Digitalisasi Adalah Keniscayaan, Kehadiran Bank Digital Mendesak
loading...
A
A
A
JAKARTA - Berkembangnya industri finansial technology (fintech) mendorong sektor perbankan juga mulai melakukan inovasi dan transformasi ke sektor digital. Apalagi akibat pandemi COVID-19 aktivitas transaksi keuangan lebih banyak menggunakan jalur digital daripada konvensional.
"Digitalisasi adalah keniscayaan, jadi kebutuhan bagi industri padat modal seperti halnya perbankan," ujar Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah di Jakarta.
(Baca Juga: Neobank Jadi Penantang Serius Fintech di Masa Depan )
Ia menjelaskan, kehadiran fintech yang memiliki banyak fleksibilitas telah menjadi tantangan bagi perbankan dalam menjaga pangsa pasar. Sebagai contoh segmen UMKM yang lebih banyak menjadi target pasar industri fintech melalui layanan peer to peer (P2P) lending. Padahal segmen inilah yang paling banyak menjadi target pasar hampir semua bank.
"Perbankan saat ini harus bersaing dengan fintech P2P lending. Karena itu bank harus lebih mengambil inisiatif untuk mengoptimalkan produk dan layanan digital agar mampu bersaing," jelasnya.
(Baca juga : Akuisisi Anchor Dinilai Berhasil, Spotify Menang Banyak?) Akuisisi Anchor Dinilai Berhasil, Spotify Menang Banyak?
Piter menilai arah pengembangan bank digital sudah sejalan dengan upaya OJK mendorong bank kecil dan menengah untuk melakukan merger dan akuisisi guna memperkuat struktur modal. Sebab investasi di bidang digital ini membutuhkan biaya dan modal yang tinggi.
"OJK ingin dengan modal bank yang kuat maka bank-bank kecil-menengah bisa masuk ke era digital dan mampu beradaptasi sesuai dengan kebutuhan masa kini. Saat ini bank-bank masih fokus ke digitalisasi transaksi, belum masuk ke produk dan layanan digital yang lebih menantang," jelasnya.
Menurut Piter konsep bank digital seperti dimaksud saat ini dikenal dengan istilah Neo Bank . Sebuah wajah baru perbankan di era digital yang memungkinkan menjalankan layanan dan produknya seperti dijalankan oleh Financial Technology (Fintech).
(Baca Juga: Bunga Bank Tidak Lagi Menarik, Duit Mulai Mengalir ke Pasar Modal )
"Digitalisasi adalah keniscayaan, jadi kebutuhan bagi industri padat modal seperti halnya perbankan," ujar Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah di Jakarta.
(Baca Juga: Neobank Jadi Penantang Serius Fintech di Masa Depan )
Ia menjelaskan, kehadiran fintech yang memiliki banyak fleksibilitas telah menjadi tantangan bagi perbankan dalam menjaga pangsa pasar. Sebagai contoh segmen UMKM yang lebih banyak menjadi target pasar industri fintech melalui layanan peer to peer (P2P) lending. Padahal segmen inilah yang paling banyak menjadi target pasar hampir semua bank.
"Perbankan saat ini harus bersaing dengan fintech P2P lending. Karena itu bank harus lebih mengambil inisiatif untuk mengoptimalkan produk dan layanan digital agar mampu bersaing," jelasnya.
(Baca juga : Akuisisi Anchor Dinilai Berhasil, Spotify Menang Banyak?) Akuisisi Anchor Dinilai Berhasil, Spotify Menang Banyak?
Piter menilai arah pengembangan bank digital sudah sejalan dengan upaya OJK mendorong bank kecil dan menengah untuk melakukan merger dan akuisisi guna memperkuat struktur modal. Sebab investasi di bidang digital ini membutuhkan biaya dan modal yang tinggi.
"OJK ingin dengan modal bank yang kuat maka bank-bank kecil-menengah bisa masuk ke era digital dan mampu beradaptasi sesuai dengan kebutuhan masa kini. Saat ini bank-bank masih fokus ke digitalisasi transaksi, belum masuk ke produk dan layanan digital yang lebih menantang," jelasnya.
Menurut Piter konsep bank digital seperti dimaksud saat ini dikenal dengan istilah Neo Bank . Sebuah wajah baru perbankan di era digital yang memungkinkan menjalankan layanan dan produknya seperti dijalankan oleh Financial Technology (Fintech).
(Baca Juga: Bunga Bank Tidak Lagi Menarik, Duit Mulai Mengalir ke Pasar Modal )