Surplus Neraca Dagang Belum Pengaruhi Pertumbuhan Ekonomi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan neraca perdagangan Indonesia pada Oktober 2020 mengalami surplus sebesar USD3,61 miliar. Angka ini mengalami kenaikan jika dibandingkan surplus bulan lalu karena hanya USD2,39 miliar. Ini merupakan surplus enam kali neraca dagang Indonesia pada tahun ini. Ini memperpanjang rentetan surplus setelah pada September sudah mencatatkan lima kali.
Menurut ekonom Bank Permata Josua Pardede, surplus neraca perdagangan Indonesia pada Oktober 2020 diperkirakan belum mampu mengangkat pertumbuhan ekonomi. Dengan kondisi tersebut, Indonesia masih akan mengalami pertumbuhan ekonomi negatif di kuartal IV/2020. (Baca: Nasihat yang Paling Baik adalah Kematian)
"Dengan beberapa high frequency data pada awal kuartal IV/2020 ini, termasuk data neraca perdagangan yang mengalami surplus besar, terdapat indikasi awal bahwa pertumbuhan ekonomi masih mengalami laju tahunan yang negatif," kata Josua, saat dihubungi, kemarin.
Sementara Peneliti Indef Nailul Huda menuturkan, surplus neraca dagang yang terjadi saat ini lebih banyak disebabkan oleh merosotnya impor yang terlalu tajam. "Ekspor kita naik secara month to month (mtm). Namun, secara yoy, kita masih minus. Secara yoy dan mtm, impor kita menurun secara drastis," kata Huda.
Menurut dia, dilihat dari sisi impor secara tahunan mengalami penurunan hingga 26,93%. Sementara secara mtm impor Indonesia turun hingga 6,79%. Bahkan, impor untuk barang modal merosot hingga 284,5% (yoy) dan -13,33% (mtm). "Artinya, keadaan ini menunjukkan kegiatan ekonomi di Indonesia masih jauh dari kata baik. Banyak pabrik yang belum produksi secara optimal. Masih banyak pabrik yang tutup," kata Huda.
Dihubungi terpisah, Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdulah mengatakan surplus perdagangan Oktober terjadi bukan dikarenakan pertumbuhan ekspor yang sangat besar, melainkan lebih disebabkan impor yang masih turun drastis dibandingkan tahun lalu. (Baca juga: Banyak Klaster Baru, Siswa Masuk Sekolah Diusulkan Setelah Vaksinasi)
Dia memperkirakan surplus masih akan berlanjut selama industri Indonesia belum beroperasi normal sehingga impor masih terus terkontraksi. "Surplus ini Akan mengurangi tekanan terhadap nilai tukar rupiah, memunculkan market confident," katanya.
Pengamat Ekonomi Bhima Yudhistira menuturkan, anjloknya impor masih akan terus terjadi selama konsumen kelas menengah dan atas menahan belanja. Pasalnya, kondisi ini akan membuat industri tidak berani menambah stok pasokan bahan baku termasuk bahan baku impor. "Padahal, pelaku usaha kan biasanya stok impor barang konsumsi untuk mempersiapkan Harbolnas 11.11 pada bulan berikutnya," ungkap dia.
Sementara dari kinerja ekspor nonmigas ada kenaikan 3,54% secara bulanan. Kenaikan ekspor terjadi akibat perbaikan permintaan di China yang naik 8,9% dibandingkan bulan sebelumnya. Porsi ekspor ke China juga merangkak menjadi 18,6% dari total ekspor. Sementara di ASEAN terjadi pembalikan arah dengan pertumbuhan kinerja ekspor yang positif 8,45%. (Baca juga: Tips Mudah Mengelola Hipertensi)
"Ini kabar baiknya ada pemulihan ekspor yang lebih cepat, meskipun tetap perlu dicermati bahwa surplus masih disebabkan impor yang menurun cukup dalam karena aktivitas di dalam negeri belum pulih. Kita berharap ada perbaikan kualitas surplus perdagangan pada akhir tahun tersisa," ucap dia.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto mengatakan, angka ekspor pada Oktober 2020 tercatat sebesar USD14,39 miliar. Angka tersebut mengalami kenaikan 3,09% jika dibandingkan September 2020. Sementara jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu justru mengalami penurunan sebesar 3,29%% (yoy). Sebab, angka ekspor pada Oktober 2019 mencapai USD14,88miliar.
Turunnya angka ekspor disebabkan turunnya angka ekspor migas, meskipun pada ekspor nonmigas mengalami peningkatan sebesar 3,54% dibandingkan September 2020. Adapun ekspor migas mencatatkan penurunan sebesar 5,94% dari USD670 juta menjadi USD630 juta (month to month). Sementara untuk ekspor migas jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu juga mengalami penurunan sebesar 26,89% dari USD860 juta menjadi USD630 juta.
Untuk ekspor nonmigas, jika dibandingkan bulan sebelumnya mengalami kenaikan sebesar 3,54% dari USD13,29 miliar menjadi USD13,76 miliar (month to month). Sementara jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu justru mengalami penurunan 1,84% dari USD14,02 miliar menjadi USD13,76 miliar. "Kalau kita lihat perkembangan bulan ke bulan, ekspor menunjukkan tren bulan ini meningkat dibandingkan September. Jadi, ada kecenderungan meningkat jika dibandingkan September, Agustus, dan beberapa bulan lalu," ujarnya. (Lihat videonya: Arab Saudi Tutup Kembali Izin Umrah untuk Jamaah Indonesia)
Sementara itu, angka impor pada Oktober 2020 tercatat sebesar USD10,78 miliar. Angka ini mengalami penurunan sebesar 6,79% dibandingkan September 2020 (month to month) yang mencapai USD11,57 miliar. Sementara jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, angka impor justru turun lebih tajam, yakni sebesar 26,93% (yoy). Sebab, pada Oktober 2019 angka impor Indonesia mencapai USD14,76 miliar. (Kunthi Fahmar Sandy/Rina Anggraeni)
Menurut ekonom Bank Permata Josua Pardede, surplus neraca perdagangan Indonesia pada Oktober 2020 diperkirakan belum mampu mengangkat pertumbuhan ekonomi. Dengan kondisi tersebut, Indonesia masih akan mengalami pertumbuhan ekonomi negatif di kuartal IV/2020. (Baca: Nasihat yang Paling Baik adalah Kematian)
"Dengan beberapa high frequency data pada awal kuartal IV/2020 ini, termasuk data neraca perdagangan yang mengalami surplus besar, terdapat indikasi awal bahwa pertumbuhan ekonomi masih mengalami laju tahunan yang negatif," kata Josua, saat dihubungi, kemarin.
Sementara Peneliti Indef Nailul Huda menuturkan, surplus neraca dagang yang terjadi saat ini lebih banyak disebabkan oleh merosotnya impor yang terlalu tajam. "Ekspor kita naik secara month to month (mtm). Namun, secara yoy, kita masih minus. Secara yoy dan mtm, impor kita menurun secara drastis," kata Huda.
Menurut dia, dilihat dari sisi impor secara tahunan mengalami penurunan hingga 26,93%. Sementara secara mtm impor Indonesia turun hingga 6,79%. Bahkan, impor untuk barang modal merosot hingga 284,5% (yoy) dan -13,33% (mtm). "Artinya, keadaan ini menunjukkan kegiatan ekonomi di Indonesia masih jauh dari kata baik. Banyak pabrik yang belum produksi secara optimal. Masih banyak pabrik yang tutup," kata Huda.
Dihubungi terpisah, Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdulah mengatakan surplus perdagangan Oktober terjadi bukan dikarenakan pertumbuhan ekspor yang sangat besar, melainkan lebih disebabkan impor yang masih turun drastis dibandingkan tahun lalu. (Baca juga: Banyak Klaster Baru, Siswa Masuk Sekolah Diusulkan Setelah Vaksinasi)
Dia memperkirakan surplus masih akan berlanjut selama industri Indonesia belum beroperasi normal sehingga impor masih terus terkontraksi. "Surplus ini Akan mengurangi tekanan terhadap nilai tukar rupiah, memunculkan market confident," katanya.
Pengamat Ekonomi Bhima Yudhistira menuturkan, anjloknya impor masih akan terus terjadi selama konsumen kelas menengah dan atas menahan belanja. Pasalnya, kondisi ini akan membuat industri tidak berani menambah stok pasokan bahan baku termasuk bahan baku impor. "Padahal, pelaku usaha kan biasanya stok impor barang konsumsi untuk mempersiapkan Harbolnas 11.11 pada bulan berikutnya," ungkap dia.
Sementara dari kinerja ekspor nonmigas ada kenaikan 3,54% secara bulanan. Kenaikan ekspor terjadi akibat perbaikan permintaan di China yang naik 8,9% dibandingkan bulan sebelumnya. Porsi ekspor ke China juga merangkak menjadi 18,6% dari total ekspor. Sementara di ASEAN terjadi pembalikan arah dengan pertumbuhan kinerja ekspor yang positif 8,45%. (Baca juga: Tips Mudah Mengelola Hipertensi)
"Ini kabar baiknya ada pemulihan ekspor yang lebih cepat, meskipun tetap perlu dicermati bahwa surplus masih disebabkan impor yang menurun cukup dalam karena aktivitas di dalam negeri belum pulih. Kita berharap ada perbaikan kualitas surplus perdagangan pada akhir tahun tersisa," ucap dia.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto mengatakan, angka ekspor pada Oktober 2020 tercatat sebesar USD14,39 miliar. Angka tersebut mengalami kenaikan 3,09% jika dibandingkan September 2020. Sementara jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu justru mengalami penurunan sebesar 3,29%% (yoy). Sebab, angka ekspor pada Oktober 2019 mencapai USD14,88miliar.
Turunnya angka ekspor disebabkan turunnya angka ekspor migas, meskipun pada ekspor nonmigas mengalami peningkatan sebesar 3,54% dibandingkan September 2020. Adapun ekspor migas mencatatkan penurunan sebesar 5,94% dari USD670 juta menjadi USD630 juta (month to month). Sementara untuk ekspor migas jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu juga mengalami penurunan sebesar 26,89% dari USD860 juta menjadi USD630 juta.
Untuk ekspor nonmigas, jika dibandingkan bulan sebelumnya mengalami kenaikan sebesar 3,54% dari USD13,29 miliar menjadi USD13,76 miliar (month to month). Sementara jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu justru mengalami penurunan 1,84% dari USD14,02 miliar menjadi USD13,76 miliar. "Kalau kita lihat perkembangan bulan ke bulan, ekspor menunjukkan tren bulan ini meningkat dibandingkan September. Jadi, ada kecenderungan meningkat jika dibandingkan September, Agustus, dan beberapa bulan lalu," ujarnya. (Lihat videonya: Arab Saudi Tutup Kembali Izin Umrah untuk Jamaah Indonesia)
Sementara itu, angka impor pada Oktober 2020 tercatat sebesar USD10,78 miliar. Angka ini mengalami penurunan sebesar 6,79% dibandingkan September 2020 (month to month) yang mencapai USD11,57 miliar. Sementara jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, angka impor justru turun lebih tajam, yakni sebesar 26,93% (yoy). Sebab, pada Oktober 2019 angka impor Indonesia mencapai USD14,76 miliar. (Kunthi Fahmar Sandy/Rina Anggraeni)
(ysw)