Lambannya Birokrasi Daerah Munculkan Isu Harga Pupuk Naik dan Langka

Sabtu, 16 Januari 2021 - 16:23 WIB
loading...
Lambannya Birokrasi...
Ilustrasi/Dok
A A A
JAKARTA - Persoalan pupuk bersubsidi tampaknya akan terus menggelinding. Pasalnya, belum lama Presiden Joko Widodo alias Jokowi menyentil persoalan dana subsidi pupuk. Kini menghangat isu kelangkaan pupuk bersubsidi dan mahalnya harga pupuk.

Makanya, pernyataan Jokowi terkait evaluasi dana subsidi pupuk perlu ditindaklanjuti secara menyeluruh. Bukan evaluasi cuma soal dana belaka, yang juga penting adalah kelancaran distribusi pupuk bersubsidi .

Salah satu persoalan yang mesti menjadi sorotan evaluasi adalah perihal birokrasi penyaluran pupuk bersubsidi. Terutama, birokrasi di daerah-daerah yang terlibat dalam distribusi pupuk bersubsidi. ( Baca juga:Demi Petani, Pupuk Indonesia Terus Percepat Distribusi ke Gudang dan Kios )

Sorotan di daerah perlu dilakukan agar para pemangku kepentingan di sana mampu bergerak cepat alias gercep membantu petani mendapatkan pupuk bersubsidi. Alhasil, musim tanam yang didambakan para petani tidak terganggu.

Di pusat, pemerintah lewat Kementerian Pertanian (Kementan), sudah berusaha mempercepat penyaluran pupuk bersubsidi. Kementerian Pertanian di akhir Desember lalu sudah mengeluarkan Permentan No. 49 Tahun 2020 mengenai Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2021.

Aturan yang diterbitkan pada 30 Desember 2020 itu menjadi dasar dalam penyaluran pupuk subsidi di masing-masing kota/kabupaten. Di Pasal 4 aturan itu disebutkan bahwa pengusulan kebutuhan pupuk bersubsidi di masing-masing daerah dilakukan oleh kepala dinas daerah provinsi dan kepala dinas daerah kabupata/kota.

Dari sini terlihat bahwa kecepatan penyaluran pupuk bersubsidi tergantung dari kecepatan daerah itu sendiri dalam mengusulkan kebutuhannya. Semakin lama, semakin merugikan petani.

Nah saat ini masih ada beberapa daerah yang belum menerbitkan Surat Keputusan (SK) Dinas Pertanian setempat yang menjadi dasar distribusi pupuk di masing-masing daerah. Padahal musim tanam sudah tiba. "Januari ini masuk puncak musim tanam. Pihak pemerintah kota/kabupaten sudah tahu itu. Seharunya bupati dan dinas pertanian setempat itu merespons," kata Winarno Tohir, Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA), kemarin (15/1/).

Hingga 10 Januari kamerin, dari 514 kota/kabupaten di Indonesia, baru 93 kabupaten/kota yang sudah menerbitkan SK terkait pupuk subsidi. Jadi masih ada 421 kabupaten/kota yang belum menerbitkan SK itu. "Permasalahan pupuk subsidi tidak hanya soal jumlah alokasi atau distribusi, melainkan regulasi juga menjadi masalah, khususnya di setiap kota/kabupaten," tambah kata Winarno.

Di Jawa Barat saja yang merupakan lumbung padi nasional belum semua daerah menerbirkan SK dimaksud. Dari 27 kabupaten/kota, baru 11 kabupaten/kota yang sudah menerbitkan SK. Sisanya, sebanyak 16 daerah masih belum menerbitkannya.

Sementara di Jawa Timur, dari 38 kabupaten/kota, baru 19 daerah yang menerbitkan SK. Artinya masih ada 19 daerah yang masih belum menerbitkan SK untuk penyaluran pupuk subsidi. Di Sumatera Barat, dari 19 kabupaten/kota masih terdapat 11 daerah yang belum menerbitkan SK.

Di Sumatera Utara dari 33 Kab/kota, masih terdapat 20 daerah yang belum menerbitkan SK. Di Sulawesi Selatan, dari 24 kab/kota, baru 10 yang terbitkan SK. sebanyak 14 daerah lainnya masih belum menerbitkan.

Banyaknya daerah yang belum menerbitkan SK itu tentu saja merugikan para petani, sebab mereka terpaksa membeli pupuk dengan harga non-subsidi. Kondisi inilah yang akhirnya menyeruakkan isu mahalnya harga pupuk. Padahal kondisi yang terjadi, petani e-RDKK yang biasa membeli pupuk subsidi terpaksa membeli pupuk non-subsidi yang harganya lebih mahal.

Di sisi lain, PT Pupuk Indonesia sendiri sudah siap untuk mendistribusikan pupuk bersubsidi ke daerah-daerah. Masalahnya, distribusi itu terganjal oleh SK daerah tadi sebab PT Pupuk tak bisa melakukan distribusi tanpa adanya data kebutuhan daerah. "Karena perusahaan pupuk kan tidak mau mendistribusikan kalau tidak ada dasar aturannya. Apalagi, pupuk subsidi ini diawasi mulai dari BPK, PPATK, hingga KPK," tambah Winarno.

Untuk itu, Winarno mengimbau kepada pemerintah kota/kabupaten untuk segera menerbitkan aturan turunan tentang pupuk subsidi ini. Dia menegaskan, KTNA di masing-masing daerah selama ini sudah terlibat dalam manajemen pupuk subsidi bersama dengan pemerintah daerah. Pihaknya juga terus mengusulkan untuk penerbitan regulasi ini lebih cepat. "Sekarang kita hanya minta jaminan ketersediaan dan pasokan pupuk subsidi saja," pungkas dia.

Menurut Winarno, seharusnya dengan Permentan No. 49 Tahun 2020, distribusi pupuk bersubsidi bisa lebih cepat lagi. Pasalnya, distribusi pupuk melalui SK dinas pertanian sudah lebih baik dibanding beberapa tahun sebelumnya yang harus melalui peraturan gubernur (pergub).

Kala itu, distribusi pupuk lebih lambat karena menunggu pergub di masing-masing daerah. "Sekarang ini harusnya lebih cepat dibandingkan beberapa tahun sebelumnya. Karena saat itu harus ada pergub," tegasnya. ( Baca juga:PPKM di Bogor, Pengunjung Kawasan Puncak Kembali Diminta Tunjukkan Surat Rapid Antigen )

Hal senada juga diungkapkan Ketua KTNA Jawa Barat H. Otong Wiranta terkait permentan itu. Otong menyayangkan pemangkasan regulasi yang dilakukan Kementan tidak diimbangi dengan kecepatan pemda dalam membuat aturan turunannya. "Itulah kenyataan yang harus dihadapi petani," katanya.

Otong menyampaikan bahwa pihaknya sudah bersuara untuk mempercepat penyaluran pupuk bersubsidi, tapi sepertiya birokrasi tidak memperhatikan. Dia berharap keberpihakan kepada petani tidak setengah-setengah, sehingga petani bisa bertani dengan tenang karena alokasi pupuknya sudah disediakan dengan pasti.

"Sekarang sudah bisa dengan SK Dinas. Itu harusnya satu hari selesai. Meski sedang pandemi, sebagian PNS WFH, itu tidak bisa jadi alasan karena bisa dikerjakan di mana saja," tagas Otong.
(uka)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1087 seconds (0.1#10.140)