UU Ciptaker Beri Kepastian Usaha Industri Sawit

Jum'at, 04 Desember 2020 - 10:35 WIB
loading...
UU Ciptaker Beri Kepastian Usaha Industri Sawit
Industri kelapa sawit cukup stabil dan tidak terpengaruh secara signifikan saat dunia tiarap dilanda pandemi Covid-19. Foto/dok
A A A
JAKARTA - Industri kelapa sawit cukup stabil dan tidak terpengaruh secara signifikan saat dunia tiarap dilanda pandemi Covid-19. Saat sektor lain melemah, industri sawit menjadi tulang punggung dan penyelamat perekonomian nasional.

“Industri sawit merupakan kontributor utama penghasil devisa Indonesia, dan menopang ekonomi Indonesia di saat pandemi Covid-19. Hingga September 2020, nilai ekspornya telah mencapai USD13,84 miliar,” ujar Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan saat memberikan keynote speech pada konferensi minyak sawit terbesar dunia IPOC (Indonesian Palm Oil Conference) 2020 yang diselenggarakan secara virtual, kemarin. (Baca: Terungkap! 16 Juta Orang Menggantungkan Hidupnya dari Industri Sawit)

Luhut memastikan pemerintah akan selalu mendukung terciptanya kepastian berusaha di sektor sawit. Kepastian berusaha itu diharapkan semakin baik melalui UU Cipta Lapangan Kerja (Ciptaker). Dalam UU tersebut diatur aspek tata kelola lahan, perizinan bagi industri sawit, dan kemitraan antara perusahaan dengan petani sawit.

Semua aturan dalam UU Cipta Lapangan Kerja tersebut, kata Luhut, untuk menciptakan kepastian dan kemudahan berusaha serta iklim investasi yang kondusif. “Diharapkan investasi pada industri sawit, baik di hulu dan di hilir akan semakin meningkat dengan adanya UU Cipta Lapangan Kerja dan peraturan turunannya,” jelasnya.

Jalan Menuju Industri Sawit Berkelanjutan

Praktik perkebunan kelapa sawit berkelanjutan dinilai sebagai solusi bagi pemenuhan kebutuhan dunia akan minyak nabati. Dengan lahan yang lebih sedikit, sawit mampu menghasilkan minyak nabati yang lebih banyak dibandingkan sumber minyak nabati lainnya. (Baca juga: Sekolah Tatap Muka. Perlu Patroli Khusus Awasi Mobilisasi Siswa)

“Populasi global yang diperkirakan mencapai 9,8 miliar pada 2050 berpotensi meningkatkan kebutuhan minyak nabati hingga 200 juta ton setiap tahun untuk kebutuhan pangan, energi dan juga barang kebutuhan sehari-hari,” ujar Chairman Sinar Mas Agribusiness & Food Franky Oesman Widjaja dalam keterangan tertulisnya, kemarin.

Saat memberikan sambutan pada Indonesian Palm Oil Conference 2020 New Normal: Palm Oil Industry in the New Normal Economy, Franky menegaskan bahwa minyak kelapa sawit dapat menjadi solusi jangka panjang karena produktivitasnya yang jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan minyak nabati lainnya.

Franky menambahkan, pengembangannya melalui skema Inclusive Closed Loop yang tidak saja meningkatkan produksi secara berkelanjutan, namun juga meningkatkan kesejahteraan para petani dan mengurangi pelepasan emisi. Skema ini telah dijalankan oleh perusahaan/lembaga yang tergabung di dalam Partnership for Indonesia Sustainable Agriculture (PISAgro) dan telah menjangkau hingga 1 juta petani pada awal 2000.

“Hasilnya, produktivitas mereka meningkat antara 40% sampai 76%, sementara pendapatan bertambah antara 50% hingga 200%, bergantung pada jenis komoditasnya,” kata dia. (Baca juga: Telur Rebus Banyak Manfaatnya Lho, Ini Salah Satunya)

Melalui kemitraan lintas pihak, petani benar-benar mendapatkan pendampingan penuh dari perusahaan. Franky optimistis komoditas minyak sawit dapat berkontribusi mengantarkan Indonesia menjadi ekonomi ketujuh dunia terbesar dari segi produk domestik bruto (PDB) di 2030, sebagaimana analisis sejumlah lembaga seperti Dana Moneter Internasional (IMF), McKinsey dan Price Waterhouse.

Lebih lanjut, Franky mengatakan, petani kecil yang mengelola hingga 41% dari total 16,38 juta hektare (ha) perkebunan kelapa sawit, adalah kelompok yang paling rentan dalam rantai nilai. Produktivitasnya rendah, rata-rata 2-3 ton per ha per tahun, jauh tertinggal dibandingkan standar industri yang 5-6 ton per ha per tahun.

“Pohon kelapa sawit di Indonesia saat ini banyak yang sudah tua, dan banyak pula yang tidak memakai benih bersertifikat sehingga perlu peremajaan,” ujarnya. (Lihat videonya: Usai Imunisasi, Seorang Balita di Tulang Bawang Meninggal Dunia)

Pemerintah Indonesia telah mempromosikan Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) untuk mengganti tanaman sawit yang sudah tidak produktif agar roduktivitasnya sesuai standar industri, dengan skema inclusive closed loop.

“Dengan model kemitraan ini, petani kecil mendapatkan bimbingan praktik budidaya pertanian yang baik dan ramah lingkungan, benih unggul bersertifikat, teknologi tepat guna, literasi keuangan, akses pendanaan berikut jaminan penyerapan hasil produksi oleh perusahaan pendamping (off-taker) yang berlangsung di bawah naungan koperasi,” sebutnya. (Oktiani Endarwari)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1516 seconds (0.1#10.140)