLN dinilai telah membuat kemajuan yang mengesankan dalam meningkatkan tujuan keberlanjutan. Pada 2019, terdapat tambahan 463 megawatt (MW) pembangkit terbarukan, 60% lebih besar dari target yang ditetapkan.
PLN juga telah memasang lebih dari 160 PLTS Komunal kepada masyarakat di NTT dan Papua untuk memasok listrik di daerah terpencil. Program yang mendukung kelistrikan daerah terpencil, terluar dan tertinggal (3T) juga terus dilakukan, termasuk Program Listrik Desa (Lisa) untuk elektrifikasi pedesaan, dan penyediaan sambungan listrik gratis ke lebih dari 48.000 rumah tangga. (Lihat videonya: Pilpres Bagi Diaspora Indonesia di Amerika Serikat)
Selain itu, melalui program PLN Peduli, PLN juga menyalurkan dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan mencapai Rp275 miliar sepanjang tahun lalu. (Nanang Wijayanto/Rina Anggraeni)
(ysw)