BNI Optimistis Kredit Korporasi Terus Tumbuh hingga Akhir Tahun
loading...
A
A
A
JAKARTA - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk ( BNI ) berkomitmen untuk menjaga pertumbuhan kredit hingga akhir tahun berada di kisaran 2-4% year on year (yoy).
Kredit korporasi BNI akan difokuskan pada sektor yang relatif tidak terdampak pandemi dan memiliki kontribusi positif, termasuk yang berorientasi ekspor dan padat karya. Porsi kredit korporasi BNI sendiri adalah sebesar 53% terhadap total kredit keseluruhan. Ke depannya, BNI akan menargetkan korporasi top tier. (Baca: Ekosistem Digital Bantu Percepatan Penanganan Covid-19)
Direktur Corporate Banking BNI Silvano Rumantir mengakui bahwa selama pandemi, hampir seluruh sektor ekonomi terdampak baik secara langsung atau tidak, termasuk apa yang dialami oleh BNI. Meski demikian dirinya tetap optimistis BNI berpotensi tumbuh di tengah risiko tekanan dan kontraksi ekonomi. Segmen korporasi BNI diperkirakan tumbuh 4-5% untuk kredit modal kerja dan investasi.
“Sementara untuk kredit sindikasi, kontribusinya terhadap portofolio sampai Oktober lalu adalah 17% dari keseluruhan kredit korporasi. Di tengah pandemi BNI optimis hingga akhir tahun kontribusi sindikasi bisa sama dengan tahun lalu yaitu sebesar 20%,” ujar Silvano di Jakarta, kemarin.
Tahun ini, lanjut dia, BNI juga telah menyalurkan kredit pada program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk korporasi sebesar Rp3,7 triliun atau 15% dari total kredit yang disalurkan. Adapun untuk tahun ini, beberapa sektor korporasi masih relatif baik di tengah pandemi seperti komoditas pertambangan, sektor makanan dan minuman.
“Barang-barang yang affordable di market dan dikonsumsi khalayak. Food and beverage dan konsumer, pertambangan, komoditas yang kami lihat demand nya cukup sehat,” jelas dia. (Baca juga: Kemenag Harap Madrasah Jadi Ruang Pembudayaan Pembelajaran)
Silvano juga menyebutkan dengan kolaborasi kebijakan pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Bank Indonesia harapan ekonomi tumbuh di 2021 semakin besar. Dengan begitu, tahun depan pihaknya bisa fokus pada sektor-sektor yang akan mengalami pemulihan tahun depan.
Sektor pertanian, informasi, komunikasi, jasa, kesehatan, kegiatan sosial dan jasa pendidikan sudah menunjukan pemulihan di kuartal III/2020. Selain itu, sektor perdagangan, transportasi, pergudangan, makanan dan minuman juga diperkirakan akan pulih lebih cepat seiring dengan pulihnya mobilitas masyarakat dan adanya vaksin.
“Dengan begitu, juga dengan sektor-sektor yang lain seperti pengolahan, manufaktur, kalau background tadi bisa terjadi, sektor yang tadi bisa bergerak bertumbuh sesuai dengan permintaan masyarakat,” katanya.
Silvano menegaskan Indonesia masih memiliki potensi besar dengan berbagai sektor unggulan yang tidak dimiliki negara lain. Namun tetap dibutuhkan kolaborasi untuk mengoptimalkan potensi ini, agar ketika krisis berakhir segmen korporasi bisa pulih lebih cepat karena multiplier effect-nya sangat besar. (Baca juga: Penanganan Terkini Kanker Usus Besar)
“Perbaikan sektor korporasi akan berpengaruh ke segmen lainnya, bukan cuma sesama korporasi tetapi segmen consumer dan ritel,” terangnya.
Selain itu kebijakan regulator BI dan OJK sepanjang pandemi Covid-19 pun menurut dia sangat membantu, seperti perpanjangan insentif restrukturisasi kredit yang dilakukan. “Menjadi stimulus menjaga kualitas aset dan kestabilan rasio keuangan. Stimulus ini membantu perekonomian. Debitur mendapatkan tambahan waktu untuk pulih,” kata Silvano.
Berdasarkan survei yang dilakukan secara internal, sebagian besar debitur mengaku butuh waktu untuk bisa memperbaiki kondisi bisnis akibat pandemi. Alhasil, apa yang dilakukan regulator untuk membantu perbankan dan pelaku bisnis di dalamnya memang dampaknya bisa dirasakan.
“Sejalan dengan restrukturisasi dan sebagaimana strategi di tengah pandemi kami ambil langkah preventif pencadangan aset. Sehingga rasio kecukupan pencadangan atau coverage ratio BNI hingga kuartal III/2020 berada di level di atas 200%,” pungkasnya. (Lihat videonya: Tim Satgas Tinombala Memburu Kelompok MIT)
Seperti diketahui, pemerintah telah meluncurkan program kredit modal kerja untuk korporasi. Program ini merupakan dukungan untuk perusahaan non UMKM dan non BUMN sebesar Rp100 triliun.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, program ini adalah suatu kesempatan bagi pelaku usaha. “Perbankan telah menandatangani perjanjian penjaminan terutama untuk sektor padat karya yang merupakan sektor yang banyak mempekerjakan pekerja,” ujar Airlangga.
Menurut dia, sektor padat karya seperti garmen ini sudah mulai pulih, dimana beberapa order yang pada pertengahan kuartal kemarin mengalami penurunan atau pembatalan, kini mulai kembali melakukan pemesanan terutama dari Eropa. (Hatim Varabi)
Kredit korporasi BNI akan difokuskan pada sektor yang relatif tidak terdampak pandemi dan memiliki kontribusi positif, termasuk yang berorientasi ekspor dan padat karya. Porsi kredit korporasi BNI sendiri adalah sebesar 53% terhadap total kredit keseluruhan. Ke depannya, BNI akan menargetkan korporasi top tier. (Baca: Ekosistem Digital Bantu Percepatan Penanganan Covid-19)
Direktur Corporate Banking BNI Silvano Rumantir mengakui bahwa selama pandemi, hampir seluruh sektor ekonomi terdampak baik secara langsung atau tidak, termasuk apa yang dialami oleh BNI. Meski demikian dirinya tetap optimistis BNI berpotensi tumbuh di tengah risiko tekanan dan kontraksi ekonomi. Segmen korporasi BNI diperkirakan tumbuh 4-5% untuk kredit modal kerja dan investasi.
“Sementara untuk kredit sindikasi, kontribusinya terhadap portofolio sampai Oktober lalu adalah 17% dari keseluruhan kredit korporasi. Di tengah pandemi BNI optimis hingga akhir tahun kontribusi sindikasi bisa sama dengan tahun lalu yaitu sebesar 20%,” ujar Silvano di Jakarta, kemarin.
Tahun ini, lanjut dia, BNI juga telah menyalurkan kredit pada program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk korporasi sebesar Rp3,7 triliun atau 15% dari total kredit yang disalurkan. Adapun untuk tahun ini, beberapa sektor korporasi masih relatif baik di tengah pandemi seperti komoditas pertambangan, sektor makanan dan minuman.
“Barang-barang yang affordable di market dan dikonsumsi khalayak. Food and beverage dan konsumer, pertambangan, komoditas yang kami lihat demand nya cukup sehat,” jelas dia. (Baca juga: Kemenag Harap Madrasah Jadi Ruang Pembudayaan Pembelajaran)
Silvano juga menyebutkan dengan kolaborasi kebijakan pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Bank Indonesia harapan ekonomi tumbuh di 2021 semakin besar. Dengan begitu, tahun depan pihaknya bisa fokus pada sektor-sektor yang akan mengalami pemulihan tahun depan.
Sektor pertanian, informasi, komunikasi, jasa, kesehatan, kegiatan sosial dan jasa pendidikan sudah menunjukan pemulihan di kuartal III/2020. Selain itu, sektor perdagangan, transportasi, pergudangan, makanan dan minuman juga diperkirakan akan pulih lebih cepat seiring dengan pulihnya mobilitas masyarakat dan adanya vaksin.
“Dengan begitu, juga dengan sektor-sektor yang lain seperti pengolahan, manufaktur, kalau background tadi bisa terjadi, sektor yang tadi bisa bergerak bertumbuh sesuai dengan permintaan masyarakat,” katanya.
Silvano menegaskan Indonesia masih memiliki potensi besar dengan berbagai sektor unggulan yang tidak dimiliki negara lain. Namun tetap dibutuhkan kolaborasi untuk mengoptimalkan potensi ini, agar ketika krisis berakhir segmen korporasi bisa pulih lebih cepat karena multiplier effect-nya sangat besar. (Baca juga: Penanganan Terkini Kanker Usus Besar)
“Perbaikan sektor korporasi akan berpengaruh ke segmen lainnya, bukan cuma sesama korporasi tetapi segmen consumer dan ritel,” terangnya.
Selain itu kebijakan regulator BI dan OJK sepanjang pandemi Covid-19 pun menurut dia sangat membantu, seperti perpanjangan insentif restrukturisasi kredit yang dilakukan. “Menjadi stimulus menjaga kualitas aset dan kestabilan rasio keuangan. Stimulus ini membantu perekonomian. Debitur mendapatkan tambahan waktu untuk pulih,” kata Silvano.
Berdasarkan survei yang dilakukan secara internal, sebagian besar debitur mengaku butuh waktu untuk bisa memperbaiki kondisi bisnis akibat pandemi. Alhasil, apa yang dilakukan regulator untuk membantu perbankan dan pelaku bisnis di dalamnya memang dampaknya bisa dirasakan.
“Sejalan dengan restrukturisasi dan sebagaimana strategi di tengah pandemi kami ambil langkah preventif pencadangan aset. Sehingga rasio kecukupan pencadangan atau coverage ratio BNI hingga kuartal III/2020 berada di level di atas 200%,” pungkasnya. (Lihat videonya: Tim Satgas Tinombala Memburu Kelompok MIT)
Seperti diketahui, pemerintah telah meluncurkan program kredit modal kerja untuk korporasi. Program ini merupakan dukungan untuk perusahaan non UMKM dan non BUMN sebesar Rp100 triliun.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, program ini adalah suatu kesempatan bagi pelaku usaha. “Perbankan telah menandatangani perjanjian penjaminan terutama untuk sektor padat karya yang merupakan sektor yang banyak mempekerjakan pekerja,” ujar Airlangga.
Menurut dia, sektor padat karya seperti garmen ini sudah mulai pulih, dimana beberapa order yang pada pertengahan kuartal kemarin mengalami penurunan atau pembatalan, kini mulai kembali melakukan pemesanan terutama dari Eropa. (Hatim Varabi)
(ysw)