Penjelasan Kemenkeu Terkait Penyaluran PMN Non Tunai Bagi BUMN

Jum'at, 20 November 2020 - 14:29 WIB
loading...
Penjelasan Kemenkeu...
Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Pemerintah menggelontorkan dana penyertaan modal negara (PMN) kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan lembaga melalui dua skema penyaluran yaitu PMN tunai dan PMN non tunai.

Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan, Isa Rachmatarwata mengatakan, tujuan diberikannya PMN non tunai adalah untuk memperbaiki struktur keuangan dan modal dari BUMN. Dia memastikan bahwa penyaluran PMN non tunai telah sering dilakukan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) .

"PMN non tunai ini menjadi suatu PMN yang penting di dalam mengelola BUMN. Jadi, PMN non tunai bisa berasal dari konversi piutang, utangnya BUMN kepada negara. Kemudian, kita memutuskan untuk diubah saja menjadi PMN," ujar Isa dalam video conference, Jumat (20/11/2020).

( )

Dia mencontohkan di mana ada suatu perusahaan yang telah ditetapkan besaran dividennya namun tak kunjung membayar karena kemampuan cashflow dan kemungkinan ada utang terhadap Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) atau ada penerusan pinjaman di masa lalu oleh BUMN dari luar negeri yang kemudian dibayar oleh pemerintah karena BUMN mengalami kesulitan untuk membayar ke pemerintah, lalu hal tersebut muncul sebagai utang kepada negara yang bisa dikonversi.

"Untuk tahun ini PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) maupun PT Pengembangan Armada Niaga Indonesia (Persero), ini PMN non tunai berasal dari konversi piutang negara," katanya.

Isa juga menjelaskan akan ada Barang Milik Negara (BMN) yang akan diserahkan kepada BUMN untuk dijadikan tambahan modal. Rencananya pada tahun depan terdapat beberapa BUMN yang mendapatkan BMN berupa tanah sebagai tambahan modal.

( )

Selain itu, terdapat juga BMN dengam istilah khusus dimana BMN yang dibeli atau diadakan oleh Kementerian/Lembaga kemudian diserahkan kepada BUMN sebelum tahun 2019.

"Jadi, ini adalah membedakan prosedurnya saja, nanti mengikuti tata kelola di dalam PP 27/2014 dan juga revisinya PP 28/2020. Sementara BPYBDS itu ada prosedur yang relatif sedikit berbeda, relatif lebih mudah, esensinya adalah penilaiannya itu biasanya menggunakan nilai perolehan pada waktu barang-barang itu didapatkan Kementerian/Lembaga," ucapnya.
(ind)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1400 seconds (0.1#10.140)