Kabar Gembira bagi Petani, Permintaan Jagung Rendah Aflatoxin Tinggi
loading...
A
A
A
JAKARTA – Permintaan industri olahan pati jagung terhadap jagung rendah aflatoxin cukup tinggi, yakni mencapai 1 juta ton per tahun. Fakta ini membuka peluang investasi yang cukup terbuka lebar dan menguntungkan. Peluang investasi tersebut disambut baik investor di Kabupaten Gunungkidul sebagai salah satu sentra utama jagung di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Investor tersebut yakni PT. Sumber Kamulyan Nusantara dan PT. DNA Lombok Timur.
(Baca juga:Bibit Jagung Unggulan Bantu Jaga Ketahanan Pangan Nasional)
Saat ini, investor tersebut dalam proses membangun processing unit (pengeringan) jagung rendah aflatoxin di Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunungkidul. “Kebutuhan jagung rendah aflatoxin ini lebih dari 1 juta ton setiap tahun. Namun tantangannya pemenuhan jagung tersebut harus dengan persyaratan mutu,” ujar Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian (Kementan), Gatut Sumbogodjati dalam keterangan resminya, Kamis (19/11/2020).
(Baca juga:ITS Ciptakan Mesin Pencacah Bonggol Jagung untuk Tingkatkan Potensi Desa)
Gatut menambahkan dukungan terhadap pengembangan jagung rendah aflatoxin sangat besar. Investor sudah ada yang akan menyediakan sarana produksi, pascapanen dan pengolahan serta pasar. “Dari sisi permodalan petani dapat mengakses KUR dari Bank BRI, dari sisi pasar telah terjamin dari pihak industri besar yang siap menampung,” terangnya.
(Baca juga:Pariwisata Terpukul Corona, Begini Cara Adaptasi Pemandu Wisata hingga Pedagang Jagung Bakar di Bali)
Gatut menjelaskan mekanisme kerjasama yang rencananya dilakukan adalah pihak investor dan Gapoktan Jagung di Kecamatan Semanu telah sepakat melakukan kemitraan produksi. Selain itu pendampingan proses produksi hingga pascapanen dan pengolahan hingga pasar.
Pengembangan jagung rendah aflatoxin telah berhasil diterapkan di Kabupaten Lombok Timur. Kegiatan ini dipelopori PT. DNA Lombok Timur. Direktur PT DNA Lombok Timur, Dean Novel menyatakan rencananya mengembangkan jagung rendah aflatoxin di Kabupaten Gunungkidul.
(Baca juga:Hama Tikus Serang Tanaman Jagung, Petani Tuban Gagal Panen)
“Secara topografi dan sifat lahan hampir sama dengan di Lombok Timur, namun saya tidak akan menerapkan cara yang sama di Lombok Timur, tetapi saya akan menggunakan versi Gunungkidul dikarenakan perbedaan sosial budaya. Kunci utama dalam menghasilkan jagung rendah aflatoxin adalah kedispilinan dari petani,” terang Dean Novel.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan Suwandi menyebutkan kebutuhan jagung rendah aflatoxin ini lebih dari 1 juta ton setiap tahun. “Tentunya kondisi Indonesia yang saat ini sudah mampu memproduksi lebih dari 24 juta ton jagung setiap tahun harusnya dengan mudah mampu memenuhi kebutuhan tersebut,” terangnya.
(Baca juga:Bibit Jagung Unggulan Bantu Jaga Ketahanan Pangan Nasional)
Saat ini, investor tersebut dalam proses membangun processing unit (pengeringan) jagung rendah aflatoxin di Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunungkidul. “Kebutuhan jagung rendah aflatoxin ini lebih dari 1 juta ton setiap tahun. Namun tantangannya pemenuhan jagung tersebut harus dengan persyaratan mutu,” ujar Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian (Kementan), Gatut Sumbogodjati dalam keterangan resminya, Kamis (19/11/2020).
(Baca juga:ITS Ciptakan Mesin Pencacah Bonggol Jagung untuk Tingkatkan Potensi Desa)
Gatut menambahkan dukungan terhadap pengembangan jagung rendah aflatoxin sangat besar. Investor sudah ada yang akan menyediakan sarana produksi, pascapanen dan pengolahan serta pasar. “Dari sisi permodalan petani dapat mengakses KUR dari Bank BRI, dari sisi pasar telah terjamin dari pihak industri besar yang siap menampung,” terangnya.
(Baca juga:Pariwisata Terpukul Corona, Begini Cara Adaptasi Pemandu Wisata hingga Pedagang Jagung Bakar di Bali)
Gatut menjelaskan mekanisme kerjasama yang rencananya dilakukan adalah pihak investor dan Gapoktan Jagung di Kecamatan Semanu telah sepakat melakukan kemitraan produksi. Selain itu pendampingan proses produksi hingga pascapanen dan pengolahan hingga pasar.
Pengembangan jagung rendah aflatoxin telah berhasil diterapkan di Kabupaten Lombok Timur. Kegiatan ini dipelopori PT. DNA Lombok Timur. Direktur PT DNA Lombok Timur, Dean Novel menyatakan rencananya mengembangkan jagung rendah aflatoxin di Kabupaten Gunungkidul.
(Baca juga:Hama Tikus Serang Tanaman Jagung, Petani Tuban Gagal Panen)
“Secara topografi dan sifat lahan hampir sama dengan di Lombok Timur, namun saya tidak akan menerapkan cara yang sama di Lombok Timur, tetapi saya akan menggunakan versi Gunungkidul dikarenakan perbedaan sosial budaya. Kunci utama dalam menghasilkan jagung rendah aflatoxin adalah kedispilinan dari petani,” terang Dean Novel.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan Suwandi menyebutkan kebutuhan jagung rendah aflatoxin ini lebih dari 1 juta ton setiap tahun. “Tentunya kondisi Indonesia yang saat ini sudah mampu memproduksi lebih dari 24 juta ton jagung setiap tahun harusnya dengan mudah mampu memenuhi kebutuhan tersebut,” terangnya.
(dar)