Saatnya Industri Hulu Migas Jadi Lokomotif Ekonomi

Jum'at, 04 Desember 2020 - 09:35 WIB
loading...
Saatnya Industri Hulu...
Industri hulu migas yang setiap tahunnya menyerap investasi di kisaran USD10 miliar diharapkan dapat memberikan multiplier effect terhadap perekonomian. Foto: dok/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Industri hulu migas yang setiap tahunnya menyerap investasi di kisaran USD10 miliar diharapkan dapat memberikan multiplier effect terhadap perekonomian. Untuk itu sektor ini harus menjadi perhatian karena pertumbuhannya berjalan secara eksponensial dengan pertumbuhan ekonomi nasional.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan, pemerintah menyadari bahwa industri hulu migas memegang peranan strategis untuk mendukung program pertumbuhan ekonomi. Lebih dari itu, menurut dia, migas bukan sekadar sebagai sumber penerimaan, tetapi juga sebagai lokomotif pergerakan perekonomian. (Baca: Lima Jurus Fiskal agar Investasi Migas Kian Luber)

“Setiap tahun investasi migas sekitar USD10 miliar dengan faktor multiplier effect mencapai 1,6 kali,” kata Airlangga di sela-sela acara International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas 2020 secara virtual di Jakarta kemarin.

Mengenai pengembangan energi di masa mendatang, Airlangga meminta agar pertumbuhan sektor energi terus dipacu, termasuk dengan mengembangkan energi baru dan terbarukan (EBT).

Sebelumnya pada acara yang sama Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan, investasi sektor migas pada tahun ini diperkirakan mencapai USD11,16 miliar. Dari jumlah tersebut, alokasi untuk sektor eksplorasi migas hanya sekitar 9%, sisanya untuk kegiatan produksi.

Menurut Tutuka, pemerintah telah mengeluarkan sejumlah kebijakan agar investasi sektor migas menarik bagi investor. Di antaranya menerapkan skema fiskal, insentif, serta pemangkasan berbagai perizinan. (Baca juga: Berakhlak yang Baik Jadi Pemberat Timbangan)

Chief Economist dari International Energy Agency (IEA) Laszlo Varro mengatakan, industri hulu migas Indonesia memiliki banyak keunggulan komparatif, di antaranya kondisi demokrasi yang stabil serta fakta bahwa industri ini sudah beroperasi di Nusantara lebih dari seratus tahun dan diminati perusahaan-perusahaan internasional. Akan tetapi dia mengingatkan bahwa saat ini dunia sedang bertransisi pada pemakaian energi terbarukan sehingga ke depan investasi di hulu migas akan semakin terbatas.

“Akan ada pemain yang tidak mendapatkan kesempatan karena kompetisi untuk menarik investasi akan sangat ketat,” ujarnya.

Untuk Indonesia, Laszlo menilai potensi yang sangat besar adalah pengembangan proyek enhanced oil recovery (EOR) dan pemanfaatan gas CO2. Terkait dengan LNG, menurutnya potensi terbesar adalah mengembangkan fasilitas kilang LNG mini untuk memenuhi kebutuhan gas industri domestik.

PGN Gandeng Inpex Masela

Inpex Masela Ltd dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) menandatangani nota kesepahaman (MoU) di sela-sela acara International Convention on Indonesian Upstream Oil & Gas (IOG 2020). MoU ini menjadi titik tolak kedua belah pihak memulai pembahasan suplai gas bumi untuk PGN dari Proyek LNG Abadi, Wilayah Kerja (WK) Masela. (Baca juga: Sekolah Tatap Muka, Perlu Patroli Khusus Awasi Mobilisasi Siswa)

MoU ini dilakukan oleh Presiden Direktur Indonesia Inpex Masela Akihiro Watanabe serta Direktur Strategi dan Pengembangan Bisnis PGN Syahrial Mukhtar disaksikan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto.

“Penandatanganan ini akan menjadi milestone penting untuk kedua belah pihak,” kata Syahrial saat menjadi pembicara dalam Forum Komersialisasi IOG 2020 kemarin.

Pengembangan proyek LNG Abadi di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku, yang memiliki cadangan mencapai 18,5 triliun kaki kubik (TCF) dan 225 juta barel kondensat akan menjadi salah satu pilar penting sebagai engine of growth yang dinilai mampu menopang kebutuhan industri di Indonesia secara berkelanjutan.

Syahrial menyebut proyeksi produksi gas alam cair (LNG) mereka sebesar 9,5 juta ton per tahun (MTPA) dan gas bumi sebesar 150 juta kaki kubik per hari (MMCFD). Bahkan proyek Abadi termasuk ke dalam proyek strategis nasional (PSN) yang ditargetkan mulai berproduksi pada tahun 2027. (Baca juga: Sri Mulyani Geber Aparat Pajak untuk Dongkrak Penerimaan)

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengutarakan, MoU ini menjadi tonggak penting dalam pengembangan proyek Abadi-Masela yang merupakan salah satu proyek gas terbesar. Di sisi lain penyerapan gas oleh PGN menunjukkan komitmen pemerintah dan industri hulu migas untuk memprioritaskan permintaan gas dalam negeri.

“Hal ini merupakan upaya bersama untuk meningkatkan daya saing industri nasional untuk membangun perekonomian Indonesia yang berkelanjutan,” katanya.

Menurutnya, komersialisasi menjadi salah satu pilar strategis dalam mendukung pencapaian visi jangka panjang SKK Migas dengan produksi gas bumi sebesar 12 miliar kaki kubik per hari (BSCFD) pada tahun 2030. “Kami mengharapkan kerja sama yang baik dapat terus dijaga dan ditingkatkan untuk memastikan seluruh produksi gas bumi dapat dimonetisasi,” ujarnya.

Banyaknya investasi energi yang ditunda atau dibatalkan pada tahun 2020 ini karena pandemi. Meski begitu hal tersebut tidak menyurutkan komitmen SKK Migas, penjual, pembeli, dan semua pemangku kepentingan untuk mengejar peluang masa depan dalam ekonomi pasca-Covid-19. (Lihat videonya: Usai imuisasi, Seorang Balita di Tulang Bawang Meninggal Dunia)

Sebelumnya, pada Februari 2020 lalu, Inpex telah menandatangani MoU dengan PT PLN dan PT Pupuk Indonesia untuk menyuplai kebutuhan gas ke pembangkit listrik tenaga gas yang dioperasikan oleh PLN dan kilang co-production yang akan dibangun PT Pupuk Indonesia. (Suparjo Ramalan)
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0961 seconds (0.1#10.140)